Senin, 30 November 2015

Kasus :
Jika A ada mau import tapi tidak memiliki API terus Piha A meminjam API dari pihak B , dan pada saat B bayar pajak brg import A : 

"Di SSPCP dicantumkan No NPWP A pada PPN dan PPH nya namun pada Pemberitahuan Import Barang Bea Cukai nya tercantum 2 No NPWP yg tertulis No NPWP B QQ No NPWP pihak A"

Pertanyaannya adalah PPH dan PPN yg tercantum pada SSPCP barang Import yg QQ tersebut bs di claim kah oleg perusahaan A.

Jawaban :
Selama ini penggunaan metode “QQ” pada Faktur Pajak diperbolehkan hanya untuk transaksi sebagai berikut:

a.        Impor Inden 
b.       Ekspor yang menggunakan nama/kuota eksportir lain 
c.        Sewa Guna usaha dengan hak opsi 
d.       kontrak kerja yang disubkan kepada pihak ketiga karena pihak utama selaku penandatangan kontrak tidak memiliki kemampuan secara langsung melaksanakan proyek dalam kontrak kerja. 

1)       Impor Inden

Impor Inden adalah suatu kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh importir untuk dan atas nama pemesan (indentor) berdasarkan perjanjian pemasukan barang impor antara importir dengan indentor, yang segala pembiayaan impor antara lain pembukaan L/C, bea, pajak maupun biaya yang berhubungan dengan impor sepenuhnya menjadi beban indentor dan sebagai balas jasa importir memperoleh komisi (handling fee) dari indentor.

Kegiatan Usaha Di Bidang Impor Atas Dasar Inden,ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/1990.

Hal yang perlu diperhatikan terkait dengan masalah perpajakannya :

a.        Importir yang melakukan impor atas dasar inden diwajibkan mencantumkan tambahan penjelasan (q.q.) nama, alamat, dan NPWP indentor pada setiap lembar Pemberitahuan Impor Barang dan Surat Setoran Pajak.
b.       Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Pos Lalu Bea tempat pemasukan Pemberitahuan Impor Barang wajib membubuhkan cap "Impor Atas Dasar Inden" pada setiap lembar Pemberitahuan Impor Barang yang bersangkutan.
c.        Importir yang melakukan impor atas dasar inden wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan pihak importir yang melakukan impor atas dasar inden tidak diperkenankan mengkreditkan PPN yang terutang tersebut.
d.       Pajak Pertambahan Nilai yang telah dilunasi oleh importir yang melakukan impor atas dasar inden dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran yang terutang oleh indentor yang bersangkutan dengan bukti Pemberitahuan Impor Barang dan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
e.     Dalam hal importir yang melakukan impor atas dasar inden tidak memenuhi persyaratan , seperti yang dimaksud pada angka 1 di atas. Maka impor tersebut ditetapkan sebagai impor atas biaya sendiri.
f.         Dalam hal importir melakukan impor atas biaya sendiri maka penyerahan barang kena pajak oleh importir terutang pajak pertambahan nilai (pajak keluaran) dan pajak pertambahan nilai yang telah dibayar oleh importir dalam rangka pemasukan barang (import) tersebut dapat dikreditkan dengan pajak keluaran yang terutang tersebut.

2)       Ekspor yang menggunakan nama/kuota eksportir lain.

Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang keluar daerah pabean Republik Indonesia. Di dalam pelaksanaannya ekspor dapat dilakukan untuk dan atas nama eksportir itu sendiri, dan dapat pula dilakukan dengan menggunakan nama/quota eksportir lain. Ekspor yang dilakukan dengan menggunakan nama/quota eksportir lain diatur dalam SE-25/PJ.32/1989 dan SE-19/PJ.32/1990, dimana dalam transaksi ini tidak dianggap terjadi penyerahan BKP dari eksportir pemilik barang kepada eksportir pemilik nama/quota sepanjang dokumen PEB yang telah dicap fiat muat disebutkan nama eksportir pemilik/kuota “QQ” eksportir pemilik barang.

Pada tanggal 29 Agustus 2008 melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ/2008 peraturan mengenai kegiatan ekspor yang menggunakan nama.kuota ekportir lain tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

3)       Sewa Guna usaha dengan hak opsi.

Sewa guna usaha sesuai keputusan Menteri keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 17 November 1991 adalah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan opsi (finance lease) maupu sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee dalam jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Mekanisme pengenaan PPN:

a.        Perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi ditanda tangani oleh lessor dan lesse.
b.       Perjanjian jual beli barang modal sebagai objek perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi ditanda tangani oleh supplier dan lessor.
c.        Supplier menyerahkan barang modal kepada lessee sesuai dengan permintaan lessor.
d.       Supplier menyerahkan barang modal secara yuridis kepada lessor selaku pemegang hak milik atas barang modal yang menjadi objek perjanjian.
e.       Supplier membuat dan menyerahkan faktur pajak kepada lessor dengan menuliskan pada faktur pajak nama lessor qq lessee.
f.         Lessor membayar PPN kepada supplier, namun PPN ini bukan merupakan pajak masukan bagi lessor.
g.        Lessor menyerahkan faktur pajak kepada lessee agar supaya pajak masukan dapat dikreditkan oleh lessee.
h.       Lessor melakukan reimbursement atas faktur pajak yang telah dibayarkan kepada lessee.
Lebih lanjut mengenai perlakuan PPh dan PPN terhadap perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi yang berakhir menjadi lebih singkat dari masa sewa guna usaha yang diisyaratkan dalam pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 diatur melalui SE-10/PJ.42/1994.

4)       Kontrak kerja yang disubkan kepada pihak ketiga karena pihak utama selaku penandatangan kontrak tidak memiliki kemampuan secara langsung melaksanakan proyek dalam kontrak kerja

Pada dasarnya penggunaan metode qq pada Faktur Pajak Standar tidak diatur dalam Undang-Undang PPN, namun untuk lebih memberikan kemudahan dan pelayanan yang baik kepada Pengusaha Kena Pajak maka penggunaan metode qq pada Faktur Pajak Standar dapat dimungkinkan sepanjang Pengusaha Kena Pajak memiliki itikad baik dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan fiskus tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan fungsi pengawasannya.

sebenarnya penerbitan Faktur Pajak Standar dapat dilakukan dengan mekanisme biasa, namun pada kenyataannya banyak PKP yang mengajukan permohonan agar dapat menggunakan metode qq pada Faktur Pajak Standar dengan alasan kepraktisan, dan karena harga yang diajukan kontraktor utama kepada pemilik proyek adalah sama dengan harga yang diajukan oleh Sub Kontraktor kepada Kontraktor Utama (tidak terdapat perubahan harga, Kontraktor Utama hanya mendapat komisi saja). 

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka metode “QQ” pada faktur pajak dapat diterapkan dengan ketentuan sebagai berikut:


a.     Faktur Pajak Keluaran diterbitkan oleh Sub Kontraktor, pada kolom "Pembeli BKP/Penerima JKP" agar dicantumkan "Nama Kontraktor Utama qq Nama Pemilik Proyek". Alamat dan NPWP pada Faktur Pajak dicantumkan Nama dan Alamat Pemilik Proyek. Asli lembar kesatu Faktur Pajak tersebut hanya untuk Pemilik Proyek, sehingga dengan demikian yang berhak mengkreditkan Pajak Masukannya adalah Pemilik Proyek.
b.   PPN dipungut dan disetor oleh Pemilik Proyek selaku Badan Pemungut untuk dan atas nama Sub Kontraktor. Pada Surat Setoran Pajak (SSP), dicantumkan "Nama Kontraktor Utama qq Nama Sub Kontraktor". Alamat dan NPWP dicantumkan Alamat dan NPWP Sub Kontraktor. Sedangkan NPWP Kontraktor Utama dicantumkan di bawah kotak NPWP. Kolom KPP pada sudut kiri atas SSP dicantumkan KPP tempat Sub Kontraktor terdaftar/dikukuhkan. SSP lembar kesatu hanya untuk Sub Kontraktor.
c.    Kontraktor Utama selaku agen tidak berhak mengkreditkan atau meminta restitusi atas PPN yang dipungut oleh Pemilik Proyek selaku pemungut PPN untuk dan atas nama Sub Kontraktor. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Kontraktor Utama selaku agen hanya yang berhubungan langsung dengan jasa keagenan.
d.       Kontraktor Utama selaku agen wajib memungut PPN dan membuat Faktur Pajak atas penyerahan jasa keagenan sebesar 10% dari komisi yang diterima, dan menyetorkan serta melaporkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku (mekanisme biasa).
Pada tanggal 29 Agustus 2008 melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ/2008 peraturan mengenai “Kontrak kerja yang disubkan kepada pihak ketiga karena pihak utama selaku penandatangan kontrak tidak memiliki kemampuan secara langsung melaksanakan proyek dalam kontrak kerja “ tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pada SE-47/PJ/2008 mengenai pencabutan peraturan terkait dengan penggunaan metode “QQ” walupun tidak secara eksplisit disebutkan mengenai pencabutan SE-10/PJ.42/1994 atas metode qq dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi serta KMK-Nomor: 539/KMK.04/1990 mengenai penggunaan qq pada impor inden. 

Namun menurut hemat kami bahwa pada dasarnya pihak Direktorat Jenderal Pajak bermaksud untuk mencabut semua peraturan yang mengatur mengenai penggunaan faktur pajak dengan metode QQ dalam rangka mendukung terciptanya good governance sehingga jika kita menemukan transaksi dimana akan diterapkan metode “QQ” pada faktur pajak maka lebih baik jika kita menanyakan atau berkonsultasi terlebih dahulu dengan Kantor Pelayanan Pajak diwilayah kita masing masing.

Tulisan Dibawah ini berasal dari website :  Triyani : 
Dalam ‘pengantar’ SE tersebut disebutkan bahwa  Dalam rangka mendukung terciptanya ‘Good Governance’ , sehingga prinsip keadilan dan kepastian hukum peraturan perpajakan perlu dikedepankan. Untuk itu dipandang perlu menata ulang ‘ruling’ dan penafsiran terhadap peraturan perpajakan yang berpotensi menimbulkan distorsi dalam pelaksanaan pelaksanaan prinsip-prinsip hukum yang baik.
Membaca paragrap pembuka dalam SE tersebut, rasanya kita semua sangat setuju sekali (duhh.. inget ujian SD, Setuju, tidak setuju hihihi) dan mendukung upaya Dirjen Pajak agar  Prinsip keadilan dan kepastian hukum dalam peraturan perpajakan selalu dikedepankan agar tercipta “Good Governance” .  Dengan adanya prinsip keadilan dan kepastian hukum, tentu akan lebih mudah bagi kita, wajib pajak, menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Hmmm.. tapi kapan yah bisa tercipta kondisi seperti ini…. rasanya seperti mimpi :D (eitt.. sorry saya jadi ngomentarin ‘kata pengantarnya’).
Inti dari SE tersebut adalah sbb :
1. Mencabut beberapa SE Dirjen Pajak yaitu :
2. Seluruh Surat-surat penegasan yang diterbitkan yang memberikan ijin kepada PKP untuk dapat menerbitkan faktur pajak standart dengan metode QQ yang didasarkan pada SE tersebut (pada point 1-pen), dinyatakan tidak berlaku dan dicabut sejak SE-47 ini berlaku
Setelah membaca SE ini, teman-teman di tax-ina ada yang menanyakan tentang bagaimana perlakuan metode QQ dalam transaksi Leasing. Saya sendiri belum tahu bagaimana perlakuannya :)

Notes : Thanks to Yurnalis, moderator FP yang sudah sharing file ini pada hari yang sama dg tgl penandatanganan :)

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.