Senin, 16 November 2015

Wajib Pajak yang menerima penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf i harus memiliki SKTD untuk setiap kali penyerahan.

Untuk memperoleh SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), Wajib Pajak, Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia harus mengajukan permohonan SKTD kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak, bendahara pada Kementerian Pertahanan, bendahara pada Tentara Nasional Indonesia, atau bendahara pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdaftar dengan melampirkan rincian alat angkutan tertentu yang akan diimpor atau diperoleh.

Atas permohonan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKTD paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan SKTD diterima lengkap.

Pasal 9

(1)Pengusaha Kena Pajak yang melakukan:
penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2)Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan cap atau keterangan "PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI PP NOMOR 69 TAHUN 2015".

Pasal 10

(1)Atas impor alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, SKTD diserahkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan dilampiri Pemberitahuan Impor Barang serta dokumen impor lainnya.
(2)Pemberitahuan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan:
cap atau keterangan "PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI PP NOMOR 69 TAHUN 2015"; dan
nomor dan tanggal SKTD,
pada setiap lembar Pemberitahuan Impor Barang pada saat penyelesaian dokumen impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 12

(1)Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat membatalkan SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dalam hal:
terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam penerbitannya;

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Oktober 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.