Selasa, 05 April 2016


Belajar Memahami Usaha Broker Properti

Sebenarnya usaha broker properti sama halnya dengan usaha usaha lainnya di Indonesia. Tetapi memang usaha ini memiliki beberapa istilah yang tidak ada di usaha lain; seperti Co-Broking dan juga NAF, LISTING, MA 

Apa itu Co-broking ? Co-Broking adalah kerja sama dari dua broker properti (Biasanya berbentuk badan) dimana yang satu memiliki Listing tetapi yang menjual adalah Broker yang berbeda.

Listing itu apa ? yaitu daftar Aset yang mau dijual / disewakan dsb.

NAF ? yaitu biaya promosi bersama biasanya kantor pusat dari franchise ini mengadakan Promosi besar besaran dimana dananya ya berasal dari dana ini semua.

MA ? Marketing associate atau biasa yang kita kenal dengan SALES AGENT nya.

Lalu apa yang membuat karakteristik yang berbeda dari usaha ini ?
  1. Seperti layaknya usaha yang menggunakan sistem Frannchise maka ada sebagian keuntungna yang biasanya berjumlah 8% dari nilai komisi yang didapat oleh kantor setelah dikurangi dengan biaya co broking.
  2. Lalu perhitungan untuk MA nya sendiri seperti apa ? Sesuai dengan peraturan mengenai perhitungan PPH 21 , maka jelas sudah MA harus dikenakan sebagai Bukan Pegawai yang berkesinambungan jika memang MA tersebut mendapatkan penhasilan dari kantor yang sama lebih dari 1 kali. Atau bisa masuk sebagai Bukan Pegawai Bersifat Tidak Berkesinambungan jika memang MA hanya akan mendapatkan penghasilan dari kantor yang sama hanya 1 kali didalam 1 tahun.
  3. Biaya royalti yang dibayarkan kepada kantor pusat selalu dipotong PPH 23 sebesar 15% hal ini sesuai dengan PMK 141 tahun 2016 ini.
  4. Sedangkan NAF menurut saya seharusnya juga dipotong PPH 23 karena termasuk sebagai jasa iklan dengan tarif 2% dari nilai yang dibayarkan. 
  5. Biaya Co-Broking jelas merupakan objek PPH 23 sehingga sebelum diberikan kepada Co-Broker (Badan) maka harus dipotong PPH 23 sebesar 2% dari nilai yang diberikan. Karena kewajiban pemotong jelas berada dari pihak yang memberikan, dan piha yang menerima tidak boleh memotong dirinya sendiri.
  6. PPN hanya jika perusahaan telah melampaui omzet diatas Rp. 4.8 Miliar. atau jika perusahaan memang telah terdaftar sebagai PKP maka walaupun dibawah Rp. 4.8 Miliar perusahaan harus memungut PPN atas nilai tersebut.
Untuk jelasnya perhitungan Komisi dan Royalti ada baiknya melihat perhitungan dibawah ini :



0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.