Jumat, 30 Desember 2016

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

31 Desember 2003

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 852/PJ.341/2003

TENTANG

PENEGASAN PERLAKUAN PPh ATAS SEWA KAPAL

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menunjuk Surat Saudara Nomor XXX tanggal 19 Juni 2003 perihal Penjelasan Permohonan Keberatan/PK atas 
Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 15, bersama ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam Surat tersebut disampaikan hal-hal sebagai berikut:
a. PT. XYZ telah mengajukan permohonan keberatan atas pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 15 setiap bulan dari tahun pajak 2001 sampai dengan sekarang.
b. PT. XYZ telah melakukan perjanjian penitipan dan pemanfaatan Tanker Penyimpanan Minyak Ladinda milik AAA, sebuah Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. 

Untuk itu PT. XYZ akan menerima komisi sebesar Rp. 15.000.000 setiap bulan dari AAA.
c. BCA, sebuah BUT di Indonesia, adalah perusahaan yang menyewa Ladinda.
c. AAA telah menerbitkan invoice disertai faktur pajak PPN kepada PT. XYZ, kemudian PT. XYZ juga menerbitkan invoice dalam jumlah yang sama kepada BCA.
d. BCA memotong PPh sebesar 1,2% final berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/96.
e. PT. XYZ memotong PPh sebesar 2,64% final berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan  Nomor 417/KMK.04/96 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tanggal 29 Februari 1996.
f. PT. XYZ berpendapat telah terjadi dua kali pemotongan pajak atas obyek yang sehingga mengajukan keberatan/PK kepada Kanwil V DJP Jaya II.
g. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, Saudara memandang perlu untuk memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam angka 3 dan 4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.43/1999 tanggal 1999 tentang Bukti Pemotongan PPh atas Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri dengan menggunakan sistem qq dijelaskan bahwa dalam hal jasa pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri dilakukan dengan menggunakan sistem qq. maka bukti pemotongan PPh final atas transaksi yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri juga harus dilakukan dengan menggunakan sistem qq, dan harus memenuhi syarat-syarat seperti dalam Surat Edaran tersebut.
h. Terhadap Surat Permohonan Keberatan/PK dari PT. XYZ yang terdahulu telah Saudara proses dengan uraian sebagai berikut:
  • AAA sebagai BUT berkewajiban memotong PPh Pasal 23 atas komisi yang diberikan kepada PT. XYZ setiap bulannya;
  • AAA dapat menerbitkan invoice/tagihan kepada BCA dengan menggunakan sistem qq, sehingga PT. XYZ tidak perlu lagi menerbitkan invoice/tagihan kepada BCA;
  • BCA dapat memotong PPh Pasal 15 Final atas jasa pelayaran luar negeri sebesar 2,64% dan menerbitkan bukti potong PPh Pasal 15 final kepada AAA qq PT. XYZ;
  • Mengusulkan kepada KPP Badora agar BCA menerbitkan bukti potong PPh Pasal 15 Final kepada AAA atas jasa pelayaran dalam negeri dengan sistem qq.

2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh) beserta penjelasannya antara lain diatur bahwa:
a. Pasal 4 ayat (1) huruf i
Obyek pajak adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
b. Pasal 15
Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan.
c. Pasal 23 ayat (1) huruf c
Atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas angka 1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
d. Pasal 23 ayat (2)
Besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau penerbangan Luar Negeri antara lain diatur bahwa:
a. Pasal 1
Yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
b. Pasal 2
Ayat (2), Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dan/atau penerbangan luar negeri adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. Ayat (3), Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.

4. Dalam Lampiran I dan II Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ/2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 antara lain diatur bahwa:
a. Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah:
- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 1996 dan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat;
- Jasa perantara;
b. Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk jasa lain tersebut pada huruf a adalah sebesar 
40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
c. Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak.

5. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996, ditegaskan bahwa:  Butir 2, Wajib Pajak yang dicakup dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan yang bertempat kedudukan di luar  negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

6. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.43/1999 tentang Bukti Pemotongan PPh Final atas Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri Dengan menggunakan Sistem QQ, ditegaskan bahwa: Butir 2, Dalam hal penghasilan Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang membayar atau pihak mencharter:
- Wajib memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti;
- Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana dimaksud pada Lampiran I SE-32/PJ.4/1996.

Butir 3, dalam hal jasa pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri dilakukan dengan menggunakan sistem qq, maka bukti pemotongan PPh final atas transaksi yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri juga harus dilakukan dengan menggunakan sistem qq, yaitu dengan cara memakai nama agen qq perusahaan pelayaran dan dengan mencantumkan alamat perusahaan pelayaran. Selanjutnya pada kotak NPWP ditulis NPWP perusahaan pelayaran dan dibawahnya ditulis  NPWP agen.

Butir 4, Jasa pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang dilakukan dengan menggunakan sistem qq, dalam pelaksanaannya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 

- Pemberi hasil adalah pihak yang mencharter kapal;
- Penerima hasil adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran luar negeri yang memperoleh imbalan atau nilai pengganti sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang  berdasarkan perjanjian charter (termasuk awak kapal);
- Agen adalah pihak yang menerima pembayaran yang dalam hal ini hanya bertindak sebagai perantara, dengan memperoleh imbalan berupa komisi dari perusahaan pelayaran. Hal ini  harus jelas disebutkan dalam kontraknya.

7. Dalam terminologi jasa angkutan kapal (lautan dan udara), dikenal beberapa jenis charter/sewa, yaitu:
a. Sewa berdasarkan pemakaian ruang (space charter);
b. Sewa berdasarkan pemakaian waktu (time charter);
c. Sewa kapal tanpa awak (bareboat charter);
d. Sewa kapal dengan awak (fully-manned basis).

8. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini kami tegaskan hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila charter/sewa kapal Ladinda didasarkan atas pemakaian ruang, waktu dan/atau sewa dengan awaknya dan digunakan untuk pengangkutan orang dan atau barang yang dimuat dari  satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke  pelabuhan di luar negeri, maka perlakuan perpajakannya sesuai ketentuan Pasal 15 UU PPh jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 sebagaimana ditegaskan lebih lanjut dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996. Dengan demikian penghasilan yang diterima AAA dari BCA merupakan imbalan jasa angkutan laut.

Untuk itu BCA wajib:
- memotong Pajak Penghasilan Pasal 15 sebesar 2,64% bersifat final dari jumlah bruto imbalan;
- memberikan bukti pemotongan PPh atas imbalan yang dibayarkan/terutang kepada Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (Final), kepada AAA;
b. Apabila charter/sewa kapal Ladinda didasarkan atas sewa kapal tanpa awak, maka perlakuan perpajakannya sesuai ketentuan Pasal 23 Ayat (1) Huruf c UU PPh. Dengan demikian penghasilan yang diterima AAA merupakan penghasilan sewa atau penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Untuk itu BCA wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 40% atau 6% (enam persen) dari jumlah imbalan bruto tidak termasuk PPN;

c. Atas penghasilan jasa perantara yang diterima PT. XYZ dari AAA, AAA wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 40% atau 6% (enam persen) dari jumlah imbalan bruto tidak termasuk PPN;

d. Dalam hal Invoice/tagihan dari PT. XYZ kepada BCA menggunakan sistem qq, maka bukti pemotongan PPh final juga harus dilakukan dengan menggunakan sistem qq, yaitu dengan nama PT. XYZ qq AAA dan dengan mencantumkan alamat AAA. Selanjutnya pada kotak NPWP ditulis NPWP AAA dan dibawahnya ditulis NPWP PT. XYZ."

Demikian pendapat kami untuk pertimbangan Saudara.

DIREKTUR,

ttd

SURJOTAMTOMO SOEDIRDJO

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.