Jumat, 30 Desember 2016

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK - NOMOR SE - 27/PJ.4/1995

TENTANG

NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS PENGHASILAN NETO BAGI WAJIB PAJAK YANG BERGERAK DI BIDANG USAHA PELAYARAN ATAU PENERBANGAN (SERI PPh UMUM NO. 11)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 181/KMK.04/1995 tanggal 1 Mei 1995 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Netto Bagi Wajib Pajak Yang Bergerak Di Bidang Usaha Pelayaran Dan Penerbangan, untuk kelancaran Pelaksanaan Keputusan tersebut, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

1. Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran atau penerbangan dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk usaha Tetap (BUT) di Indonesia dan Wajib Pajak Perusahaan pelayaran atau Penerbangan dalam negeri yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter.

2. Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri seperti tersebut di atas adalah semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri. Dengan demikian tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri tersebut dari pengangkutan orang dan/atau barang di luar negeri dan dari pelabuhan diluar negeri ke pelabuhan di Indonesia.

3. Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan Pelayaran atau Penerbangan dalam negeri berdasarkan perjanjian charter yang dijadikan dasar penghitungan norma penghasilan netto untuk kepentingan pemotongan PPh sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini adalah semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

4. Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian charter kapal atau pesawat udara meliputi semua bentuk charter. Khusus mengenai sewa ruangan kapal atau pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang ("space charter'), apabila sewa tersebut meliputi lebih dari 50% (lima puluh Persen) dari kapasitas angkut atau pesawat terbang yang disewa, maka sewa tersebut digolongkan sebagai charter.

5. Besarnya norma penghasilan neto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri dan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada butir 2 dan butir 3 sebesar 6% (enam persen) dari peredaran bruto. Besarnya PPh yang Wajib dilunasi Wajib Pajak Perusahaan pelayaran atau Penerbangan luar negeri seperti tersebut pada butir 1 adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto, bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan dalam negeri berdasarkan perjanjian charter adalah sebesar 1,8% (satu koma delapan persen ) dari peredaran bruto.

6. Pelunasan atau pembayaran PPh sebagaimana dimaksud pada butir 5 dilakukan sebagai berikut :

6.1 Bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri dibayar sendiri oleh Wajib Pajak melalui PPh Pasal 25/Pasal 29 dan Pasal 26, kecuali atas imbalan atau nilai pengganti yang diterima sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang berdasarkan perjanjian charter, dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayarkan imbalan atau nilai pengganti.
Pelunasan atau pembayaran PPh melalui pemotongan atas nilai pengganti atau imbalan yang dibayarkan kepada perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri seperti tersebut di atas adalah bersifat final.

6.2 Bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang berdasarkan perjanjian charter, dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayarkan imbalan atau nilai pengganti.

Pemotongan PPh atas nilai pengganti atau imbalan kepada Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan dalam negeri berdasarkan perjanjian charter tersebut di atas merupakan pembayaran pendahuluan PPh yang dapat di kreditkan dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun Pajak yang bersangkutan.

7. Perlu ditegaskan bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau Penerbangan dalam negeri berdasarkan perjanjian charter pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan di Indonesia tidak harus dilakukan pemotongan PPh sebagaimana dimaksud dalam butir 6.2 tetapi penghasilan tersebut Wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

8. Pelunasan atau pembayaran PPh sebagaimana ditegaskan di atas, bagi perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995, sedangkan bagi perusahaan pelayaran atau penerbangan dalam negeri berdasarkan perjanjian charter mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1995

9. Terhitung Mulai tanggal sebagaimana disebut dalam butir 8,maka pengenaan PPh kepada Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan sebagaimana ditegaskan dalam Surat-Surat Edaran sebelumnya, dinyatakan tidak berlaku lagi.

10. Untuk kelancaran pelaksanaan Surat Edaran ini, Kepala KPP agar memberikan penjelasan kepada para Wajib Pajak yang bersangkutan yang terdaftar di KPP masing-masing.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

FUAD BAWAZIER

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.