Kamis, 08 Desember 2016

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
12 Juni 2003

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 316/PJ.42/2003

TENTANG

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUSAHAAN PELAYARAN LUAR NEGERI YANG TIDAK MEMPUNYAI BUT

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 2 Oktober 2002 perihal PPh Perusahaan Pelayaran 
Luar Negeri Yang Tidak Mempunyai BUT, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam surat Saudara dikemukakan bahwa:
a. PT Perusahaan Pelayaran ABC akan menggunakan jasa angkutan (freight) perusahaan 
pelayaran luar negeri yang berkedudukan di Honduras yang tidak mempunyai BUT di 
Indonesia;
b. Saudara menanyakan hal-hal berikut:
- Berapa tarif PPh yang harus dipungut ABC dari perusahaan pelayaran Honduras atas 
pembayaran jasa pengangkutan barang dalam jalur internasional (Tokyo-Hongkong)?
- Berapa tarif PPh yang harus dipungut atas pembayaran jasa pengangkutan barang 
dari pelabuhan di Indonesia (Tanjung Priok) ke pelabuhan di luar negeri (Hongkong)?

2. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan 
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000, atas penghasilan 
berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, dengan nama dan dalam bentuk 
apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, 
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perusahaan perwakilan luar negeri lainnya kepada 
Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua 
puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.

3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan 
Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dan/atau Penerbangan Luar Negeri:

Pasal 2 ayat (2)
Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar 
negeri adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto yaitu semua 
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak 
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang 
yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia 
ke pelabuhan di luar negeri.

Pasal 2 ayat (3)
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.

4. Berdasarkan 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tanggal 29 Agustus 1996 
tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Bergerak Di Bidang 
Usaha Pelayaran Dan/Atau Penerbangan Luar Negeri ditegaskan bahwa:

Butir 2
Wajib Pajak yang dicakup dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 adalah Wajib 
Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang 
melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Butir 3
Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri adalah semua 
nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang 
yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia 
ke pelabuhan di luar negeri. Dengan demikian tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima 
atau diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut dari pengangkutan 
orang dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.

5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut:
a. Subjek Pajak dalam negeri yang menggunakan jasa pelayaran luar negeri wajib memotong/
memungut pajak atas pembayaran transaksi sebesar 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat 
final dalam hal perusahaan pelayaran luar negeri tersebut mempunyai Bentuk Usaha Tetap 
(BUT) di Indonesia.
b. Dalam hal Wajib Pajak luar negeri tersebut tidak mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia 
serta berkedudukan di negara yang tidak memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda 
(P3B) dengan Indonesia, maka Subjek Pajak dalam negeri yang terutang atas jasa pelayaran 
tersebut wajib memotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto yang 
dibayarkan.

Demikian penegasan kami harap maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.