DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
12 Juni 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 316/PJ.42/2003
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUSAHAAN PELAYARAN LUAR NEGERI YANG TIDAK MEMPUNYAI BUT
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 2 Oktober 2002 perihal PPh Perusahaan Pelayaran
Luar Negeri Yang Tidak Mempunyai BUT, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat Saudara dikemukakan bahwa:
a. PT Perusahaan Pelayaran ABC akan menggunakan jasa angkutan (freight) perusahaan
pelayaran luar negeri yang berkedudukan di Honduras yang tidak mempunyai BUT di
Indonesia;
b. Saudara menanyakan hal-hal berikut:
- Berapa tarif PPh yang harus dipungut ABC dari perusahaan pelayaran Honduras atas
pembayaran jasa pengangkutan barang dalam jalur internasional (Tokyo-Hongkong)?
- Berapa tarif PPh yang harus dipungut atas pembayaran jasa pengangkutan barang
dari pelabuhan di Indonesia (Tanjung Priok) ke pelabuhan di luar negeri (Hongkong)?
2. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000, atas penghasilan
berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perusahaan perwakilan luar negeri lainnya kepada
Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua
puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.
3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan
Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dan/atau Penerbangan Luar Negeri:
Pasal 2 ayat (2)
Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar
negeri adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto yaitu semua
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang
yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia
ke pelabuhan di luar negeri.
Pasal 2 ayat (3)
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.
4. Berdasarkan 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tanggal 29 Agustus 1996
tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Bergerak Di Bidang
Usaha Pelayaran Dan/Atau Penerbangan Luar Negeri ditegaskan bahwa:
Butir 2
Wajib Pajak yang dicakup dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 adalah Wajib
Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang
melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Butir 3
Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri adalah semua
nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang
yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia
ke pelabuhan di luar negeri. Dengan demikian tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima
atau diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut dari pengangkutan
orang dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.
5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut:
a. Subjek Pajak dalam negeri yang menggunakan jasa pelayaran luar negeri wajib memotong/
memungut pajak atas pembayaran transaksi sebesar 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat
final dalam hal perusahaan pelayaran luar negeri tersebut mempunyai Bentuk Usaha Tetap
(BUT) di Indonesia.
b. Dalam hal Wajib Pajak luar negeri tersebut tidak mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia
serta berkedudukan di negara yang tidak memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) dengan Indonesia, maka Subjek Pajak dalam negeri yang terutang atas jasa pelayaran
tersebut wajib memotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto yang
dibayarkan.
Demikian penegasan kami harap maklum.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,
ttd
SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
12 Juni 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 316/PJ.42/2003
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUSAHAAN PELAYARAN LUAR NEGERI YANG TIDAK MEMPUNYAI BUT
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 2 Oktober 2002 perihal PPh Perusahaan Pelayaran
Luar Negeri Yang Tidak Mempunyai BUT, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat Saudara dikemukakan bahwa:
a. PT Perusahaan Pelayaran ABC akan menggunakan jasa angkutan (freight) perusahaan
pelayaran luar negeri yang berkedudukan di Honduras yang tidak mempunyai BUT di
Indonesia;
b. Saudara menanyakan hal-hal berikut:
- Berapa tarif PPh yang harus dipungut ABC dari perusahaan pelayaran Honduras atas
pembayaran jasa pengangkutan barang dalam jalur internasional (Tokyo-Hongkong)?
- Berapa tarif PPh yang harus dipungut atas pembayaran jasa pengangkutan barang
dari pelabuhan di Indonesia (Tanjung Priok) ke pelabuhan di luar negeri (Hongkong)?
2. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000, atas penghasilan
berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perusahaan perwakilan luar negeri lainnya kepada
Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua
puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.
3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan
Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dan/atau Penerbangan Luar Negeri:
Pasal 2 ayat (2)
Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar
negeri adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto yaitu semua
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang
yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia
ke pelabuhan di luar negeri.
Pasal 2 ayat (3)
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.
4. Berdasarkan 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tanggal 29 Agustus 1996
tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Bergerak Di Bidang
Usaha Pelayaran Dan/Atau Penerbangan Luar Negeri ditegaskan bahwa:
Butir 2
Wajib Pajak yang dicakup dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 adalah Wajib
Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang
melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Butir 3
Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri adalah semua
nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang
yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia
ke pelabuhan di luar negeri. Dengan demikian tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima
atau diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut dari pengangkutan
orang dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.
5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut:
a. Subjek Pajak dalam negeri yang menggunakan jasa pelayaran luar negeri wajib memotong/
memungut pajak atas pembayaran transaksi sebesar 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat
final dalam hal perusahaan pelayaran luar negeri tersebut mempunyai Bentuk Usaha Tetap
(BUT) di Indonesia.
b. Dalam hal Wajib Pajak luar negeri tersebut tidak mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia
serta berkedudukan di negara yang tidak memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) dengan Indonesia, maka Subjek Pajak dalam negeri yang terutang atas jasa pelayaran
tersebut wajib memotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto yang
dibayarkan.
Demikian penegasan kami harap maklum.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,
ttd
SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
0 komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.