Jumat, 08 Agustus 2025

 

Kata Pengantar


Lanskap ekonomi kreatif di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, menjadi salah satu pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Di balik setiap karya musik, tulisan, atau inovasi lainnya, terdapat hak-hak yang melekat pada penciptanya, yang salah satunya diwujudkan dalam bentuk royalti. Namun, kompleksitas hukum dan perpajakan yang mengaturnya seringkali menjadi tantangan besar, baik bagi para kreator yang ingin mendapatkan haknya maupun bagi para pelaku usaha yang memanfaatkan karya tersebut.

Laporan ini disusun dengan tujuan untuk memberikan panduan yang komprehensif, terstruktur, dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai seluk-beluk perpajakan dan aspek hukum terkait royalti di Indonesia. Laporan ini merupakan hasil perpaduan analisis regulasi yang berlaku dengan pengalaman praktis di lapangan, dirancang untuk mengurai kerumitan menjadi informasi yang jelas dan mudah dipahami. Tujuannya adalah agar para pencipta, pemilik hak terkait, dan pengguna komersial memiliki peta jalan yang solid untuk menavigasi kewajiban dan hak mereka.

Diharapkan, laporan ini dapat menjadi referensi yang berharga bagi para musisi, penulis, penerbit, pemilik restoran, kafe, hingga tim keuangan perusahaan. Dengan pemahaman yang mendalam mengenai dasar hukum, mekanisme pembayaran, hingga tata cara perhitungan dan pelaporan pajak yang benar, setiap pihak dapat beroperasi dalam ekosistem kreatif yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Laporan ini akan membahas setiap aspek secara rinci, mulai dari definisi dasar hingga tantangan masa depan yang dihadirkan oleh teknologi baru seperti Kecerdasan Buatan (AI).


Bab 1: Pengetahuan Umum & Dasar Hukum Royalti di Indonesia



1.1. Apa Itu Royalti? Mengurai Konsep Dasar dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi.


Dalam konteks hukum dan ekonomi, royalti didefinisikan sebagai imbalan yang diberikan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan, produk hak terkait, atau bentuk kekayaan intelektual lainnya.1 Konsep ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang secara tegas melindungi hak eksklusif pencipta dan pemilik hak terkait. Ruang lingkup royalti sangat luas, mencakup imbalan atas penggunaan hak cipta di bidang kesusastraan (tulisan), lagu dan/atau musik, serta hak terkait atas hasil rekaman dan pertunjukan.

Pada tahun 2021, pemerintah secara khusus menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.2 Peraturan ini menjadi landasan hukum yang krusial karena secara eksplisit mengatur berbagai bentuk layanan publik yang bersifat komersial yang wajib membayar royalti atas pemanfaatan lagu dan/atau musik. Kategori pengguna komersial ini mencakup, namun tidak terbatas pada, restoran, kafe, pub, bar, diskotek, konser musik, bioskop, bank, kantor, hingga transportasi seperti pesawat, bus, dan kereta api.2 Keberadaan PP ini menunjukkan upaya pemerintah untuk menjembatani perlindungan hak cipta yang bersifat abstrak dengan realitas ekonomi, menciptakan mekanisme konkret yang memastikan kompensasi finansial yang adil bagi para kreator dan pemilik hak.

Penting untuk membedakan antara Hak Cipta dan Hak Terkait, karena keduanya memiliki perlakuan hukum dan skema royalti yang berbeda. Hak Cipta adalah hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta secara otomatis saat sebuah karya orisinal terwujud. Contohnya adalah hak seorang penulis atas bukunya atau hak seorang komposer atas melodinya. Sementara itu, Hak Terkait adalah hak yang diberikan kepada pelaku pertunjukan (seperti penyanyi atau musisi), produser fonogram (pihak yang memproduksi rekaman), dan lembaga penyiaran atas karya mereka.4 PP No. 56 Tahun 2021 dan peraturan turunannya mengelola royalti dari kedua jenis hak ini, memastikan bahwa semua pihak yang berkontribusi dalam penciptaan dan penyebaran karya mendapatkan imbalan yang proporsional.


1.2. Mengapa Saya Harus Membayar? Mengenal Peran Krusial Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).


Kewajiban untuk membayar royalti bagi pengguna komersial sering kali menimbulkan kebingungan. Terkadang, para pemilik bisnis beranggapan bahwa izin langsung dari musisi atau berlangganan layanan streaming pribadi sudah cukup. Namun, hal ini tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan amanat Undang-Undang Hak Cipta, dibentuklah Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang berfungsi sebagai institusi nirlaba untuk mengelola hak ekonomi para pencipta dan pemilik hak terkait.4

LMKN memiliki kewenangan sentral untuk mengumpulkan royalti dari para pengguna komersial dan mendistribusikannya kembali kepada para pemegang hak.4 Peran LMKN ini sangat strategis. Dari sisi pengguna, LMKN menyederhanakan proses perizinan. Tanpa LMKN, sebuah kafe atau restoran yang ingin memutar jutaan lagu dari ribuan musisi harus mengurus lisensi satu per satu, sebuah proses yang mustahil dan tidak efisien. Melalui LMKN, pengguna cukup membayar satu kali lisensi untuk seluruh katalog musik yang dikelola oleh lembaga tersebut.6

Dari sisi pencipta dan pemilik hak terkait, LMKN memastikan bahwa royalti dapat terkumpul dan terdistribusi secara transparan, proporsional, dan adil.4 Hal ini memungkinkan mereka untuk fokus pada penciptaan karya baru tanpa harus membuang waktu dan sumber daya untuk mengumpulkan royalti dari setiap pengguna.5 Adanya mekanisme sentralisasi ini juga menghindari potensi polemik hukum baru yang bisa timbul jika terjadi kesepakatan-kesepakatan individual yang tidak terstruktur.6 Jadi, LMKN tidak hanya mempermudah, tetapi juga menjadi instrumen mitigasi risiko bagi seluruh ekosistem.


1.3. Tarif & Mekanisme: Berapa yang Harus Dibayar? Studi Kasus Restoran, Kafe, dan Lainnya.


Besaran tarif royalti untuk penggunaan komersial ditetapkan melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM dan diatur secara rinci. Peraturan ini mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk rujukan internasional, masukan dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan pengguna, serta prinsip kepatutan dan rasa keadilan.7

Berikut adalah simulasi perhitungan yang sering digunakan untuk berbagai jenis usaha, khususnya di sektor F&B, berdasarkan tarif yang berlaku:


Tabel 1.3.1: Rincian Tarif Royalti Hak Cipta & Hak Terkait untuk Penggunaan Komersial


Kategori Pengguna

Satuan Perhitungan

Tarif Hak Cipta

Tarif Hak Terkait

Total Tarif (per tahun)

Restoran & Kafe

Per kursi/tahun

Rp60.000

Rp60.000

Rp120.000

Pub, Bar, Bistro

Per m²/tahun

Rp180.000

Rp180.000

Rp360.000

Diskotek, Klub Malam

Per m²/tahun

Rp250.000

Rp180.000

Rp430.000

Seminar & Konferensi

Per hari

Rp500.000 (lumpsum)

-

Rp500.000 (lumpsum)

Nada Tunggu Telepon

Per sambungan/tahun

Rp100.000

-

Rp100.000

Bank & Kantor

Per m²/tahun

Rp6.000

-

Rp6.000

Catatan: Data tarif dapat berubah sesuai dengan keputusan resmi terbaru dari LMKN dan Kementerian Hukum dan HAM.

Contoh Simulasi Perhitungan Royalti untuk Restoran/Kafe:

Dengan menggunakan tarif per kursi per tahun yang sebesar Rp120.000 (Rp60.000 untuk Hak Cipta dan Rp60.000 untuk Hak Terkait), maka dapat dilakukan simulasi sebagai berikut 6:

  • Kafe kecil dengan 20 kursi: Biaya royalti yang harus dibayar adalah 20 kursi x Rp120.000 = Rp2.400.000 per tahun.

  • Restoran sedang dengan 50 kursi: Biaya royalti yang harus dibayar adalah 50 kursi x Rp120.000 = Rp6.000.000 per tahun.

  • Restoran besar dengan 100 kursi: Biaya royalti yang harus dibayar adalah 100 kursi x Rp120.000 = Rp12.000.000 per tahun.

Perlu ditekankan bahwa perhitungan di atas adalah untuk pembayaran royalti murni dan belum termasuk aspek perpajakan. Pembayaran royalti ini berlaku untuk semua bentuk penggunaan musik di ruang publik, termasuk musik yang diputar melalui speaker, live music, atau media digital lainnya.8

Prosedur pembayaran royalti kini dapat dilakukan dengan mudah melalui sistem digital LMKN. Pengguna cukup mendaftarkan usahanya dan membayar sesuai dengan proforma invoice yang diberikan.6 Setelah pembayaran, LMKN akan menerbitkan sertifikat lisensi dan faktur sebagai bukti sah.9 Pembayaran royalti ini wajib dilakukan minimal satu kali dalam setahun.8


1.4. Mengenal Mekanisme Keringanan dan Alternatif Penggunaan Musik.


Pihak LMKN menyadari bahwa tidak semua pelaku usaha memiliki kapasitas finansial yang sama, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Oleh karena itu, tersedia mekanisme keringanan atau pembebasan tarif royalti yang dapat diajukan secara resmi kepada LMKN.10 Langkah ini merupakan pengakuan bahwa ekosistem kreatif harus inklusif dan tidak boleh memberatkan pelaku usaha kecil.

Selain itu, terdapat beberapa cara legal yang dapat ditempuh oleh pelaku usaha untuk menghindari kewajiban pembayaran royalti, yaitu:

  1. Menggunakan Musik Bebas Royalti (Royalty-Free): Terdapat banyak platform yang menyediakan musik berlisensi royalty-free atau Creative Commons yang memperbolehkan penggunaan komersial.10

  2. Menciptakan Karya Musik Sendiri: Cara yang paling aman adalah dengan memproduksi musik orisinal untuk diputar di tempat usaha.10

  3. Menggunakan Suara Alam Orisinal: Memutar suara alam yang direkam secara orisinal oleh pengguna juga diperbolehkan. Namun, perlu hati-hati agar rekaman suara alam tersebut bukan merupakan karya kreatif orang lain yang telah diolah menjadi sebuah harmoni.6


Bab 2: Panduan Lengkap Perpajakan Atas Royalti



2.1. Perpajakan Royalti dari Dalam Negeri: Siapa Memotong, Kapan, dan Berapa?


Penghasilan dari royalti yang dibayarkan dari dalam negeri merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh). Pihak yang membayarkan royalti, baik itu perusahaan, penerbit, maupun penyelenggara acara, memiliki kewajiban sebagai pemotong PPh. PPh yang dipotong ini bersifat tidak final, artinya dapat menjadi kredit pajak bagi pihak penerima royalti untuk mengurangi PPh terutang di akhir tahun.1


2.1.1. Perpajakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP).


Secara umum, penghasilan royalti yang diterima oleh WPOP dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.1 Namun, terdapat pengecualian penting yang memberikan keringanan signifikan bagi para pekerja bebas di sektor kreatif. Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2023, tarif efektif pajak royalti bagi WPOP yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) turun menjadi 6%.13

Mekanisme ini bekerja dengan menetapkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 sebesar 40% dari jumlah royalti bruto, bukan 100%.14 Sehingga, perhitungan PPh Pasal 23 yang dipotong menjadi

15%×40%×jumlah royalti bruto, yang menghasilkan tarif efektif 6%.

Syarat untuk mendapatkan keringanan ini adalah:

  1. Merupakan WPOP dengan penghasilan bruto di bawah Rp 4,8 miliar.

  2. Telah memberitahukan penggunaan NPPN kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) paling lambat 3 bulan sejak awal tahun pajak (maksimal 31 Maret setiap tahun).17

  3. Pihak pemotong royalti telah menerima fotokopi bukti penerimaan surat pemberitahuan penggunaan NPPN tersebut.14

Konsekuensi tidak menggunakan NPPN

Jika seorang pencipta tidak melaporkan penggunaan NPPN, pihak pemotong pajak akan tetap mengenakan tarif PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto penuh.17 Hal ini dapat merugikan pencipta, karena pemotongan pajak yang lebih besar akan terjadi di muka. Perlakuan ini juga dapat mengindikasikan bahwa pencipta dianggap menyelenggarakan pembukuan.

Contoh Perhitungan Komprehensif (WPOP dengan NPPN)

Mari kita gunakan contoh seorang penulis bernama Tuan J. Ia menerima royalti sebesar Rp1 miliar dalam satu tahun pajak dari sebuah penerbit. Tuan J telah memberitahukan penggunaan NPPN kepada KPP dan menyerahkan bukti pemberitahuan kepada penerbit. NPPN yang berlaku untuk penulis adalah 50% dari penghasilan bruto.17 Status Tuan J adalah lajang tanpa tanggungan (PTKP Rp54.000.000).

  1. Pemotongan PPh Pasal 23 oleh Penerbit:

  • PPh Pasal 23 = 15%×(40%×Rp1.000.000.000)=Rp60.000.000.18

  • Penerbit wajib memotong, menyetor, dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 ini untuk Tuan J.16

  1. Perhitungan PPh Terutang di SPT Tahunan WPOP:

  • Penghasilan Bruto = Rp1.000.000.000

  • Penghasilan Neto = 50%×Rp1.000.000.000=Rp500.000.000.18

  • Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Penghasilan Neto - PTKP = Rp500.000.000 - Rp54.000.000 = Rp446.000.000.18

  • PPh Terutang Setahun (sesuai tarif progresif Pasal 17 UU PPh):

  • 5%×Rp60.000.000=Rp3.000.000

  • 15%×(Rp250.000.000−Rp60.000.000)=Rp28.500.000

  • 25%×(Rp446.000.000−Rp250.000.000)=Rp49.000.000

  • Total PPh Terutang = Rp80.500.000.18

  1. Kredit Pajak dan Status Akhir:

  • Tuan J memiliki kredit pajak dari PPh Pasal 23 yang telah dipotong sebesar Rp60.000.000.

  • Pajak yang masih harus dibayar (Kurang Bayar) = PPh Terutang - Kredit Pajak = Rp80.500.000 - Rp60.000.000 = Rp20.500.000.18

Peraturan yang memberikan tarif efektif 6% ini merupakan insentif strategis dari pemerintah untuk mendukung sektor kreatif. Skema ini menyederhanakan administrasi dan memberikan keringanan pajak yang substansial, mengakui karakteristik penghasilan pekerja bebas yang seringkali tidak teratur dan fluktuatif.


2.1.2. Perpajakan bagi Wajib Pajak Badan (WP Badan).


Penghasilan royalti yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.1 Berbeda dengan WPOP, skema NPPN tidak berlaku bagi WP Badan.

Mekanisme Kredit Pajak:

PPh Pasal 23 yang telah dipotong oleh pihak pembayar bersifat tidak final dan dapat dikreditkan oleh WP Badan penerima royalti di akhir tahun pajak untuk mengurangi PPh Badan terutang.1

Contoh Perhitungan PPh Badan:

Jika PT Jaya Segar membayar royalti sebesar Rp1 miliar kepada PT Manis Madu, maka PPh Pasal 23 yang terutang dan wajib dipotong adalah 15%×Rp1.000.000.000=Rp150.000.000.1 PT Manis Madu akan menerima bukti potong ini dan menggunakannya sebagai kredit pajak dalam perhitungan PPh Badan di SPT Tahunan.1


2.2. Perpajakan Royalti dari Luar Negeri: Memahami PPh Pasal 26 dan P3B.


Transaksi royalti tidak jarang terjadi lintas batas negara, sehingga implikasi perpajakannya menjadi lebih kompleks.


2.2.1. Penghasilan Royalti yang Diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri.


Ketika sebuah perusahaan di Indonesia membayar royalti kepada Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN), penghasilan tersebut dikenakan pemotongan PPh Pasal 26. Tarif umum PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% dari penghasilan bruto dan bersifat final.20

Namun, tarif ini dapat menjadi lebih rendah jika Indonesia memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty dengan negara domisili WPLN tersebut.21 Tujuan utama P3B adalah untuk mencegah pengenaan pajak berganda atas satu objek pajak yang sama. Sebagai contoh, P3B antara Indonesia dan Singapura mengatur tarif royalti menjadi 8% atau 10%.22 Untuk dapat memanfaatkan tarif P3B yang lebih rendah, WPLN wajib menyerahkan Surat Keterangan Domisili (SKD) yang sah kepada pihak pemotong di Indonesia.23

Contoh Perhitungan PPh Pasal 26:

  • Tanpa P3B: Sebuah penerbit di Indonesia membayar royalti sebesar Rp50.000.000 kepada seorang penulis di negara yang tidak memiliki P3B. PPh Pasal 26 yang dipotong adalah 20%×Rp50.000.000=Rp10.000.000.

  • Dengan P3B: Penerbit yang sama membayar royalti Rp50.000.000 kepada seorang penulis di Armenia yang telah menyerahkan SKD valid. Berdasarkan P3B Indonesia-Armenia, tarif royalti adalah 10%.24 PPh Pasal 26 yang dipotong adalah
    10%×Rp50.000.000=Rp5.000.000.


2.2.2. Penghasilan Royalti yang Diterima oleh Wajib Pajak Dalam Negeri.


Apabila seorang pencipta atau perusahaan di Indonesia menerima penghasilan royalti dari luar negeri, penghasilan tersebut tetap terutang pajak di Indonesia sesuai dengan prinsip worldwide income. Untuk menghindari pajak berganda, Wajib Pajak Dalam Negeri dapat memanfaatkan mekanisme kredit pajak luar negeri yang diatur dalam PPh Pasal 24. Jumlah kredit pajak yang dapat dimanfaatkan adalah yang terendah antara PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri, jumlah PPh yang terutang di Indonesia atas penghasilan tersebut, atau batasan tertentu yang diatur dalam UU PPh.23


2.3. Prosedur Administrasi Perpajakan: Dari Bukti Potong hingga Pelaporan.


Kewajiban pihak pemotong pajak (pembayar royalti) tidak berhenti pada pemotongan saja. Ada tiga tahapan utama yang wajib dipenuhi: memotong, menyetor, dan melaporkan.1

Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan:

  • Pajak yang telah dipotong wajib disetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.12 Penyetoran dilakukan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan Kode Akun Pajak (KAP) 411124 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 103 untuk royalti.12

  • Pemotongan pajak tersebut wajib dilaporkan melalui SPT Masa PPh Unifikasi paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.1


Tabel 2.3.1: Batas Waktu Kewajiban Perpajakan atas PPh Royalti


Kewajiban

Batas Waktu

Dasar Hukum

Pemotongan Pajak

Saat pembayaran, disediakan untuk dibayarkan, atau jatuh tempo (mana yang lebih dulu)

UU PPh & PER-1/PJ/2023

Penyetoran Pajak

Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

UU KUP

Pelaporan SPT Masa Unifikasi

Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya

PER-2/PJ/2024 (e-Bupot Unifikasi)

Prosedur Penggunaan Sistem Coretax DJP:

Sistem administrasi perpajakan telah berevolusi dengan adanya Coretax DJP. Sistem ini mengintegrasikan pembuatan bukti potong (e-Bupot) dengan pelaporan SPT, memberikan manfaat signifikan bagi pihak pemotong dan penerima penghasilan.26

Manfaat Utama Coretax DJP:

  • Otomatisasi: Bukti potong dibuat secara otomatis dan langsung terkirim ke akun Wajib Pajak penerima, sehingga mengurangi kesalahan administratif dan tidak perlu lagi menyimpan bukti potong secara manual.26

  • Integrasi: Data bukti potong otomatis terisi (prepopulated) dalam SPT Tahunan, memudahkan proses pelaporan bagi penerima penghasilan.26

Ketentuan Penggunaan NIK dan NPWP:

Sistem Coretax DJP dapat memproses bukti potong dengan NIK, namun akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sementara (Temporary TIN) oleh sistem.26 Ada konsekuensi penting dari hal ini: bukti potong tidak akan terkirim ke akun Wajib Pajak penerima dan data tidak akan otomatis terisi di SPT Tahunan.27 Oleh karena itu, sangat disarankan bagi penerima penghasilan untuk segera mendaftarkan NPWP agar dapat merasakan manfaat penuh dari sistem ini.26

Digitalisasi ini merupakan strategi Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan. Dengan adanya jejak digital yang kuat, transaksi royalti menjadi lebih mudah diawasi, sehingga mendorong ekosistem perpajakan yang lebih efisien dan adil.


Bab 3: Kesimpulan, Saran, dan Isu Terkini



3.1. Sanksi Pidana: Hindari Jeratan Hukum & Pahami Konsekuensinya.


Pelanggaran terhadap kewajiban pembayaran royalti, terutama untuk penggunaan komersial, bukanlah masalah sepele dan dapat berujung pada sanksi pidana. Undang-Undang Hak Cipta mengatur sanksi pidana bagi pihak yang secara sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran, termasuk denda hingga Rp500 juta dan pidana penjara hingga 5 tahun.28

Meskipun demikian, UU Hak Cipta juga memprioritaskan penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi terlebih dahulu.10 Hal ini memberikan kesempatan bagi para pihak untuk mencari solusi damai sebelum membawa kasus ke ranah hukum pidana.

Untuk menghindari risiko hukum, pelaku usaha dapat memilih salah satu dari beberapa cara legal yang telah disebutkan sebelumnya, seperti menggunakan musik berlisensi bebas royalti, membuat karya orisinal, atau memastikan bahwa hak cipta atas musik yang digunakan telah kadaluarsa.10


3.2. Tantangan & Masa Depan: Kasus Musik & Karya yang Dibuat oleh AI.


Perkembangan teknologi Kecerdasan Buatan (AI) telah menghadirkan tantangan baru, termasuk dalam penciptaan karya kreatif. Layanan seperti Suno atau Riffusion/Producer.ai memungkinkan siapa pun untuk menghasilkan musik atau tulisan dengan instruksi sederhana. Hal ini menimbulkan pertanyaan fundamental mengenai kepemilikan hak cipta atas karya-karya tersebut.

Berdasarkan analisis hukum, Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku saat ini masih menganggap AI sebagai alat atau instrumen, bukan sebagai subjek hukum yang dapat memiliki hak cipta.30 Dengan demikian, hak cipta atas karya yang dihasilkan AI akan melekat pada manusia yang bertindak sebagai inisiator atau pemberi instruksi dalam proses kreatif tersebut.30

Meskipun demikian, pemerintah menyadari bahwa regulasi yang ada belum sepenuhnya adaptif terhadap inovasi ini. Kementerian Hukum dan HAM telah berencana untuk memasukkan pengaturan terkait AI dalam rancangan undang-undang (RUU) Hak Cipta yang baru.32 Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika menyatakan bahwa dampak pemanfaatan AI dapat diakomodasi oleh perangkat hukum yang sudah ada, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).33

Dari sisi perpajakan, isu AI tidak mengubah perlakuan pajak atas penghasilan royalti. Jika karya yang dihasilkan oleh AI, misalnya dari Suno atau Riffusion, digunakan secara komersial dan menghasilkan royalti bagi pencipta manusia, maka penghasilan tersebut akan diperlakukan sama dengan royalti pada umumnya. Objek pajak adalah penghasilan yang diterima, terlepas dari metode penciptaannya. Dengan demikian, mekanisme pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26 akan tetap berlaku.


3.3. Saran Strategis: Rekomendasi Praktis untuk Kepatuhan Total.


Untuk memastikan ekosistem kreatif berjalan dengan sehat dan adil, kepatuhan terhadap regulasi hukum dan perpajakan adalah hal yang fundamental. Berikut adalah beberapa rekomendasi strategis bagi berbagai pihak:

Untuk Pencipta (Musisi, Penulis, dsb.):

  • Segera daftarkan karya cipta dan hak terkait untuk mendapatkan perlindungan hukum yang kuat.

  • Jika berstatus Wajib Pajak Orang Pribadi dan memenuhi syarat, manfaatkan skema NPPN dan pastikan untuk memberitahukan penggunaannya kepada KPP.

  • Simpan seluruh bukti potong PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26 yang diterima sebagai dokumen kredit pajak saat melaporkan SPT Tahunan.

Untuk Pengguna Komersial (Pelaku Usaha):

  • Jangan abaikan kewajiban pembayaran royalti. Segera hubungi LMKN untuk mendapatkan lisensi dan membayar sesuai tarif yang berlaku.

  • Pahami peran dan tanggung jawab sebagai pemotong PPh. Lakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak secara tepat waktu.

  • Manfaatkan sistem Coretax DJP untuk mempermudah administrasi perpajakan, terutama dalam pembuatan bukti potong dan pelaporan SPT.

  • Tinjau ulang sumber musik yang digunakan. Jika ingin menghindari kewajiban royalti, pertimbangkan untuk beralih ke musik bebas royalti atau karya orisinal.

Untuk Ekosistem Kreatif:

  • Pemerintah dan lembaga terkait perlu terus mensosialisasikan peraturan yang ada, termasuk mekanisme keringanan bagi UMKM, untuk mendorong kepatuhan.

  • Revisi regulasi, khususnya UU Hak Cipta, perlu dilakukan untuk mengakomodasi perkembangan teknologi AI secara komprehensif, memberikan kepastian hukum bagi para kreator dan pengguna.


Kata Penutup


Ekonomi kreatif adalah mesin pertumbuhan yang digerakkan oleh inovasi dan orisinalitas. Fondasi dari ekosistem yang berkelanjutan ini adalah penghargaan yang adil terhadap setiap karya. Kepatuhan terhadap kewajiban hukum dan perpajakan atas royalti bukanlah beban, melainkan investasi untuk memastikan bahwa industri kreatif Indonesia dapat terus tumbuh, maju, dan bersaing di kancah global. Semoga laporan ini menjadi panduan yang bermanfaat dan mencerahkan, mendorong terciptanya iklim bisnis yang kondusif di mana kreativitas dihargai dan hukum ditaati.

Karya yang dikutip

  1. Memahami Konsep Pemotongan PPh Pasal 23 - Ortax, diakses Agustus 8, 2025, https://ortax.org/memahami-konsep-pemotongan-pph-pasal-23

  2. PP No. 56 Tahun 2021 - Peraturan BPK, diakses Agustus 8, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Details/164434/pp-no-56-tahun-2021

  3. Inilah PP 56/2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik, diakses Agustus 8, 2025, https://setkab.go.id/inilah-pp-56-2021-tentang-pengelolaan-royalti-hak-cipta-lagu-dan-musik/

  4. Tentang Kami – LMKN, diakses Agustus 8, 2025, https://www.lmkn.id/tentang-kami/

  5. TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF NASIONAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA - UI Scholars Hub, diakses Agustus 8, 2025, https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1269&context=dharmasisya

  6. Kafe Tetap Bayar Royalti ke LMKN, Ini Hitungan dan Caranya - IDN Times, diakses Agustus 8, 2025, https://www.idntimes.com/hype/entertainment/cara-bayar-royalti-ke-lmkn-untuk-kafe-dan-umkm-00-sd4vv-b8mwwh

  7. keputusan menteri hukum dan hak asasi manusia - LMKN, diakses Agustus 8, 2025, https://www.lmkn.id/wp-content/uploads/2021/04/SK-Menteri-Tarif-Royalti-Musik-Lagu-untuk-Pengguna-1.pdf

  8. Biaya Royalti Musik untuk Kafe dan Restoran, Ini Rincian Simulasi ..., diakses Agustus 8, 2025, https://www.kompas.tv/ekonomi/609668/biaya-royalti-musik-untuk-kafe-dan-restoran-ini-rincian-simulasi-perhitungannya?page=all

  9. Cara Mudah Bayar Royalti di LMKN - detikcom, diakses Agustus 8, 2025, https://www.detik.com/pop/music/d-8047542/cara-mudah-bayar-royalti-di-lmkn

  10. Pengumuman - DJKI, diakses Agustus 8, 2025, https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel-berita/mempelajari-kewajiban-bayar-royalti-untuk-bisnis-non-musik?kategori=pengumuman

  11. 10 Cara Efektif Terhindar dari Copyright di YouTube - detikcom, diakses Agustus 8, 2025, https://www.detik.com/bali/berita/d-7490725/10-cara-efektif-terhindar-dari-copyright-di-youtube

  12. Pajak Penghasilan Pasal 23 - DJPb - Kementerian Keuangan, diakses Agustus 8, 2025, https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/tapaktuan/id/informasi/perpajakan/pph-pasal-23.html

  13. Terbaru! Cara Hitung dan Lapor Pajak Royalti bagi Orang Pribadi - Ortax, diakses Agustus 8, 2025, https://ortax.org/terbaru-cara-hitung-dan-lapor-pajak-royalti-bagi-orang-pribadi

  14. DJP Tetapkan Pajak Royalti 6% Untuk Pekerja Bebas - MUC Consulting, diakses Agustus 8, 2025, https://muc.co.id/id/article/djp-tetapkan-pajak-royalti-6-untuk-pekerja-bebas

  15. DJP Permudah Administrasi Penerima Royalti | Direktorat Jenderal Pajak, diakses Agustus 8, 2025, https://www.pajak.go.id/id/siaran-pers/djp-permudah-administrasi-penerima-royalti

  16. Simak! Tarif PPh 23 Atas Royalti Kini Turun Menjadi 6% - Pajak Startup, diakses Agustus 8, 2025, https://pajakstartup.com/2023/09/12/simak-tarif-pph-23-atas-royalti-kini-turun-menjadi-6/

  17. Penulis | Direktorat Jenderal Pajak, diakses Agustus 8, 2025, https://pajak.go.id/id/penulis

  18. Simak! Cara Hitung Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Royalti - CNBC Indonesia, diakses Agustus 8, 2025, https://www.cnbcindonesia.com/news/20230329074633-4-425317/simak-cara-hitung-pajak-penghasilan-pasal-23-atas-royalti

  19. Cara Hitung dan Lapor Pajak Royalti Aturan Terbaru, diakses Agustus 8, 2025, https://www.pajak.com/pajak/cara-hitung-dan-lapor-pajak-royalti-aturan-terbaru/

  20. Pemotongan Pajak Penghasilan - Pasal 26, diakses Agustus 8, 2025, https://www.pajak.go.id/id/pemotongan-pajak-penghasilan-pasal-26

  21. Arti PPh 26: Kriteria, Tarif, dan Ketentuan Perhitungannya - Pina.id, diakses Agustus 8, 2025, https://pina.id/artikel/detail/arti-pph-26-kriteria-tarif-dan-ketentuan-perhitungannya-kwdrfv0ckkx

  22. Menkeu: Indonesia dan Singapura Tanda Tangani Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda - Sekretariat Kabinet, diakses Agustus 8, 2025, https://setkab.go.id/menkeu-indonesia-dan-singapura-tanda-tangani-perjanjian-penghindaran-pajak-berganda/

  23. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE - 52/PJ/2021 - Ortax, diakses Agustus 8, 2025, https://1.ortax.org/ortax/aturan/show/17684

  24. Tarif Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) - MUC Consulting, diakses Agustus 8, 2025, https://muc.co.id/id/research/data/7/tarif-perjanjian-penghindaran-pajak-berganda-p3b

  25. Panduan Lengkap Bukti Potong PPh 23 dan Penggunaan e-Bupot, diakses Agustus 8, 2025, https://klikpajak.id/blog/pentingnya-bukti-potong-dan-panduan-lengkap-penggunaan-e-bupot/

  26. Cara Mudah Membuat Bukti Potong PPh di Coretax DJP, diakses Agustus 8, 2025, https://artikel.pajakku.com/cara-mudah-membuat-bukti-potong-pph-di-coretax-djp

  27. BUKTI POTONG - PAJAK PENGHASILAN (PPh), diakses Agustus 8, 2025, https://pajak.go.id/sites/default/files/2025-02/Buku%20Manual%20Coretax%202024%20-%20Seri%20Bukti%20Potong%20PPh.pdf

  28. Apakah Lagu Indonesia Raya Kena Royalti? Simak Aturannya - Tirto.id, diakses Agustus 8, 2025, https://tirto.id/apakah-lagu-indonesia-raya-kena-royalti-simak-aturannya-hftc

  29. Tak Bayar Royalti Musik di Ruang Publik Bisa Kena Pidana, Ini Rincian Tarifnya - Suara Surabaya, diakses Agustus 8, 2025, https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2025/tak-bayar-royalti-musik-di-ruang-publik-bisa-kena-pidana-ini-rincian-tarifnya/

  30. Copyright Protection Against Songs Involving Artificial Intelligence (AI) In the Music Industry Based on Indonesian Copyright Law | Jurnal Ius Constituendum, diakses Agustus 8, 2025, https://journals.usm.ac.id/index.php/jic/article/view/11314

  31. Copyright Protection Against Songs Involving Artificial Intelligence (AI) In the Music Industry Based on Indonesian Copyright L - CORE, diakses Agustus 8, 2025, https://core.ac.uk/download/647872986.pdf

  32. Kemenkum Akan Atur AI di RUU Hak Cipta: Beri Perlindungan Pencipta Lagu - detikNews, diakses Agustus 8, 2025, https://news.detik.com/berita/d-7782747/kemenkum-akan-atur-ai-di-ruu-hak-cipta-beri-perlindungan-pencipta-lagu

  33. Siaran Pers No. 568/HM/KOMINFO/12/2023 tentang Wamen Nezar Patria: Pengaturan AI Bisa Gunakan UU ITE dan PP PSTE - Komdigi, diakses Agustus 8, 2025, https://www.komdigi.go.id/berita/siaran-pers/detail/siaran-pers-no-568-hm-kominfo-12-2023-tentang-wamen-nezar-patria-pengaturan-ai-bisa-gunakan-uu-ite-dan-pp-pste

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.