Kata Pengantar
Pernahkah Anda mendengar tentang istilah Beneficial Owner atau biasa disingkat BO? Di dunia pajak dan bisnis, istilah
ini sedang sangat ramai diperbincangkan, terutama karena perannya yang sangat
penting dalam membantu negara menutup celah penghindaran pajak dan pencucian
uang. Tidak hanya berlaku pada skala internasional, di Indonesia sendiri,
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini bekerja keras memanfaatkan data BO
demi meningkatkan penerimaan negara dan mewujudkan sistem pajak yang lebih
adil. Melalui narasi ini, saya akan mengajak Anda untuk memahami secara sangat
sederhana dan lugas tentang siapa sebenarnya yang disebut BO, kenapa mereka
sering digunakan dalam trik nakal menghindari pajak, upaya apa saja yang
dilakukan DJP beserta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk membongkar
praktik tersebut, dan bagaimana hasilnya hingga saat ini. Semua akan dibahas
dengan bahasa sehari-hari sehingga anak usia sekolah dasar pun bisa mengerti!
Mari kita bongkar bersama “rahasia di balik nama” yang selama ini bersembunyi
di perusahaan dan transaksi keuangan di Indonesia.
Bab 1: Pengetahuan Umum Tentang Beneficial Owner
Apa Itu Beneficial Owner dan Mengapa Penting?
Beneficial Owner
atau yang dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai "Pemilik Manfaat" adalah orang yang
sesungguhnya memperoleh manfaat atau keuntungan dari suatu perusahaan, walaupun
namanya tidak selalu tercantum sebagai pemilik resmi di dokumen perusahaan
tersebut. Jadi, BO bisa diibaratkan seperti "bos di balik layar"; ia tidak selalu tampil di depan,
tetapi justru dialah yang sebenarnya pegang kendali atau yang paling
diuntungkan1.
Di dunia nyata, seseorang atau kelompok bisa saja menyuruh
orang lain-misalnya saudara, pegawai, atau pengurus perusahaan-untuk bertindak
sebagai pemilik formal dari suatu perusahaan atau aset. Namun ternyata, semua
keputusan penting dan hasil uangnya tetap mengalir ke BO asli. Hal inilah yang
sering membuat pemerintah sulit menelusuri siapa sebenarnya yang “diuntungkan”
dari sebuah bisnis, apa lagi jika melibatkan perusahaan cangkang (shell
company), atau struktur kepemilikan yang berlapis-lapis sampai ke luar negeri.
BO menjadi sangat
penting dalam perpajakan karena banyak kasus pengemplangan pajak dilakukan
dengan “menyembunyikan” nama pemilik manfaat. Jika DJP hanya melihat data
pemilik formal tanpa memahami siapa BO-nya yang asli, maka pelaku kejahatan
pajak bisa dengan mudah menghindari pajak atau mencuci uang hasil kriminal2.
Mengapa Data Beneficial Owner Dibutuhkan DJP?
DJP membutuhkan data BO agar dapat mengetahui siapa
sebenarnya yang berada di balik setiap transaksi dan kepemilikan perusahaan
atau aset. Tanpa data ini, sangat mudah
bagi seseorang menghindari pajak dengan menyembunyikan identitas aslinya di
balik perusahaan yang tampaknya biasa-biasa saja. Oleh sebab itu, mengetahui
siapa BO adalah langkah penting untuk menutup celah penghindaran pajak dan
memastikan penerimaan negara tepat sasaran3.
Bab 2: Pembahasan Teori dan Dasar Hukum Pemanfaatan Beneficial Owner
Landasan Teori: Peran BO dalam Sistem Perpajakan
Secara teoritis, keberadaan BO sangat berpengaruh terhadap
tingkat kepatuhan pajak dan keberhasilan negara dalam memungut pajak. Dalam
kasus global, BO sering menjadi "pemain kunci" dalam skema-skema
penghindaran pajak seperti transfer pricing, pengalihan laba (profit shifting),
serta pencucian uang lintas negara45.
Di Indonesia, pemanfaatan data BO ini menjadi perhatian
utama, terutama setelah berlakunya kebijakan pertukaran data pajak
internasional (Automatic Exchange of Information/AEOI) dan upaya memenuhi
standar internasional dalam pencegahan money laundering (pencucian uang) dan
pendanaan terorisme. Banyak kasus menunjukkan, pelaku penghindaran pajak maupun
pencucian uang memanfaatkan kerumitan struktur perusahaan-bahkan hingga puluhan
lapis-untuk menyembunyikan identitas BO sebenarnya.
Pengertian & Definisi Hukum Beneficial Owner
Secara hukum di Indonesia, BO diatur dalam beberapa peraturan penting, antara lain:
·
Peraturan
Presiden No. 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik
Manfaat (Beneficial Owner) dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan
Pemberantasan TPPU dan TPPT. Di Pasal 1 ayat (2) Perpres 13/2018 disebutkan:
"Pemilik Manfaat (Beneficial
Owner) adalah orang perseorangan yang sesungguhnya memiliki atau mengendalikan
Korporasi, memperoleh manfaat dari Korporasi, baik secara langsung maupun tidak
langsung, merupakan pemilik sebenarnya dana atau saham korporasi, mengendalikan
Korporasi dan/atau punya pengaruh besar terhadap korporasi"6.
·
Permenkumham
No. 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaporan Pemilik Manfaat (Beneficial
Owner) Korporasi. Pasal 1 ayat (1) Permenkumham ini memperjelas aturan
pelaporan BO bagi berbagai jenis korporasi7.
Menurut aturan tersebut, minimal terdapat lima kriteria
seseorang diakui sebagai BO:
1.
Memiliki saham/akta pendirian di korporasi lebih
dari 25%
2.
Memiliki hak suara lebih dari 25%
3.
Mendapatkan keuntungan atau manfaat lebih dari
25%
4.
Memiliki kendali penuh atau sebagian atas
korporasi
5.
Mengendalikan korporasi baik langsung/tidak
langsung.
Jika satu orang memenuhi salah satu kriteria di atas, maka
orang tersebut harus didaftarkan/dilaporkan sebagai BO.
Kewajiban Pelaporan dan Transparansi BO
Sejak 2018, pemerintah Indonesia berpacu membangun sistem pelaporan BO yang mewajibkan seluruh badan
usaha atau korporasi-baik PT, yayasan, koperasi, firma, UD, bahkan
asosiasi-untuk melaporkan siapa-sama benar pemilik manfaatnya. Proses pelaporan
dilakukan secara digital ke Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, dan data tersebut
wajib selalu di-update bila ada perubahan struktur kepemilikan. Jika perusahaan
tidak melapor, dapat dikenakan sanksi administratif, mulai dari teguran hingga
pembatasan layanan, dan untuk pelanggaran berat bisa diarahkan pada pidana
sesuai UU TPPU (Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang)6.
Rangkaian aturan tersebut selaras dengan beberapa ketentuan
di Undang-Undang No. 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), di mana pada Pasal 1
disebutkan bahwa:
"Subjek Pajak dalam negeri
meliputi orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di
Indonesia serta orang pribadi atau badan yang selama tahun pajak berada di
Indonesia lebih dari 183 hari, atau yang berniat bertempat tinggal di
Indonesia”8.
Hal di atas juga didukung oleh UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian
Uang, yang mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan dan non-keuangan untuk
mengetahui dan melaporkan BO dari semua klien korporasi9.
Regulasi BO dan Sinergi DJP - AHU
Salah satu “game changer” dalam pengelolaan data BO di
Indonesia adalah adanya kerja sama antara Ditjen
Pajak dan Ditjen Administrasi Hukum
Umum (AHU) Kemenkumham, yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS). PKS ini terdiri dari dua tahap utama:
·
PKS Tahap
1: Fokus pada integrasi dan pertukaran data kepemilikan perusahaan antara
DJP dan Ditjen AHU, agar DJP bisa langsung memeriksa siapa saja BO dari
perusahaan yang terdaftar10.
·
PKS Tahap
2: Memperluas pertukaran data hingga ke beneficial owner dan keterkaitan
dengan entitas lain, sehingga memungkinkan DJP lebih efektif “mengupas
lapisan-lapisan kepemilikan” yang biasanya digunakan untuk menghindari pajak11.
PKS ini menjadikan DJP dan Ditjen AHU satu langkah lebih
maju dalam memanfaatkan data digital sehingga upaya transparansi BO di Indonesia menjadi lebih efektif.
Bab 3: Contoh dan Penjelasan Praktis
Bagaimana BO Sering Dimanfaatkan untuk Penghindaran Pajak dan Pencucian
Uang?
Di Indonesia-seperti juga di negara-negara lain-realitas di
lapangan menunjukkan bahwa banyak pengusaha nakal, baik lokal maupun asing,
“bermain” dengan identitas BO. Berikut ilustrasi singkat bagaimana BO digunakan
untuk mengemplang pajak:
Misalnya, Adi ingin menyembunyikan hasil keuntungannya di
perusahaan tambang. Alih-alih memasukkan nama sendiri sebagai pemilik, Adi
membentuk perusahaan cangkang di luar negeri dan mendaftarkan bisnisnya di
Indonesia atas nama temannya, Budi. Namun, setiap keuntungan dan keputusan
bisnis tetap dikendalikan dan masuk ke rekening Adi. Di sini, Adi adalah BO,
sedangkan Budi hanyalah “boneka”. Bahkan, skema seperti ini sering
berlapis-lapis, sehingga penelusuran menjadi sangat sulit34.
Dengan menyiapkan struktur kepemilikan seperti itu, pelaku
bisa:
·
Menurunkan
atau menyamarkan beban pajak di Indonesia, misal dengan transfer pricing
(memindahkan laba seolah-olah di luar negeri),
·
Mengaburkan
sumber dana untuk keperluan pencucian uang,
·
Menghindari
aturan kepemilikan asing atau pembatasan sektor tertentu,
·
Menghindari
pembayaran pajak waris atau pajak hadiah,
·
Memuluskan
transaksi korupsi atau gratifikasi.
Bukti Nyata Praktik BO dan Pengemplangan Pajak di Indonesia
Terdapat sejumlah kasus konkret yang membuktikan bagaimana
BO dipakai untuk kejahatan pajak dan pencucian uang di Indonesia.
·
Kasus PT
BAPI (Bajra Abadi Perkasa Indonesia)
Pada tahun 2024, PT BAPI dijadikan tersangka penyelewengan pajak. Perusahaan
ini melakukan transaksi fiktif dan menyembunyikan BO yang sebenarnya. Kasusnya
menyebabkan kerugian negara mencapai Rp29 miliar. Nama-nama pemilik formal
ternyata hanyalah 'boneka'; yang mengendalikan dana adalah individu yang
tersembunyi sebagai BO12.
·
Kasus
Perusahaan Elpiji
Di awal 2025, bos perusahaan elpiji nasional ditetapkan sebagai tersangka
pengemplang pajak karena memanfaatkan struktur BO yang kompleks untuk
mengaburkan laba dan menghindari pajak hingga negara dirugikan lebih dari Rp800
juta. Identitas sang benefisial owner baru terbongkar setelah DJP memperoleh
data dari sistem pelaporan Ditjen AHU13.
·
Temuan
PPATK dan KPK
Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Juni 2022
menemukan ada sekitar 1,7 juta transaksi mencurigakan sepanjang tahun yang
mayoritas melibatkan entitas dengan BO tidak transparan. Bahkan, sejak
pelaporan BO diperketat, KPK menemukan ratusan perusahaan fiktif (shell
company) dan nama-nama pejabat publik yang ternyata terdaftar sebagai BO di
perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam, pangan, dan infrastruktur
strategis14.
Statistik dan Fakta Penting Mengenai Pemanfaatan Data BO
Berdasarkan data resmi DJP dan Ditjen AHU:
·
Hingga September 2025, terdapat lebih dari 1,4 juta korporasi di Indonesia yang
sudah melaporkan BO ke Ditjen AHU10.
·
Setelah DJP mendapat akses data BO secara penuh
dari Ditjen AHU, penerimaan pajak tambahan tahun 2024 melonjak hingga Rp896,6 miliar. Dana ini diperoleh dari
penagihan atas kasus penghindaran pajak yang diketahui lewat analisis jaringan
BO11.
·
DJP mencatat bahwa selama kurun 2023-2025,
setidaknya terdapat 2.321 perusahaan
yang harus menjalani pemeriksaan khusus terkait BO yang tidak valid atau
mencurigakan, sebagian besar terdiri atas perusahaan tambang dan sektor jasa
keuangan15.
Mekanisme Kerja Sama DJP dan Ditjen AHU (PKS Tahap 1 & 2)
PKS Tahap 1: Langkah Awal Integrasi Data
PKS tahap 1 mulai berlaku pada pertengahan tahun 2023. Dalam
kerja sama ini, Ditjen AHU memberikan akses langsung ke DJP terhadap database
semua korporasi yang terdaftar (baik PT, CV, Firma, hingga koperasi) beserta data para pemilik manfaat (BO)
mereka. Data tersebut mencakup nama BO, status kewarganegaraan, jumlah
kepemilikan saham, hingga dokumen identitas10.
Hasil nyata PKS tahap 1 adalah:
·
DJP dapat “cross-check” identitas wajib pajak
dengan data kepemilikan di sistem Ditjen AHU secara real time,
·
Data dimanfaatkan untuk pengawasan pajak
berbasis risiko (risk based tax audit),
·
Setiap transaksi atau perubahan BO harus
langsung dilaporkan dan terdata, sehingga lebih sulit untuk menyembunyikan
identitas BO.
PKS Tahap 2: Ekspansi Pertukaran Data & Peningkatan Pengawasan
Pada awal 2025, PKS tahap 2 diberlakukan. Pada tahap ini,
pertukaran data makin diperluas, termasuk:
·
Penggunaan Artificial Intelligence (AI) dan Big
Data Analytics untuk menganalisis pola kepemilikan dan transaksi mencurigakan,
·
Penelusuran relasi antar BO lintas perusahaan,
·
Kolaborasi dalam pemeriksaan dan penindakan
bersama,
·
Integrasi laporan keuangan dan audit kasus pajak
berbasis hasil data BO11.
Berikut ringkasan perbedaan utama PKS Tahap 1 dan 2 dalam
bentuk tabel:
Tahapan PKS |
Fitur Utama |
Dampak bagi DJP |
PKS Tahap
1 |
Integrasi
data BO & korporasi |
Mempercepat
validasi kepemilikan dan pengawasan pajak |
PKS Tahap
2 |
Analisis
AI, relasi lintas entitas |
Deteksi
otomatis penghindaran pajak & pencucian uang |
Kerja sama multi-tahap ini menjadi salah satu senjata utama DJP dalam membobol
“benteng rahasia” para pengemplang pajak dan mendongkrak penerimaan negara
secara signifikan.
Dampak Positif Pemanfaatan Data BO Bagi Wajib Pajak dan Negara
Semakin terbukanya data BO memberikan banyak manfaat. Bagi
negara, jelas penerimaan pajak meningkat
karena celah penghindaran pajak semakin kecil. Bagi masyarakat dan wajib pajak
yang taat, sistem ini menciptakan rasa
keadilan; tak ada lagi kesenjangan antara “yang bisa menyembunyikan” dan
“yang jujur”. Pemerintah juga bisa lebih cepat memverifikasi wajib pajak mana
yang benar-benar terdaftar sesuai aturan, sehingga audit bisa lebih tepat
sasaran dan biaya pengawasan menurun11.
Namun, bagi wajib pajak yang selama ini tidak transparan
atau sengaja mengakali sistem, pemanfaatan data BO jelas memberikan “tekanan
psikologis”-sebab pemerintah sekarang punya “mata dan telinga” lebih tajam
untuk menelusuri kepemilikan dan penghasilan yang sebenarnya.
Tantangan dalam Implementasi Pelaporan dan Transparansi BO
Meskipun sudah ada kemajuan besar, implementasi transparansi
BO masih menghadapi beberapa hambatan:
·
Kesadaran
pelaku usaha masih rendah, khususnya di sektor UMKM dan badan usaha non-PT
yang belum paham sanksi pelaporan BO,
·
Praktik
nominee (nama pinjam) masih marak, banyak perusahaan yang tetap
mendaftarkan BO “boneka” sehingga butuh verifikasi lapangan lebih lanjut,
·
Keterbatasan
sistem digital, terutama di daerah, membuat pelaporan kadang lambat atau
data tidak selalu mutakhir,
·
Perlindungan
data pribadi, karena data BO sangat sensitif maka harus dijaga
kerahasiaannya agar tidak disalahgunakan9.
Pemerintah terus melakukan edukasi dan sosialisasi, bahkan
mulai memperkenalkan kurikulum pajak dan transparansi di sekolah melalui
program “Pajak Bertutur”, supaya generasi muda juga paham pentingnya pelaporan
BO16.
Bab 4: Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Pemanfaatan data
Beneficial Owner (BO) oleh DJP adalah salah satu terobosan terpenting dalam
upaya menutup celah pengemplangan pajak dan pencucian uang di Indonesia.
Dengan adanya kewajiban pelaporan BO, baik melalui Perpres 13/2018 maupun
Permenkumham No. 2/2025, serta peran integrasi data dengan Ditjen AHU, kini
siapa pun yang bersembunyi di balik perusahaan sudah semakin sulit untuk
menyembunyikan diri dari radar pajak.
Bukti nyata sudah terlihat: penerimaan negara meningkat,
jumlah kasus pengemplangan pajak yang berhasil diungkap bertambah, dan
masyarakat makin paham tentang pentingnya pelaporan BO. Meskipun hambatan
seperti rendahnya pemahaman dan praktik nominee masih terjadi, langkah-langkah
DJP dan Ditjen AHU melalui PKS tahap 1 dan 2 telah terbukti efektif. Dengan
terus mendorong transparansi, negara bisa memperoleh hak pajaknya secara adil,
dan pelaku usaha pun akan makin termotivasi untuk taat.
Saran untuk Masa Depan
Agar pemanfaatan data BO makin optimal dan bermanfaat untuk
semua, ada beberapa hal yang perlu terus dilakukan:
6.
Edukasi
Massal: Pemerintah harus terus-menerus melakukan edukasi sederhana tentang
pentingnya pelaporan BO, terutama kepada pelaku usaha kecil, pelajar, dan
masyarakat di daerah.
7.
Peningkatan
Teknologi: DJP dan Ditjen AHU perlu memperkuat sistem pelaporan digital dan
menambah fitur keamanan data.
8.
Kolaborasi
Lintas Instansi: Selain DJP dan Ditjen AHU, instansi lain seperti OJK,
PPATK, KPK harus ikut serta dalam penggunaan data BO untuk pengawasan lintas
sektor.
9.
Sanksi
Tegas dan Penghargaan: Memberikan sanksi tegas bagi pelanggar, namun juga
memberikan penghargaan atau insentif bagi pelapor yang taat.
10. Transparansi untuk Semua Pihak:
Masyarakat umum perlu diberikan akses informasi mengenai status pelaporan BO
agar bisa ikut mengawasi dan memberi masukan.
Dengan demikian, impian Indonesia menjadi negara dengan tata
kelola pajak yang adil, bersih, dan transparan akan semakin nyata.
Kata Penutup
Dunia pajak kini bukan lagi soal angka-angka semata, tapi
soal moral, keadilan, dan kecerdasan dalam membaca singkat atau rumitnya arus
kepemilikan di balik setiap perusahaan. Transparansi
data Beneficial Owner bukan hanya alat, tetapi menjadi kunci penting untuk
memberantas pengemplangan pajak dan pencucian uang di Indonesia.
Langkah-langkah DJP, Ditjen AHU, serta sinergi lintas instansi adalah pondasi
kuat menuju Indonesia yang lebih adil dan sejahtera. Semoga narasi sederhana
ini membuat Anda, anak-anak, dan semua warga Indonesia semakin paham dan
peduli-bahwa membayar pajak dan melaporkan BO bukan hanya kewajiban, tapi
bentuk cinta pada negeri.
References (20)
3. Menguak Peran
Beneficial Owner dalam Pajak Internasional: Kunci .... https://winpartners.id/blog/menguak-peran-beneficial-owner-dalam-pajak-internasional-kunci-transparansi-dan-kepatuhan-pajak/
14. Setengah Hati
Transparansi Beneficial Ownership Korporasi. https://antikorupsi.org/id/setengah-hati-transparansi-beneficial-ownership-korporasi
8. UU No. 28 Tahun
2007 - JDIH BPK RI. https://peraturan.bpk.go.id/Details/39916/uu-no-28-tahun-2007
10. ditjen ahu dan djp
sepakat tanda tangani pks dirjen ahu widodo kami .... https://portal.ahu.go.id/id/detail/75-berita-lainnya/5830-ditjen-ahu-dan-djp-sepakat-tanda-tangani-pks-dirjen-ahu-widodo-kami-mendukung-penerimaan-negara
11. Integrasi Data
Ditjen AHU Kemenkumham ke DJP Hasilkan Penerimaan Pajak .... https://www.pajak.com/pajak/integrasi-data-ditjen-ahu-kemenkumham-ke-djp-hasilkan-penerimaan-pajak-rp8966-miliar/
12. Rugikan Negara Rp
2,9 Miliar, PT BAPI Resmi Jadi Tersangka .... https://www.liputan6.com/bisnis/read/5539076/rugikan-negara-rp-29-miliar-pt-bapi-resmi-jadi-tersangka-penyelewengan-pajak
13. Bos Perusahaan Ini
Tersangka Kemplang Pajak, Rugikan ... - detikFinance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7918004/bos-perusahaan-ini-tersangka-kemplang-pajak-rugikan-negara-ratusan-juta
4. Mengenal Pentingnya
Penerapan Konsep Beneficial Owner dalam Perpajakan .... https://winpartners.id/blog/mengenal-pentingnya-penerapan-konsep-beneficial-owner-dalam-perpajakan-internasional-mencegah-penghindaran-pajak-dan-pengalihan-keuntungan-yang-tidak-semestinya/
5. Dari Penghindaran
Pajak ke Transparansi: Pentingnya Beneficial Owner di .... https://flazztax.com/2025/01/16/dari-penghindaran-pajak-ke-transparansi-pentingnya-beneficial-owner-di-era-globalisasi/
6. PERPRES No. 13
Tahun 2018 - JDIH BPK RI. https://peraturan.bpk.go.id/Details/73583/perpres-no-13-tahun-2018
7. Permenkum No. 2
Tahun 2025 - JDIH BPK RI. https://peraturan.bpk.go.id/Details/314767/permenkum-no-2-tahun-2025
1. Sekilas Tentang
Beneficial Owner atau Pemilik Manfaat. https://www.pajak.com/komunitas/opini-pajak/sekilas-tentang-beneficial-owner-atau-pemilik-manfaat/
2. Beneficial Owner
dalam Perpajakan . https://www.pajakonline.com/beneficial-owner-dalam-perpajakan/
9. Beneficial
Ownership dan Celah Penghindaran - PWYP Indonesia. https://pwypindonesia.org/wp-content/uploads/2021/05/Transparansi-Beneficial-Ownership-dan-Celah-Penghindaran-Pajak-di-Indonesia.pdf
15. DJP Manfaatkan
Data Beneficial Owner untuk Cegah Pengemplang Pajak. https://ekonomi.bisnis.com/read/20250919/259/1912790/djp-manfaatkan-data-beneficial-owner-untuk-cegah-pengemplang-pajak
16. Pajak Bertutur
2025: Menyatukan Semangat dari Sekolah ke Negeri. https://www.pajak.go.id/id/artikel/pajak-bertutur-2025-menyatukan-semangat-dari-sekolah-ke-negeri
0 komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.