Senin, 22 September 2025


Kata Pengantar

Pernahkah Anda mendengar tentang istilah Beneficial Owner atau biasa disingkat BO? Di dunia pajak dan bisnis, istilah ini sedang sangat ramai diperbincangkan, terutama karena perannya yang sangat penting dalam membantu negara menutup celah penghindaran pajak dan pencucian uang. Tidak hanya berlaku pada skala internasional, di Indonesia sendiri, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini bekerja keras memanfaatkan data BO demi meningkatkan penerimaan negara dan mewujudkan sistem pajak yang lebih adil. Melalui narasi ini, saya akan mengajak Anda untuk memahami secara sangat sederhana dan lugas tentang siapa sebenarnya yang disebut BO, kenapa mereka sering digunakan dalam trik nakal menghindari pajak, upaya apa saja yang dilakukan DJP beserta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk membongkar praktik tersebut, dan bagaimana hasilnya hingga saat ini. Semua akan dibahas dengan bahasa sehari-hari sehingga anak usia sekolah dasar pun bisa mengerti! Mari kita bongkar bersama “rahasia di balik nama” yang selama ini bersembunyi di perusahaan dan transaksi keuangan di Indonesia.


Bab 1: Pengetahuan Umum Tentang Beneficial Owner

Apa Itu Beneficial Owner dan Mengapa Penting?

Beneficial Owner atau yang dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai "Pemilik Manfaat" adalah orang yang sesungguhnya memperoleh manfaat atau keuntungan dari suatu perusahaan, walaupun namanya tidak selalu tercantum sebagai pemilik resmi di dokumen perusahaan tersebut. Jadi, BO bisa diibaratkan seperti "bos di balik layar"; ia tidak selalu tampil di depan, tetapi justru dialah yang sebenarnya pegang kendali atau yang paling diuntungkan1.

Di dunia nyata, seseorang atau kelompok bisa saja menyuruh orang lain-misalnya saudara, pegawai, atau pengurus perusahaan-untuk bertindak sebagai pemilik formal dari suatu perusahaan atau aset. Namun ternyata, semua keputusan penting dan hasil uangnya tetap mengalir ke BO asli. Hal inilah yang sering membuat pemerintah sulit menelusuri siapa sebenarnya yang “diuntungkan” dari sebuah bisnis, apa lagi jika melibatkan perusahaan cangkang (shell company), atau struktur kepemilikan yang berlapis-lapis sampai ke luar negeri.

BO menjadi sangat penting dalam perpajakan karena banyak kasus pengemplangan pajak dilakukan dengan “menyembunyikan” nama pemilik manfaat. Jika DJP hanya melihat data pemilik formal tanpa memahami siapa BO-nya yang asli, maka pelaku kejahatan pajak bisa dengan mudah menghindari pajak atau mencuci uang hasil kriminal2.

Mengapa Data Beneficial Owner Dibutuhkan DJP?

DJP membutuhkan data BO agar dapat mengetahui siapa sebenarnya yang berada di balik setiap transaksi dan kepemilikan perusahaan atau aset. Tanpa data ini, sangat mudah bagi seseorang menghindari pajak dengan menyembunyikan identitas aslinya di balik perusahaan yang tampaknya biasa-biasa saja. Oleh sebab itu, mengetahui siapa BO adalah langkah penting untuk menutup celah penghindaran pajak dan memastikan penerimaan negara tepat sasaran3.


Bab 2: Pembahasan Teori dan Dasar Hukum Pemanfaatan Beneficial Owner

Landasan Teori: Peran BO dalam Sistem Perpajakan

Secara teoritis, keberadaan BO sangat berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pajak dan keberhasilan negara dalam memungut pajak. Dalam kasus global, BO sering menjadi "pemain kunci" dalam skema-skema penghindaran pajak seperti transfer pricing, pengalihan laba (profit shifting), serta pencucian uang lintas negara45.

Di Indonesia, pemanfaatan data BO ini menjadi perhatian utama, terutama setelah berlakunya kebijakan pertukaran data pajak internasional (Automatic Exchange of Information/AEOI) dan upaya memenuhi standar internasional dalam pencegahan money laundering (pencucian uang) dan pendanaan terorisme. Banyak kasus menunjukkan, pelaku penghindaran pajak maupun pencucian uang memanfaatkan kerumitan struktur perusahaan-bahkan hingga puluhan lapis-untuk menyembunyikan identitas BO sebenarnya.

Pengertian & Definisi Hukum Beneficial Owner

Secara hukum di Indonesia, BO diatur dalam beberapa peraturan penting, antara lain:

·       Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT. Di Pasal 1 ayat (2) Perpres 13/2018 disebutkan:

"Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) adalah orang perseorangan yang sesungguhnya memiliki atau mengendalikan Korporasi, memperoleh manfaat dari Korporasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dana atau saham korporasi, mengendalikan Korporasi dan/atau punya pengaruh besar terhadap korporasi"6.

·       Permenkumham No. 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaporan Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) Korporasi. Pasal 1 ayat (1) Permenkumham ini memperjelas aturan pelaporan BO bagi berbagai jenis korporasi7.

Menurut aturan tersebut, minimal terdapat lima kriteria seseorang diakui sebagai BO:

1.     Memiliki saham/akta pendirian di korporasi lebih dari 25%

2.     Memiliki hak suara lebih dari 25%

3.     Mendapatkan keuntungan atau manfaat lebih dari 25%

4.     Memiliki kendali penuh atau sebagian atas korporasi

5.     Mengendalikan korporasi baik langsung/tidak langsung.

Jika satu orang memenuhi salah satu kriteria di atas, maka orang tersebut harus didaftarkan/dilaporkan sebagai BO.

Kewajiban Pelaporan dan Transparansi BO

Sejak 2018, pemerintah Indonesia berpacu membangun sistem pelaporan BO yang mewajibkan seluruh badan usaha atau korporasi-baik PT, yayasan, koperasi, firma, UD, bahkan asosiasi-untuk melaporkan siapa-sama benar pemilik manfaatnya. Proses pelaporan dilakukan secara digital ke Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, dan data tersebut wajib selalu di-update bila ada perubahan struktur kepemilikan. Jika perusahaan tidak melapor, dapat dikenakan sanksi administratif, mulai dari teguran hingga pembatasan layanan, dan untuk pelanggaran berat bisa diarahkan pada pidana sesuai UU TPPU (Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang)6.

Rangkaian aturan tersebut selaras dengan beberapa ketentuan di Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), di mana pada Pasal 1 disebutkan bahwa:

"Subjek Pajak dalam negeri meliputi orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia serta orang pribadi atau badan yang selama tahun pajak berada di Indonesia lebih dari 183 hari, atau yang berniat bertempat tinggal di Indonesia”8.

Hal di atas juga didukung oleh UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan dan non-keuangan untuk mengetahui dan melaporkan BO dari semua klien korporasi9.

Regulasi BO dan Sinergi DJP - AHU

Salah satu “game changer” dalam pengelolaan data BO di Indonesia adalah adanya kerja sama antara Ditjen Pajak dan Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS). PKS ini terdiri dari dua tahap utama:

·       PKS Tahap 1: Fokus pada integrasi dan pertukaran data kepemilikan perusahaan antara DJP dan Ditjen AHU, agar DJP bisa langsung memeriksa siapa saja BO dari perusahaan yang terdaftar10.

·       PKS Tahap 2: Memperluas pertukaran data hingga ke beneficial owner dan keterkaitan dengan entitas lain, sehingga memungkinkan DJP lebih efektif “mengupas lapisan-lapisan kepemilikan” yang biasanya digunakan untuk menghindari pajak11.

PKS ini menjadikan DJP dan Ditjen AHU satu langkah lebih maju dalam memanfaatkan data digital sehingga upaya transparansi BO di Indonesia menjadi lebih efektif.


Bab 3: Contoh dan Penjelasan Praktis

Bagaimana BO Sering Dimanfaatkan untuk Penghindaran Pajak dan Pencucian Uang?

Di Indonesia-seperti juga di negara-negara lain-realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak pengusaha nakal, baik lokal maupun asing, “bermain” dengan identitas BO. Berikut ilustrasi singkat bagaimana BO digunakan untuk mengemplang pajak:

Misalnya, Adi ingin menyembunyikan hasil keuntungannya di perusahaan tambang. Alih-alih memasukkan nama sendiri sebagai pemilik, Adi membentuk perusahaan cangkang di luar negeri dan mendaftarkan bisnisnya di Indonesia atas nama temannya, Budi. Namun, setiap keuntungan dan keputusan bisnis tetap dikendalikan dan masuk ke rekening Adi. Di sini, Adi adalah BO, sedangkan Budi hanyalah “boneka”. Bahkan, skema seperti ini sering berlapis-lapis, sehingga penelusuran menjadi sangat sulit34.

Dengan menyiapkan struktur kepemilikan seperti itu, pelaku bisa:

·       Menurunkan atau menyamarkan beban pajak di Indonesia, misal dengan transfer pricing (memindahkan laba seolah-olah di luar negeri),

·       Mengaburkan sumber dana untuk keperluan pencucian uang,

·       Menghindari aturan kepemilikan asing atau pembatasan sektor tertentu,

·       Menghindari pembayaran pajak waris atau pajak hadiah,

·       Memuluskan transaksi korupsi atau gratifikasi.

Bukti Nyata Praktik BO dan Pengemplangan Pajak di Indonesia

Terdapat sejumlah kasus konkret yang membuktikan bagaimana BO dipakai untuk kejahatan pajak dan pencucian uang di Indonesia.

·       Kasus PT BAPI (Bajra Abadi Perkasa Indonesia)
Pada tahun 2024, PT BAPI dijadikan tersangka penyelewengan pajak. Perusahaan ini melakukan transaksi fiktif dan menyembunyikan BO yang sebenarnya. Kasusnya menyebabkan kerugian negara mencapai Rp29 miliar. Nama-nama pemilik formal ternyata hanyalah 'boneka'; yang mengendalikan dana adalah individu yang tersembunyi sebagai BO12.

·       Kasus Perusahaan Elpiji
Di awal 2025, bos perusahaan elpiji nasional ditetapkan sebagai tersangka pengemplang pajak karena memanfaatkan struktur BO yang kompleks untuk mengaburkan laba dan menghindari pajak hingga negara dirugikan lebih dari Rp800 juta. Identitas sang benefisial owner baru terbongkar setelah DJP memperoleh data dari sistem pelaporan Ditjen AHU13.

·       Temuan PPATK dan KPK
Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Juni 2022 menemukan ada sekitar 1,7 juta transaksi mencurigakan sepanjang tahun yang mayoritas melibatkan entitas dengan BO tidak transparan. Bahkan, sejak pelaporan BO diperketat, KPK menemukan ratusan perusahaan fiktif (shell company) dan nama-nama pejabat publik yang ternyata terdaftar sebagai BO di perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam, pangan, dan infrastruktur strategis14.

Statistik dan Fakta Penting Mengenai Pemanfaatan Data BO

Berdasarkan data resmi DJP dan Ditjen AHU:

·       Hingga September 2025, terdapat lebih dari 1,4 juta korporasi di Indonesia yang sudah melaporkan BO ke Ditjen AHU10.

·       Setelah DJP mendapat akses data BO secara penuh dari Ditjen AHU, penerimaan pajak tambahan tahun 2024 melonjak hingga Rp896,6 miliar. Dana ini diperoleh dari penagihan atas kasus penghindaran pajak yang diketahui lewat analisis jaringan BO11.

·       DJP mencatat bahwa selama kurun 2023-2025, setidaknya terdapat 2.321 perusahaan yang harus menjalani pemeriksaan khusus terkait BO yang tidak valid atau mencurigakan, sebagian besar terdiri atas perusahaan tambang dan sektor jasa keuangan15.

Mekanisme Kerja Sama DJP dan Ditjen AHU (PKS Tahap 1 & 2)

PKS Tahap 1: Langkah Awal Integrasi Data

PKS tahap 1 mulai berlaku pada pertengahan tahun 2023. Dalam kerja sama ini, Ditjen AHU memberikan akses langsung ke DJP terhadap database semua korporasi yang terdaftar (baik PT, CV, Firma, hingga koperasi) beserta data para pemilik manfaat (BO) mereka. Data tersebut mencakup nama BO, status kewarganegaraan, jumlah kepemilikan saham, hingga dokumen identitas10.

Hasil nyata PKS tahap 1 adalah:

·       DJP dapat “cross-check” identitas wajib pajak dengan data kepemilikan di sistem Ditjen AHU secara real time,

·       Data dimanfaatkan untuk pengawasan pajak berbasis risiko (risk based tax audit),

·       Setiap transaksi atau perubahan BO harus langsung dilaporkan dan terdata, sehingga lebih sulit untuk menyembunyikan identitas BO.

PKS Tahap 2: Ekspansi Pertukaran Data & Peningkatan Pengawasan

Pada awal 2025, PKS tahap 2 diberlakukan. Pada tahap ini, pertukaran data makin diperluas, termasuk:

·       Penggunaan Artificial Intelligence (AI) dan Big Data Analytics untuk menganalisis pola kepemilikan dan transaksi mencurigakan,

·       Penelusuran relasi antar BO lintas perusahaan,

·       Kolaborasi dalam pemeriksaan dan penindakan bersama,

·       Integrasi laporan keuangan dan audit kasus pajak berbasis hasil data BO11.

Berikut ringkasan perbedaan utama PKS Tahap 1 dan 2 dalam bentuk tabel:

Tahapan PKS

Fitur Utama

Dampak bagi DJP

PKS Tahap 1

Integrasi data BO & korporasi

Mempercepat validasi kepemilikan dan pengawasan pajak

PKS Tahap 2

Analisis AI, relasi lintas entitas

Deteksi otomatis penghindaran pajak & pencucian uang

Kerja sama multi-tahap ini menjadi salah satu senjata utama DJP dalam membobol “benteng rahasia” para pengemplang pajak dan mendongkrak penerimaan negara secara signifikan.

Dampak Positif Pemanfaatan Data BO Bagi Wajib Pajak dan Negara

Semakin terbukanya data BO memberikan banyak manfaat. Bagi negara, jelas penerimaan pajak meningkat karena celah penghindaran pajak semakin kecil. Bagi masyarakat dan wajib pajak yang taat, sistem ini menciptakan rasa keadilan; tak ada lagi kesenjangan antara “yang bisa menyembunyikan” dan “yang jujur”. Pemerintah juga bisa lebih cepat memverifikasi wajib pajak mana yang benar-benar terdaftar sesuai aturan, sehingga audit bisa lebih tepat sasaran dan biaya pengawasan menurun11.

Namun, bagi wajib pajak yang selama ini tidak transparan atau sengaja mengakali sistem, pemanfaatan data BO jelas memberikan “tekanan psikologis”-sebab pemerintah sekarang punya “mata dan telinga” lebih tajam untuk menelusuri kepemilikan dan penghasilan yang sebenarnya.

Tantangan dalam Implementasi Pelaporan dan Transparansi BO

Meskipun sudah ada kemajuan besar, implementasi transparansi BO masih menghadapi beberapa hambatan:

·       Kesadaran pelaku usaha masih rendah, khususnya di sektor UMKM dan badan usaha non-PT yang belum paham sanksi pelaporan BO,

·       Praktik nominee (nama pinjam) masih marak, banyak perusahaan yang tetap mendaftarkan BO “boneka” sehingga butuh verifikasi lapangan lebih lanjut,

·       Keterbatasan sistem digital, terutama di daerah, membuat pelaporan kadang lambat atau data tidak selalu mutakhir,

·       Perlindungan data pribadi, karena data BO sangat sensitif maka harus dijaga kerahasiaannya agar tidak disalahgunakan9.

Pemerintah terus melakukan edukasi dan sosialisasi, bahkan mulai memperkenalkan kurikulum pajak dan transparansi di sekolah melalui program “Pajak Bertutur”, supaya generasi muda juga paham pentingnya pelaporan BO16.


Bab 4: Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Pemanfaatan data Beneficial Owner (BO) oleh DJP adalah salah satu terobosan terpenting dalam upaya menutup celah pengemplangan pajak dan pencucian uang di Indonesia. Dengan adanya kewajiban pelaporan BO, baik melalui Perpres 13/2018 maupun Permenkumham No. 2/2025, serta peran integrasi data dengan Ditjen AHU, kini siapa pun yang bersembunyi di balik perusahaan sudah semakin sulit untuk menyembunyikan diri dari radar pajak.

Bukti nyata sudah terlihat: penerimaan negara meningkat, jumlah kasus pengemplangan pajak yang berhasil diungkap bertambah, dan masyarakat makin paham tentang pentingnya pelaporan BO. Meskipun hambatan seperti rendahnya pemahaman dan praktik nominee masih terjadi, langkah-langkah DJP dan Ditjen AHU melalui PKS tahap 1 dan 2 telah terbukti efektif. Dengan terus mendorong transparansi, negara bisa memperoleh hak pajaknya secara adil, dan pelaku usaha pun akan makin termotivasi untuk taat.

Saran untuk Masa Depan

Agar pemanfaatan data BO makin optimal dan bermanfaat untuk semua, ada beberapa hal yang perlu terus dilakukan:

6.     Edukasi Massal: Pemerintah harus terus-menerus melakukan edukasi sederhana tentang pentingnya pelaporan BO, terutama kepada pelaku usaha kecil, pelajar, dan masyarakat di daerah.

7.     Peningkatan Teknologi: DJP dan Ditjen AHU perlu memperkuat sistem pelaporan digital dan menambah fitur keamanan data.

8.     Kolaborasi Lintas Instansi: Selain DJP dan Ditjen AHU, instansi lain seperti OJK, PPATK, KPK harus ikut serta dalam penggunaan data BO untuk pengawasan lintas sektor.

9.     Sanksi Tegas dan Penghargaan: Memberikan sanksi tegas bagi pelanggar, namun juga memberikan penghargaan atau insentif bagi pelapor yang taat.

10. Transparansi untuk Semua Pihak: Masyarakat umum perlu diberikan akses informasi mengenai status pelaporan BO agar bisa ikut mengawasi dan memberi masukan.

Dengan demikian, impian Indonesia menjadi negara dengan tata kelola pajak yang adil, bersih, dan transparan akan semakin nyata.


Kata Penutup

Dunia pajak kini bukan lagi soal angka-angka semata, tapi soal moral, keadilan, dan kecerdasan dalam membaca singkat atau rumitnya arus kepemilikan di balik setiap perusahaan. Transparansi data Beneficial Owner bukan hanya alat, tetapi menjadi kunci penting untuk memberantas pengemplangan pajak dan pencucian uang di Indonesia. Langkah-langkah DJP, Ditjen AHU, serta sinergi lintas instansi adalah pondasi kuat menuju Indonesia yang lebih adil dan sejahtera. Semoga narasi sederhana ini membuat Anda, anak-anak, dan semua warga Indonesia semakin paham dan peduli-bahwa membayar pajak dan melaporkan BO bukan hanya kewajiban, tapi bentuk cinta pada negeri.



References (20)

3. Menguak Peran Beneficial Owner dalam Pajak Internasional: Kunci .... https://winpartners.id/blog/menguak-peran-beneficial-owner-dalam-pajak-internasional-kunci-transparansi-dan-kepatuhan-pajak/

14. Setengah Hati Transparansi Beneficial Ownership Korporasi. https://antikorupsi.org/id/setengah-hati-transparansi-beneficial-ownership-korporasi

8. UU No. 28 Tahun 2007 - JDIH BPK RI. https://peraturan.bpk.go.id/Details/39916/uu-no-28-tahun-2007

10. ditjen ahu dan djp sepakat tanda tangani pks dirjen ahu widodo kami .... https://portal.ahu.go.id/id/detail/75-berita-lainnya/5830-ditjen-ahu-dan-djp-sepakat-tanda-tangani-pks-dirjen-ahu-widodo-kami-mendukung-penerimaan-negara

11. Integrasi Data Ditjen AHU Kemenkumham ke DJP Hasilkan Penerimaan Pajak .... https://www.pajak.com/pajak/integrasi-data-ditjen-ahu-kemenkumham-ke-djp-hasilkan-penerimaan-pajak-rp8966-miliar/

12. Rugikan Negara Rp 2,9 Miliar, PT BAPI Resmi Jadi Tersangka .... https://www.liputan6.com/bisnis/read/5539076/rugikan-negara-rp-29-miliar-pt-bapi-resmi-jadi-tersangka-penyelewengan-pajak

13. Bos Perusahaan Ini Tersangka Kemplang Pajak, Rugikan ... - detikFinance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7918004/bos-perusahaan-ini-tersangka-kemplang-pajak-rugikan-negara-ratusan-juta

4. Mengenal Pentingnya Penerapan Konsep Beneficial Owner dalam Perpajakan .... https://winpartners.id/blog/mengenal-pentingnya-penerapan-konsep-beneficial-owner-dalam-perpajakan-internasional-mencegah-penghindaran-pajak-dan-pengalihan-keuntungan-yang-tidak-semestinya/

5. Dari Penghindaran Pajak ke Transparansi: Pentingnya Beneficial Owner di .... https://flazztax.com/2025/01/16/dari-penghindaran-pajak-ke-transparansi-pentingnya-beneficial-owner-di-era-globalisasi/

6. PERPRES No. 13 Tahun 2018 - JDIH BPK RI. https://peraturan.bpk.go.id/Details/73583/perpres-no-13-tahun-2018

7. Permenkum No. 2 Tahun 2025 - JDIH BPK RI. https://peraturan.bpk.go.id/Details/314767/permenkum-no-2-tahun-2025

1. Sekilas Tentang Beneficial Owner atau Pemilik Manfaat. https://www.pajak.com/komunitas/opini-pajak/sekilas-tentang-beneficial-owner-atau-pemilik-manfaat/

2. Beneficial Owner dalam Perpajakan . https://www.pajakonline.com/beneficial-owner-dalam-perpajakan/

9. Beneficial Ownership dan Celah Penghindaran - PWYP Indonesia. https://pwypindonesia.org/wp-content/uploads/2021/05/Transparansi-Beneficial-Ownership-dan-Celah-Penghindaran-Pajak-di-Indonesia.pdf

15. DJP Manfaatkan Data Beneficial Owner untuk Cegah Pengemplang Pajak. https://ekonomi.bisnis.com/read/20250919/259/1912790/djp-manfaatkan-data-beneficial-owner-untuk-cegah-pengemplang-pajak

16. Pajak Bertutur 2025: Menyatukan Semangat dari Sekolah ke Negeri. https://www.pajak.go.id/id/artikel/pajak-bertutur-2025-menyatukan-semangat-dari-sekolah-ke-negeri

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.