Rabu, 26 April 2017

Sumber :  ORTAX

Tarif dan Fasilitas PPh Badan

I.    Pendahuluan
Kewajiban untuk menghitung sendiri, menyetor dan melaporkan PPh terutang merupakan implementasi dari sistem self assessment yang dianut di  Indonesia. Tidak terkecuali untuk Wajib Pajak Badan. Pajak penghasilan badan dikenakan atas penghasilan kena pajak setelah dilakukan koreksi fiskal. PPh Terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak penghasilan dengan jumlah penghasilan kena pajak.

Untuk mendorong berkembangnya usaha kecil dan menengah, struktur tarif khususnya terkait PPh Badan dirubah menjadi lebih sederhana. Dengan mengedepankan prinsip keadilan dan peningkatan daya saing, pemerintah memberikan fasilitas berupa pengurangan tarif.

II.    Ketentuan Tarif dan Fasilitas PPh Badan
a. Pasal 17 ayat 1 huruf b
Pada dasarnya tarif PPh Badan menganut tarif tunggal  yaitu sebesar 28%. Tarif ini berlaku pada tahun 2009 kemudian diturunkan menjadi 25% pada tahun 2010. Tarif PPh Badan sebesar 25% efektif berlaku untuk tahun 2010 dan seterusnya. Tarif ini diterapkan kepada Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

Contoh penghitungan:
Jumlah Peredaran Bruto Tahun 2015 Rp 54.000.000.000,-
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tahun 2015 Rp 4.000.000.000,-
PPh Badan Terutang = 25% x Rp 4.000.000.000,- = Rp Rp 1.000.000.000,-
  
b. Pasal 17 ayat 2b
Tarif ini diterapkan pada wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka  yang memperoleh pengurangan tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif normal. Untuk mendapatkan fasilitas pengurangan tarif ini Wajib Pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
  1. paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor dicatat untuk diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
  2. Saham sebagaimana dimaksud point a harus dimiliki oleh paling sedikit oleh 300 (tiga ratus) Pihak.
  3. Masing-masing Pihak sebagaimana dimaksud dalam point b hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh
  4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 (seratus delapan puluh tiga) hari kalender dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. 
Contoh penghitungan:
Pada tahun 2015 saham PT. Y Tbk. yang disetor dicatat untuk diperdagangkan dibursa efek di Indonesia sebesar 60%. Saham yang disetor dicatat untuk diperdagangkan dibursa efek di Indonesia tersebut dimiliki oleh 400 pihak. Diantara 400 pihak, Masing-masing pihak persentase kepemilikannya tidak melebihi 5%, Kondisi tersebut terjadi selama 190 (seratus delapan puluh dua) hari dalam 1 (satu) tahun pajak.
PT. Y Tbk memenuhi syarat, sehingga PT. Y Tbk memperoleh fasilitas penurunan tarif.
Jumlah PKP dalam tahun pajak 2015 Rp 1, 25 Miliar
PPh yang terutang = (25% - 5%) x Rp1,25 Miliar = Rp 250 Juta
   
c.  Tarif PPh Wajib Pajak Tertentu
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Ketentuan-ketentuan Pasal 31 E UU No. 36 tahun 2008 sebagai berikut :  
a. Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang- Undang Pajak Penghasilan dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, sehingga Wajib Pajak badan dalam negeri tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.
b.Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak luar negeri, sehingga tidak mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
c. Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
d. Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan merupakan semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi:
1)penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
2)penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
3)penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
e.Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut bukan merupakan pilihan, sehingga bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang memiliki akumulasi peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada huruf d di atas sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri tersebut wajib mengikuti ketentuan pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
f.Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan ini berlaku untuk penghitungan Pajak Penghasilan Terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final.
g.Untuk menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan, Wajib Pajak badan dalam negeri yang telah memenuhi persyaratan fasilitas pengurangan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan wajib menggunakan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Ketentuan Perhitungan Pasal 31E:
a. Peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-
PPh terutang = 50% x 25% x Seluruh PKP
   
b.Peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,- sampai dengan Rp 50.000.000.000,- PPh terutang  :


PKP dari bagian bruto yang memperoleh fasilitas:

Rp 4,8 Miliar        
  x PKP
Peredaran Bruto

PKP dari bagian bruto yang tidak memperoleh fasilitas :
Keseluruhan PKP – PKP yang memperoleh fasilitas

Contoh penghitungan 1 :
Total peredaran bruto PT A dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah). Rinciannya adalah sebagai berikut:
a.Peredaran bruto dari penghasilan yang:
1.Dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013Rp2.500.000.000,00
2Dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksiRp1.500.000.000,00
3Dikenai PPh tidak bersifat final Rp   500.000.000,00
Jumlah
   
Rp4.500.000.000,00
b.Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:
1.Dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013(Rp2.300.000.000,00)
2Dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi (Rp1.300.000.000,00)
3Dikenai PPh tidak bersifat final (Rp   400.000.000,00)
Jumlah
(Rp4.000.000.000,00)
c.
Jumlah penghasilan neto
Rp   500.000.000,00
d.Koreksi fiskal :
1)Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013(Rp2.500.000.000,00)
2)Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi(Rp1.500.000.000,00)
3)Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh bersifat final berdasarkan
PP Nomor 46 Tahun 2013

Rp2.300.000.000,00
4)Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dari penghasilan yang dikenai PPh
bersifat final atas jasa konstruksi 

Rp1.300.000.000,00
Jumlah
(Rp   400.000.000,00)
e.
f.
g.
Jumlah penghasilan neto setelah koreksi fiskal Rp   100.000.000,00
Kompensasi kerugianRp                 0,00
Penghasilan Kena PajakRp   100.000.000,00
  
Penghitungan Pajak Penghasilan terutang:

Seluruh Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT A tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak 2015:
50% x 25% x Rp100.000.000,00 = Rp12.500.000.00

Contoh penghitungan 2 :

Total peredaran bruto PT B dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Rinciannya adalah sebagai berikut:
a.Peredaran bruto dari penghasilan yang:
1.Dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013Rp4.500.000.000,00
2Dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi Rp   500.000.000,00
3Dikenai PPh tidak bersifat finalRp1.000.000.000,00
JumlahRp6.000.000.000,00
b.Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:
1.Dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013(Rp4.000.000.000,00)
2Dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi (Rp   200.000.000,00)
3Dikenai PPh tidak bersifat final (Rp   800.000.000,00)
Jumlah
   
(Rp5.000.000.000,00)
c.
Jumlah penghasilan netoRp1.000.000,000,00
d.Koreksi fiskal :
1)Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013(Rp4.500.000.000,00)
2)Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi (Rp   500.000.000,00)
3)Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP
Nomor 46 Tahun 2013
Rp4.000.000.000,00
4)Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat
final atas jasa konstruksi
Rp   200.000.000,00
Jumlah
(Rp   800.000.000,00)
e.
f.
g.
Jumlah penghasilan neto setelah koreksi fiskalRp    200.000.000,00
Kompensasi kerugianRp                    0,00
Penghasilan Kena PajakRp    200.000.000,00
      
Penghitungan Pajak Penghasiian terutang:
a.Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
Rp4.800.000.000,00  x Rp200.000.000,00 = Rp160.000.000,00
Rp6.000.000.000,00
b.  Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp200.000.000,00 - Rp160.000.000 = Rp40.000.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun 2015 :
a.50% x 25% x Rp160.000.000,00  =  Rp20.000.000,00 
b.  25% x Rp40.000.000,00          =  Rp10.000.000.00
Jumlah Pajak Penghasilan terutang=  Rp30.000.000,00

Template Lembar Penghitungan Fasilitas Pengurangan Tarif PPh Badan Pasal 31 E UU Pajak Penghasilan



III.    Penutup

Secara umum tarif pajak penghasilan terdapat dalam UU No 36 Tahun 2008 Pasal 17. Dengan mengedepankan prinsip keadilan dan peningkatan daya saing, pemerintah memberikan fasilitas berupa pengurangan tarif. Dalam melaksanakan hak dan menjalankan kewajiban PPh Badan, wajib pajak harus memperhatikan dan mencermati berbagai ketentuan yang diatur dalam berbagai ketentuan perpajakan, tidak terkecuali ketentuan terkait tarif dan fasilitas PPh Badan.

IV.    Referensi
  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Berbentuk Perseroan Terbuka
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 02/Pj/2015 Tentang Penegasan Atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008


0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.