Kamis, 10 Juli 2025

 

Kenikmatan yang Dipajaki: Pahami Kewajiban PPH atas Natura dan Kenikmatan sebelum Terjebak di SPT TAHUNAN CORETAX 2025

 

Bab 1. Kata Pengantar: Mengapa Natura dan Kenikmatan Kini Jadi Sorotan Utama?

 

Selamat pagi, Bapak/Ibu sekalian. Sebagai konsultan pajak saya melihat telah banyak sekali perubahan yang disaksikan dalam lanskap perpajakan di Indonesia. Namun, jarang sekali ada satu topik yang mampu menyita perhatian banyak pihak seperti "natura dan kenikmatan" ini. Dulu, pemberian fasilitas atau barang dari kantor seringkali dianggap sebagai "hadiah manis" tanpa beban pajak bagi penerima. Kini, paradigma tersebut bergeser, menjadikannya sebagai "pendapatan" yang harus dihitung dan dilaporkan. Ini bukan sekadar perubahan kecil, melainkan pergeseran fundamental dalam cara perusahaan dan karyawan memandang kompensasi non-tunai.

Perubahan mendasar ini berakar dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomor 7 Tahun 2021, yang kemudian diimplementasikan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022. Aturan pelaksana yang paling detail dan menjadi panduan utama kita saat ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023. PMK ini adalah "kitab suci" yang merinci apa saja jenis natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh).1

Mengapa pembahasan mengenai natura ini perlu diingat kembali, padahal aturannya sudah ada sejak tahun 2023? Poin krusialnya adalah karena di tahun 2025, pelaporan pajak di sistem CoreTax akan mewajibkan adanya lampiran khusus untuk natura dan kenikmatan. Kewajiban ini bukan lagi pilihan, melainkan mandatori bagi perusahaan yang memberikan natura dan/atau kenikmatan.6 Ini berarti setiap perusahaan harus siap dengan data yang sangat detail dan terstruktur.

PMK 66/2023 mengatur substansi mengenai natura dan kenikmatan, termasuk jenis yang dikecualikan dan batasan nilainya.1 Sementara itu, PER 11 PJ 2025, meskipun tidak secara spesifik merinci aturan natura, merupakan payung hukum yang mengatur teknis pelaporan dan implementasi sistem CoreTax.8 Kewajiban pelaporan natura yang diatur dalam PMK 66/2023 Pasal 2 ayat (6) akan diimplementasikan melalui sistem CoreTax yang diatur oleh PER 11 PJ 2025.6 Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak bisa lagi mencatat natura secara global atau mengabaikannya. Mereka harus memiliki sistem pencatatan yang rapi untuk setiap penerima, jenis natura, nilai, dan status pajaknya (objek PPh atau non-objek PPh) agar dapat mengisi lampiran nominatif di CoreTax dengan benar.6 Perubahan ini mendorong transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi dalam pengelolaan kompensasi non-tunai.

Dengan demikian, mari kita selami lebih dalam topik ini, agar perusahaan tidak hanya patuh terhadap peraturan, tetapi juga cerdas dalam mengelola pajak natura ini.

 

Bab 2. Pendahuluan Natura dan Kenikmatan: Dari Dulu Hingga Kini

 

Untuk memahami perlakuan perpajakan natura dan kenikmatan, penting untuk terlebih dahulu memahami definisinya secara jelas.

 

Definisi Natura dan Kenikmatan

 

     Natura: Mengacu pada penggantian atau imbalan dalam bentuk barang selain uang yang kepemilikannya dialihkan dari pemberi (perusahaan) kepada penerima (pegawai atau pemberi jasa). Contoh umum natura meliputi pemberian beras, gula, atau bingkisan (hampers) Lebaran.2

     Kenikmatan: Merujuk pada penggantian atau imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan. Fasilitas ini dapat bersumber dari aset pemberi kerja atau dari pihak ketiga yang disewa atau dibiayai oleh pemberi kerja, untuk dimanfaatkan oleh penerima. Contoh kenikmatan adalah fasilitas mobil dinas, rumah dinas, atau keanggotaan klub golf.2

Perbedaan esensial antara keduanya adalah bahwa natura adalah "barang yang kepemilikannya dialihkan", sementara kenikmatan adalah "hak untuk menggunakan fasilitas atau layanan".

 

Sejarah Singkat Perlakuan Pajak Natura di Indonesia

 

Perlakuan pajak atas natura di Indonesia telah mengalami perubahan signifikan:

     Sebelum UU HPP (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh Pasal 9 ayat (1) huruf e): Secara umum, natura bukan merupakan objek PPh bagi penerima dan tidak dapat dibiayakan bagi pemberi kerja (non-deductible expense). Namun, terdapat beberapa pengecualian, seperti makanan atau minuman yang disediakan untuk seluruh karyawan di tempat kerja, atau natura yang diberikan di daerah tertentu.2

     Setelah UU HPP (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021): Terjadi perubahan fundamental. Natura dan/atau kenikmatan kini secara umum menjadi objek PPh bagi penerima dan dapat dibiayakan bagi pemberi kerja (taxable-deductible).2

     Implementasi PMK 66/2023: Sebagai aturan pelaksana, PMK 66/2023 merinci jenis dan batasan natura/kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh. Aturan ini mulai berlaku efektif sejak 1 Juli 2023.1

     Masa Transisi (Tahun Pajak 2022 hingga Juni 2023): Natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh selama tahun pajak 2022 dikecualikan dari pengenaan PPh.1 Untuk periode 1 Januari 2023 hingga 30 Juni 2023, jika natura/kenikmatan belum dipotong PPh oleh pemberi, penerima wajib menghitung dan melaporkan PPh terutangnya sendiri dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh mereka. Kewajiban pemotongan PPh oleh pemberi baru dimulai pada 1 Juli 2023.4

 

Alasan di Balik Perubahan Kebijakan

 

Pemerintah memiliki beberapa alasan kuat di balik penerapan kebijakan pajak natura ini:

     Keadilan dan Kesetaraan: Sebelumnya, fasilitas non-tunai seperti mobil mewah atau rumah dinas seringkali dinikmati oleh karyawan level atas (seperti direksi dan komisaris) tanpa dikenai pajak. Sementara itu, karyawan biasa umumnya dikenai PPh 21 atas seluruh gaji mereka. Situasi ini dianggap tidak adil. Dengan mengenakan pajak pada natura, pemerintah berupaya menciptakan kesetaraan perlakuan pajak di antara semua tingkatan karyawan.5

     Pencegahan Penyalahgunaan: Terdapat indikasi bahwa pemberian natura digunakan sebagai celah untuk mengurangi PPh Badan perusahaan. Perusahaan dapat membebankan biaya yang seharusnya tidak dapat dikurangkan (non-deductible) sebagai biaya yang terkait dengan natura, sehingga mengurangi penghasilan kena pajak mereka.5

     Optimalisasi Penerimaan Negara: Dengan menjadikan natura sebagai objek pajak, terdapat potensi peningkatan penerimaan PPh bagi negara. Ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan pendapatan negara secara keseluruhan.12

     Meniru Praktik Internasional: Indonesia terinspirasi dari negara-negara lain, seperti Australia dan Selandia Baru, yang telah lama menerapkan "Fringe Benefit Tax" (FBT) atau pajak atas manfaat non-tunai. Penerapan ini sejalan dengan praktik perpajakan modern di banyak negara maju.5

Pergeseran ini menunjukkan bahwa pemerintah memandang natura bukan lagi sebagai "hadiah" semata, melainkan sebagai bentuk kompensasi yang memiliki nilai ekonomi setara dengan uang. Kebijakan ini menggarisbawahi prinsip keadilan vertikal dalam perpajakan, di mana mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi (termasuk melalui natura) diharapkan untuk berkontribusi lebih. Langkah ini juga bertujuan untuk menutup celah penghindaran pajak yang mungkin terjadi sebelumnya.12

 

Bab 3. Pembahasan Inti: Mengupas Tuntas 11 Kelompok Natura/Kenikmatan yang Dikecualikan Pajak

 

Meskipun natura dan kenikmatan kini secara umum menjadi objek PPh, pemerintah tetap memberikan pengecualian untuk jenis-jenis tertentu dan/atau dengan batasan nilai tertentu. Pengecualian ini bertujuan untuk menjaga keadilan, mendukung kegiatan esensial, dan tidak membebani fasilitas dasar yang memang diperlukan. Ketentuan pengecualian ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-Undang PPh dan dirinci lebih lanjut dalam PMK 66/2023.1

Berikut adalah penjelasan detail mengenai 11 kelompok natura/kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak, lengkap dengan definisi, dasar aturan, ketentuan khusus, contoh, dan ilustrasi perhitungannya:

 

1. Bingkisan dalam Rangka Hari Besar Keagamaan

 

     Definisi: Bingkisan yang diberikan oleh pemberi kerja dalam bentuk bahan makanan, bahan minuman, makanan, dan/atau minuman.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 1.

     Ketentuan Khusus: Bingkisan ini harus diberikan dalam rangka Hari Raya Idul Fitri, Natal, Nyepi, Waisak, atau Tahun Baru Imlek. Syarat penting lainnya adalah bingkisan tersebut wajib diterima oleh seluruh pegawai. Jika syarat ini terpenuhi, tidak ada batasan nilai untuk pengecualian pajaknya.1

     Contoh & Ilustrasi:

     PT Sejahtera memberikan hampers Lebaran berisi bahan makanan (minyak goreng, gula, tepung) senilai Rp500.000 kepada seluruh 100 karyawannya.

     Perlakuan: Pemberian hampers ini bukan objek PPh bagi karyawan dan dapat dibiayakan oleh PT Sejahtera. Nilai Rp500.000 per karyawan tidak dikenai PPh. Total biaya Rp50.000.000 dapat dibiayakan perusahaan.

     Ilustrasi Tambahan: Jika PT Sejahtera hanya memberikan hampers kepada karyawan Muslim saat Lebaran, maka bingkisan tersebut akan menjadi objek PPh karena tidak diberikan kepada seluruh pegawai, melanggar syarat universalitas.

Pengecualian ini mendorong perusahaan untuk memberikan manfaat secara merata kepada semua karyawan, tidak hanya kepada kelompok tertentu. Ini menyederhanakan administrasi karena tidak perlu membedakan perlakuan pajak jika bingkisan diberikan secara universal, sekaligus menekankan aspek keadilan sosial dalam pemberian kompensasi non-tunai.

 

2. Bingkisan Selain dalam Rangka Hari Besar Keagamaan dengan Jumlah Tertentu

 

     Definisi: Bingkisan atau hadiah yang diberikan di luar momen hari raya keagamaan.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 2.

     Ketentuan Khusus: Diterima oleh pegawai. Total nilai bingkisan yang diterima seorang pegawai tidak melebihi Rp3.000.000 per pegawai dalam satu tahun pajak.1

     Contoh & Ilustrasi:

     Bapak Budi menerima hadiah ulang tahun perusahaan berupa voucher belanja senilai Rp1.000.000 pada Maret 2024. Pada September 2024, ia menerima hadiah pencapaian target berupa smartwatch senilai Rp2.500.000.

     Perhitungan:

     Maret: Rp1.000.000 (akumulasi Rp1.000.000). Ini masih di bawah batas Rp3.000.000, sehingga bukan objek PPh.

     September: Rp2.500.000 (akumulasi menjadi Rp1.000.000 + Rp2.500.000 = Rp3.500.000).

     Nilai yang menjadi objek PPh adalah selisih dari akumulasi total dengan batasan: Rp3.500.000 - Rp3.000.000 = Rp500.000.17

     Rp500.000 ini akan ditambahkan ke penghasilan bruto Bapak Budi untuk perhitungan PPh 21 di bulan September.

Perusahaan harus melacak akumulasi nilai bingkisan non-keagamaan yang diterima setiap pegawai sepanjang tahun pajak. Pelacakan akumulasi ini memerlukan sistem penggajian atau HRIS yang canggih untuk secara otomatis menghitung kapan batasan terlampaui dan berapa nilai selisih yang menjadi objek PPh. Hal ini meningkatkan beban administrasi bagi perusahaan, terutama yang memberikan banyak jenis bingkisan non-reguler.

 

3. Peralatan dan Fasilitas Kerja

 

     Definisi: Peralatan dan fasilitas yang diberikan untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 3.

     Ketentuan Khusus: Peralatan dan fasilitas ini harus digunakan untuk mendukung pekerjaan. Contohnya meliputi komputer, laptop, ponsel, pulsa, dan koneksi internet. Tidak ada batasan nilai untuk pengecualian ini.1

     Contoh & Ilustrasi:

     PT Inovasi memberikan laptop baru senilai Rp15.000.000 dan paket internet bulanan senilai Rp300.000 kepada karyawannya untuk mendukung kerja dari rumah.

     Perlakuan: Laptop dan paket internet ini bukan objek PPh bagi karyawan, karena secara jelas digunakan untuk mendukung pekerjaan mereka.

Pengecualian ini merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap produktivitas kerja, termasuk mengakomodasi tren work from home atau hybrid work. Hal ini mendorong perusahaan untuk berinvestasi pada fasilitas yang meningkatkan efisiensi karyawan tanpa menambah beban pajak bagi karyawan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing perusahaan.

 

4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Pengobatan

 

     Definisi: Layanan kesehatan dan pengobatan yang diberikan oleh pemberi kerja.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 4.

     Ketentuan Khusus: Fasilitas ini dikecualikan dari pajak jika diberikan untuk: (1) kecelakaan kerja, (2) penyakit akibat kerja, (3) kondisi gawat darurat yang mengancam jiwa, dan (4) perawatan lanjutan akibat kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja. Tidak ada batasan nilai untuk pengecualian ini.1

     Contoh & Ilustrasi:

     Seorang karyawan PT Amanah mengalami kecelakaan saat perjalanan dinas dan biaya pengobatannya ditanggung penuh oleh perusahaan senilai Rp20.000.000.

     Perlakuan: Biaya pengobatan ini bukan objek PPh bagi karyawan.

     Ilustrasi Tambahan: Jika perusahaan menyediakan fasilitas klinik umum di kantor untuk pemeriksaan rutin yang tidak terkait kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, fasilitas tersebut bisa menjadi objek PPh jika tidak masuk dalam pengecualian lain (misalnya, makanan/minuman yang diberikan di tempat kerja).11

Pengecualian ini menunjukkan fokus pemerintah pada perlindungan karyawan terhadap risiko yang melekat pada pekerjaan atau situasi darurat yang tidak terduga. Hal ini mendorong perusahaan untuk memprioritaskan keselamatan dan kesehatan kerja, serta memberikan jaminan atas kejadian tak terduga, tanpa membebani karyawan dengan pajak atas manfaat esensial ini.

 

5. Fasilitas Olahraga Tertentu

 

     Definisi: Fasilitas untuk kegiatan olahraga.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 5.

     Ketentuan Khusus: Pengecualian ini tidak berlaku untuk fasilitas golf, pacuan kuda, balap perahu bermotor, terbang layang, dan/atau olahraga otomotif. Selain jenis olahraga tersebut, total biaya fasilitas yang diberikan tidak melebihi Rp1.500.000 per pegawai dalam satu tahun pajak.1

     Contoh & Ilustrasi:

     PT Sehat memberikan voucher keanggotaan gym senilai Rp1.000.000 kepada karyawannya pada Maret 2024. Pada September 2024, perusahaan mengadakan acara family gathering dengan fasilitas olahraga (badminton, futsal) yang biayanya Rp800.000 per karyawan.

     Perhitungan:

     Maret: Rp1.000.000 (akumulasi Rp1.000.000). Ini masih di bawah batas Rp1.500.000, sehingga bukan objek PPh.

     September: Rp800.000 (akumulasi menjadi Rp1.000.000 + Rp800.000 = Rp1.800.000).

     Nilai yang menjadi objek PPh adalah selisih dari akumulasi total dengan batasan: Rp1.800.000 - Rp1.500.000 = Rp300.000.

     Rp300.000 ini akan ditambahkan ke penghasilan bruto karyawan untuk perhitungan PPh 21 di bulan September.

     Ilustrasi Tambahan: Jika Direktur PT Maju diberikan fasilitas keanggotaan golf senilai Rp5.000.000, seluruh nilai tersebut akan menjadi objek PPh karena golf adalah jenis olahraga yang secara eksplisit dikecualikan dari pengecualian.19

Kebijakan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk membedakan antara fasilitas olahraga yang menunjang kesehatan umum (yang didukung) dan fasilitas yang cenderung bersifat "kemewahan" atau dinikmati oleh segelintir orang. Hal ini berupaya menciptakan keadilan di mata publik, mencegah persepsi bahwa fasilitas mewah bagi eksekutif dibebaskan dari pajak, sekaligus tetap mendorong gaya hidup sehat bagi seluruh karyawan.

 

6. Fasilitas Tempat Tinggal Komunal

 

     Definisi: Fasilitas tempat tinggal yang digunakan secara bersama-sama oleh lebih dari satu pegawai. Contohnya meliputi asrama, mess, atau barak.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 6.

     Ketentuan Khusus: Diterima oleh pegawai. Tidak ada batasan nilai untuk pengecualian ini.1

     Contoh & Ilustrasi:

     PT Tambang Sejahtera menyediakan barak pekerja di lokasi tambang yang terpencil untuk seluruh karyawannya.

     Perlakuan: Fasilitas barak ini bukan objek PPh bagi karyawan.

Pengecualian ini sangat relevan untuk industri seperti pertambangan, perkebunan, atau konstruksi di daerah terpencil, di mana penyediaan akomodasi adalah keharusan operasional. Pemerintah mengakui kebutuhan praktis dan esensial dalam sektor-sektor tertentu, di mana penyediaan tempat tinggal adalah bagian tak terpisahkan dari operasional, dan membebaskannya dari pajak untuk tidak membebani baik perusahaan maupun karyawan.

 

7. Fasilitas Tempat Tinggal Individual

 

     Definisi: Fasilitas tempat tinggal yang hak pemanfaatannya dipegang oleh perseorangan. Contohnya adalah apartemen atau rumah tapak.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 7.

     Ketentuan Khusus: Diterima oleh pegawai. Nilai keseluruhan fasilitas ini tidak melebihi Rp2.000.000 per pegawai per bulan.1

     Contoh & Ilustrasi:

     PT Properti menyewakan apartemen untuk Manajer Senior Ibu Dina dengan biaya sewa Rp5.000.000 per bulan.

     Perhitungan:

     Nilai fasilitas per bulan: Rp5.000.000.

     Batas non-objek PPh: Rp2.000.000.

     Nilai yang menjadi objek PPh adalah selisihnya: Rp5.000.000 - Rp2.000.000 = Rp3.000.000 per bulan.19

     Rp3.000.000 ini akan ditambahkan ke penghasilan bruto Ibu Dina setiap bulan untuk perhitungan PPh 21.

Pengecualian ini menunjukkan bahwa pemerintah mengakui kebutuhan akan tempat tinggal sebagai fasilitas kerja, tetapi menetapkan batasan untuk membedakan antara kebutuhan dasar dan fasilitas yang bersifat mewah. Hal ini mendorong perusahaan untuk lebih cermat dalam menentukan nilai fasilitas tempat tinggal yang diberikan, agar tidak membebani karyawan dengan pajak atas fasilitas yang melebihi batas wajar.

 

8. Fasilitas Kendaraan

 

     Definisi: Fasilitas kendaraan yang diberikan oleh pemberi kerja.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 8.

     Ketentuan Khusus: Diterima oleh pegawai yang memenuhi dua syarat: (1) bukan pemegang saham dan (2) memiliki rata-rata penghasilan bruto dalam 12 bulan terakhir tidak lebih dari Rp100.000.000 per bulan dari pemberi kerja.1

     Contoh & Ilustrasi:

     Seorang Manajer Pemasaran, Bapak Rio (bukan pemegang saham), dengan gaji rata-rata Rp80.000.000 per bulan, diberikan fasilitas mobil dinas. Biaya penyusutan dan operasional mobil per bulan adalah Rp10.000.000.

     Perlakuan: Fasilitas mobil dinas ini bukan objek PPh bagi Bapak Rio karena memenuhi kedua syarat (bukan pemegang saham dan penghasilan di bawah Rp100 juta/bulan).

     Ilustrasi Tambahan: Jika Direktur Utama PT Jaya Abadi, Bapak Surya (pemegang saham), diberikan fasilitas mobil dinas, berapapun gajinya, fasilitas mobil tersebut akan menjadi objek PPh karena beliau adalah pemegang saham. Demikian pula jika Bapak Rio memiliki gaji rata-rata Rp120.000.000 per bulan, fasilitas mobilnya juga akan menjadi objek PPh.

Kebijakan ini secara jelas menargetkan fasilitas kendaraan yang seringkali dinikmati oleh eksekutif tingkat atas atau pemilik perusahaan. Ini adalah langkah konkret pemerintah untuk memastikan keadilan pajak di semua tingkatan, terutama bagi mereka yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi, sekaligus mencegah praktik penghindaran PPh.

 

9. Fasilitas Iuran Dana Pensiun

 

     Definisi: Iuran dana pensiun yang ditanggung oleh pemberi kerja untuk pegawai.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 9.

     Ketentuan Khusus: Iuran yang ditanggung pemberi kerja. Tidak ada batasan nilai untuk pengecualian ini.1

     Contoh & Ilustrasi:

     PT Masa Depan membayarkan iuran dana pensiun untuk karyawannya sebesar 5% dari gaji pokok setiap bulan.

     Perlakuan: Iuran dana pensiun ini bukan objek PPh bagi karyawan.

Ini adalah insentif pajak yang jelas untuk mendorong perusahaan berinvestasi pada jaminan hari tua karyawannya. Kebijakan ini mendukung program kesejahteraan karyawan jangka panjang dan keamanan finansial pasca-pensiun, yang pada akhirnya berkontribusi pada stabilitas sosial dan ekonomi.

 

10. Fasilitas Peribadatan

 

     Definisi: Fasilitas yang disediakan semata-mata untuk kegiatan ibadah. Contohnya meliputi musala, masjid, kapel, atau pura.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 10.

     Ketentuan Khusus: Fasilitas ini harus digunakan semata-mata untuk kegiatan ibadah. Tidak ada batasan nilai untuk pengecualian ini.1

     Contoh & Ilustrasi:

     PT Harmoni membangun musala di lingkungan kantor untuk seluruh karyawannya.

     Perlakuan: Fasilitas musala ini bukan objek PPh bagi karyawan.

Pengecualian ini menunjukkan pengakuan pemerintah terhadap pentingnya kebutuhan spiritual karyawan dan dukungan terhadap nilai-nilai keagamaan. Kebijakan ini mencerminkan komitmen terhadap toleransi beragama dan penyediaan lingkungan kerja yang inklusif, di mana kebutuhan spiritual karyawan diakomodasi tanpa konsekuensi pajak.

 

11. Natura/Kenikmatan yang Diperoleh Tahun 2022

 

     Definisi: Natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh pegawai/pemberi jasa selama tahun pajak 2022.1

     Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A Angka 11.

     Ketentuan Khusus: Natura/kenikmatan yang diterima pada tahun 2022 dikecualikan dari pengenaan pajak. Ini adalah masa transisi karena UU HPP berlaku sejak 2022, namun aturan pelaksana yang lebih rinci (PMK 66/2023) baru terbit dan berlaku efektif pada 1 Juli 2023.1

     Contoh & Ilustrasi:

     Pada tahun 2022, PT Bahagia memberikan fasilitas membership gym senilai Rp5.000.000 kepada karyawannya.

     Perlakuan: Fasilitas ini dikecualikan dari PPh karena diterima di tahun 2022.

Pengecualian ini merupakan langkah pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari dampak retroaktif yang tidak adil bagi wajib pajak yang belum memiliki panduan jelas di tahun 2022. Ini menunjukkan responsivitas pemerintah terhadap tantangan implementasi peraturan.

 

Tabel Ringkasan: 11 Kelompok Natura/Kenikmatan yang Dikecualikan Pajak

 

No.

Jenis Natura/Kenikmatan

Batasan/Kondisi Pengecualian

Contoh Ilustrasi Singkat

Dasar Aturan (PMK 66/2023 Lampiran A Angka)

1.

Bingkisan Hari Besar Keagamaan

Diberikan kepada seluruh pegawai; berupa makanan/minuman/bahan makanan/minuman. Tanpa Batasan Nilai.

Hampers Lebaran untuk semua karyawan.

Angka 1

2.

Bingkisan Selain Hari Besar Keagamaan

Total nilai maksimal Rp3.000.000 per pegawai per tahun pajak.

Hadiah ulang tahun perusahaan, hadiah pencapaian target.

Angka 2

3.

Peralatan dan Fasilitas Kerja

Digunakan untuk mendukung pekerjaan (laptop, HP, pulsa, internet). Tanpa Batasan Nilai.

Laptop dan paket internet untuk WFH.

Angka 3

4.

Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Pengobatan

Untuk kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, gawat darurat, perawatan lanjutan terkait. Tanpa Batasan Nilai.

Biaya pengobatan karyawan yang kecelakaan dinas.

Angka 4

5.

Fasilitas Olahraga Tertentu

Total biaya maksimal Rp1.500.000 per pegawai per tahun pajak. Tidak termasuk golf, pacuan kuda, balap perahu motor, terbang layang, otomotif.

Voucher keanggotaan gym, fasilitas badminton.

Angka 5

6.

Fasilitas Tempat Tinggal Komunal

Digunakan bersama (asrama, mess, barak). Tanpa Batasan Nilai.

Barak pekerja di lokasi tambang.

Angka 6

7.

Fasilitas Tempat Tinggal Individual

Nilai sewa/biaya maksimal Rp2.000.000 per pegawai per bulan.

Apartemen sewaan untuk manajer.

Angka 7

8.

Fasilitas Kendaraan

Penerima bukan pemegang saham dan rata-rata penghasilan bruto 12 bulan terakhir tidak lebih dari Rp100.000.000 per bulan.

Mobil dinas untuk manajer non-pemegang saham dengan gaji di bawah Rp100 juta.

Angka 8

9.

Fasilitas Iuran Dana Pensiun

Iuran yang ditanggung pemberi kerja untuk pegawai. Tanpa Batasan Nilai.

Iuran pensiun yang dibayarkan perusahaan.

Angka 9

10.

Fasilitas Peribadatan

Disediakan semata-mata untuk kegiatan ibadah (musala, masjid, kapel, pura). Tanpa Batasan Nilai.

Musala di lingkungan kantor.

Angka 10

11.

Natura/Kenikmatan yang Diperoleh Tahun 2022

Diterima atau diperoleh selama tahun pajak 2022. Dikecualikan dari PPh.

Membership gym yang diberikan tahun 2022.

Angka 11

 

Bab 4. Informasi Lain Terkait Perpajakan Natura dan Kenikmatan: Dari Pelaporan hingga Pembukuan

 

Perubahan dalam perlakuan pajak natura dan kenikmatan tidak hanya berhenti pada pemahaman objek pajaknya, tetapi juga memiliki implikasi signifikan terhadap kewajiban pelaporan dan pencatatan akuntansi perusahaan.

 

Kewajiban Pelaporan di SPT Tahunan 2025 (Kaitan dengan CoreTax)

 

Salah satu aspek paling penting yang perlu diperhatikan perusahaan adalah kewajiban pelaporan yang akan datang. Berdasarkan Pasal 2 ayat (6) PMK 66/2023, pemberi penghasilan wajib melaporkan biaya natura dan/atau kenikmatan dalam SPT Tahunan PPh mereka.6

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menyediakan contoh format dan panduan pengisian untuk laporan ini melalui Nota Dinas Nomor ND-14/PJ/PJ.02/2024. Laporan ini disebut "Daftar Nominatif Natura Kenikmatan" dan harus dilampirkan pada SPT Tahunan PPh Badan.6

Isi Daftar Nominatif harus sangat detail, mencakup:

     Data Penerima: Nama lengkap, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan alamat penerima natura/kenikmatan.

     Data Natura/Kenikmatan: Tanggal pemberian atau pemanfaatan natura/kenikmatan, bentuk dan jenis biaya (yang harus diisi dengan frasa "natura dan/atau kenikmatan"), jumlah nominalnya, dan kolom keterangan.

     Keterangan Penting: Kolom keterangan ini krusial. Harus menjelaskan secara rinci bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan, akun biaya yang digunakan untuk mencatat pemberian manfaat tersebut, serta status pajaknya (apakah objek PPh atau non-objek PPh). Contoh yang diberikan adalah "natura bingkisan bahan makanan – biaya gaji – non objek" atau "kenikmatan fasilitas mobil – biaya penyusutan mobil, biaya gaji sopir, dan biaya bahan bakar – objek".6

     Pemotongan PPh: Bagian ini mencakup jumlah PPh yang telah dipotong dan nomor bukti potong yang relevan (misalnya, 1721-A1 untuk pegawai tetap).6

Peran sistem CoreTax di tahun 2025 menjadi sangat sentral. PER 11 PJ 2025 juga telah memperkenalkan lampiran natura yang harus disiikan sebagai sesuatu yang bersifat wajib8 Artinya, lampiran nominatif natura yang diwajibkan oleh PMK 66/2023 ini akan menjadi bagian integral dari pelaporan SPT Tahunan PPh Badan melalui CoreTax di tahun 2025. Ini menegaskan transisi menuju digitalisasi penuh dalam administrasi pajak.

Kombinasi antara kewajiban pelaporan nominatif dan platform CoreTax berarti perusahaan harus tidak hanya mengumpulkan data natura dengan sangat rinci, tetapi juga memastikan sistem internal mereka kompatibel dengan CoreTax untuk pelaporan yang efisien. Ini adalah langkah besar menuju transparansi data pajak yang lebih tinggi bagi DJP, memungkinkan analisis risiko yang lebih baik. Namun, bagi wajib pajak, ini berarti peningkatan signifikan dalam beban administrasi dan kebutuhan untuk investasi pada sistem IT yang mendukung pencatatan dan pelaporan natura secara otomatis. Perusahaan yang belum siap akan menghadapi kesulitan besar dalam kepatuhan.

 

Contoh Format Daftar Nominatif Natura Kenikmatan (Sederhana)

 

Berikut adalah ilustrasi sederhana dari format daftar nominatif yang perlu disiapkan oleh perusahaan:

Tanggal

Nama Penerima

NPWP

Bentuk & Jenis Biaya

Jumlah (Rp)

Keterangan (Objek/Non-Objek, Akun Biaya)

PPh Dipotong (Rp)

No. Bukti Potong

26/03/2025

Budi Santoso

12.345.678.9-000.000

Bingkisan selain hari raya

5.000.000

Objek (selisih Rp 2jt) - Biaya Hadiah Karyawan

240.000

1721-A1-2025-03-001

15/04/2025

Seluruh Karyawan

-

Bingkisan Lebaran (makanan/minuman)

500.000

Non-Objek - Biaya Hari Raya

-

-

31/03/2025

Ibu Dina

98.765.432.1-000.000

Kenikmatan Fasilitas Apartemen

5.000.000

Objek (selisih Rp 3jt) - Biaya Sewa Kantor

XXX

1721-A1-2025-03-002

 

Implikasi Akuntansi dan Pembukuan Perusahaan

 

Pencatatan biaya natura dan kenikmatan dalam pembukuan perusahaan juga memerlukan perhatian khusus:

     Pencatatan Biaya Natura/Kenikmatan:

     Biaya yang dikeluarkan untuk natura/kenikmatan yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun (misalnya, pembelian aset seperti kendaraan atau bangunan yang kemudian digunakan sebagai fasilitas kenikmatan) dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.24

     Biaya yang memiliki masa manfaat kurang dari atau sama dengan 1 tahun (misalnya, biaya pulsa, biaya makan) dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran.24

     Penting untuk diingat bahwa meskipun natura/kenikmatan menjadi objek PPh bagi penerima, ketentuan pembukuan bagi pemberi kerja tidak secara fundamental berubah.25 Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menyatakan bahwa biaya natura tidak perlu dicatatkan secara khusus dalam akun terpisah (misalnya, biaya kendaraan tetap di akun kendaraan, biaya rumah di akun rumah). Namun, wajib pajak memiliki kebebasan untuk membuat akun tersendiri jika ingin lebih merinci dan memudahkan pelacakan.25

     Saran Pembentukan Kode Akun Baru (Opsional, untuk Kemudahan Pelacakan):
Meskipun tidak wajib, untuk memudahkan pelacakan dan pelaporan nominatif, perusahaan dapat mempertimbangkan pembentukan sub-akun atau akun pembantu di bawah akun biaya yang sudah ada. Contohnya:

     5xxx Biaya Gaji dan Tunjangan

     51xx Gaji Pokok

     52xx Tunjangan Lain

     53xx Biaya Natura dan Kenikmatan (Objek PPh)

     5310 Natura Bingkisan Kena Pajak

     5320 Kenikmatan Fasilitas Mobil Kena Pajak

     5330 Kenikmatan Fasilitas Rumah Kena Pajak

     54xx Biaya Natura dan Kenikmatan (Non-Objek PPh)

     5410 Natura Makanan/Minuman Seluruh Pegawai

     5420 Kenikmatan Fasilitas Kerja

     Contoh Jurnal Akuntansi:

     Kasus 1: Pemberian Natura (Objek PPh) - Contoh Bingkisan Melebihi Batas

     PT Sejahtera memberikan smartwatch senilai Rp2.500.000 (selisih objek PPh Rp500.000) kepada Bapak Budi.

     Jurnal saat pembelian smartwatch:

     Dr. Biaya Hadiah Karyawan (atau akun sejenis) Rp2.500.000

     Cr. Kas/Bank Rp2.500.000

     Jurnal saat pengakuan PPh 21 (di payroll):

     Dr. Biaya Gaji (untuk PPh 21 yang ditanggung perusahaan jika ada)

     Cr. Utang PPh 21 (jika dipotong dari gaji karyawan)

     Catatan: Nilai Rp500.000 akan masuk dalam komponen penghasilan bruto Bapak Budi di perhitungan PPh 21.

     Kasus 2: Pemberian Kenikmatan (Objek PPh) - Contoh Fasilitas Apartemen Melebihi Batas

     PT Properti menyewakan apartemen untuk Ibu Dina seharga Rp5.000.000/bulan (objek PPh Rp3.000.000).

     Jurnal saat pembayaran sewa apartemen:

     Dr. Biaya Sewa Apartemen (atau akun sejenis) Rp5.000.000

     Cr. Kas/Bank Rp5.000.000

     Jurnal saat pengakuan PPh 21 (di payroll):

     Dr. Biaya Gaji (untuk PPh 21 yang ditanggung perusahaan jika ada)

     Cr. Utang PPh 21 (jika dipotong dari gaji karyawan)

     Catatan: Nilai Rp3.000.000 akan masuk dalam komponen penghasilan bruto Ibu Dina di perhitungan PPh 21 setiap bulan.

     Kasus 3: Pemberian Natura/Kenikmatan (Non-Objek PPh) - Contoh Bingkisan Hari Raya

     PT Sejahtera memberikan hampers Lebaran senilai Rp500.000 kepada seluruh karyawan.

     Jurnal saat pembelian hampers:

     Dr. Biaya Hari Raya (atau akun sejenis) Rp500.000

     Cr. Kas/Bank Rp500.000

     Perlakuan PPh 21: Tidak ada penambahan ke penghasilan bruto karyawan.

     Fiskal: Biaya ini tetap dapat dibiayakan secara fiskal (deductible), karena memenuhi kriteria 3M (Mendapatkan, Menagih, Memelihara penghasilan) sebagai biaya terkait karyawan.2

Natura dan/atau kenikmatan dapat dibiayakan sepanjang memenuhi prinsip 3M. Namun, beberapa akademisi dan konsultan menyatakan bahwa definisi 3M bisa sangat luas dan rentan terhadap perbedaan penafsiran di lapangan.11 Ada potensi perbedaan interpretasi antara wajib pajak dan fiskus mengenai apakah suatu natura/kenikmatan benar-benar terkait 3M, terutama untuk fasilitas yang bersifat "hibrida" (misalnya, fasilitas olahraga non-eksklusif). Perusahaan harus memiliki dokumentasi yang kuat dan dasar argumen yang jelas mengapa suatu natura/kenikmatan dikategorikan sebagai biaya 3M, terutama jika nilainya signifikan. Ini bisa menjadi area sengketa pajak di masa depan jika tidak dikelola dengan baik.

 

Tantangan dan Interpretasi dalam Implementasi Pajak Natura

 

Implementasi pajak natura tidak lepas dari beberapa tantangan dan isu interpretasi:

     Waktu Rilis Aturan: PMK 66/2023 dirilis cukup lama setelah UU HPP dan PP 55/2022, menimbulkan ketidakpastian di awal masa implementasi.22

     Minimnya Panduan Teknis Jelas: Wajib pajak masih merasa kurangnya panduan yang jelas tentang cara pengisian daftar nominatif dan penilaian natura yang kompleks, terutama untuk kasus-kasus yang tidak secara eksplisit dicontohkan dalam peraturan.22

     Risiko "Double Penalty": Terdapat kekhawatiran akan potensi sanksi ganda akibat ketidaksesuaian antara teori dan praktik di lapangan.27

     Interpretasi Luas "3M": Definisi "biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan" (3M) masih bisa menimbulkan perdebatan. Pertanyaan muncul apakah semua natura yang diberikan kepada pegawai dapat dibiayakan, mengingat beberapa natura mungkin memiliki tujuan ganda (misalnya, kesejahteraan karyawan sekaligus dukungan operasional).11

Meskipun ada aturan, implementasi di lapangan masih menghadapi hambatan praktis. Pemerintah perlu terus memberikan klarifikasi dan panduan teknis yang lebih detail (misalnya, melalui Surat Edaran atau FAQ resmi) untuk mengurangi ambiguitas dan membantu wajib pajak dalam kepatuhan. Bagi perusahaan, ini berarti perlunya proaktif mencari informasi dan, jika perlu, berkonsultasi dengan ahli pajak.

 

Bab 5. Kesimpulan: Langkah Strategis Menghadapi Era Pajak Natura

 

Perpajakan natura dan kenikmatan menandai pergeseran fundamental dari rezim "non-objek, non-deductible" menjadi "objek, deductible." Perubahan ini didorong oleh tujuan untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan dan mengoptimalkan penerimaan negara.

PMK 66 Tahun 2023 adalah peraturan kunci yang merinci 11 kelompok natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh, lengkap dengan batasan dan kondisinya. Memahami secara mendalam setiap kelompok ini adalah fondasi utama bagi perusahaan untuk memastikan kepatuhan pajak.

Kesiapan pelaporan di tahun 2025 menjadi sangat krusial. Kewajiban melampirkan "Daftar Nominatif Natura Kenikmatan" di SPT Tahunan melalui sistem CoreTax adalah mandat yang tidak dapat ditawar. Hal ini menuntut perusahaan untuk memiliki pencatatan yang sangat rinci dan sistematis atas setiap pemberian natura dan kenikmatan.

Dari sisi akuntansi, perusahaan perlu memastikan sistem pembukuannya mampu melacak natura dan kenikmatan secara detail, membedakan antara yang menjadi objek PPh dan yang non-objek PPh, serta mengintegrasikannya dengan perhitungan PPh 21 dan laporan nominatif. Pembentukan akun pembantu dapat menjadi solusi praktis untuk memudahkan proses ini.

Meskipun terdapat tantangan dalam interpretasi dan implementasi, seperti waktu rilis aturan yang menimbulkan ketidakpastian awal dan minimnya panduan teknis yang sangat spesifik, proaktif dalam memahami aturan, menjaga pencatatan yang rapi, dan berkonsultasi dengan ahli pajak adalah kunci untuk menghindari risiko dan memastikan kepatuhan.

Di era pajak natura ini, kepatuhan bukan hanya soal kewajiban, tetapi juga strategi cerdas. Dengan pemahaman yang tepat dan persiapan yang matang, perusahaan tidak hanya memenuhi regulasi, tetapi juga mengoptimalkan pengelolaan keuangan mereka.