Kenikmatan yang Dipajaki:
Pahami Kewajiban PPH atas Natura dan Kenikmatan sebelum Terjebak di SPT TAHUNAN
CORETAX 2025
Bab 1. Kata Pengantar:
Mengapa Natura dan Kenikmatan Kini Jadi Sorotan Utama?
Selamat pagi, Bapak/Ibu sekalian. Sebagai
konsultan pajak saya melihat telah banyak sekali perubahan yang disaksikan
dalam lanskap perpajakan di Indonesia. Namun, jarang sekali ada satu topik yang
mampu menyita perhatian banyak pihak seperti "natura dan kenikmatan"
ini. Dulu, pemberian fasilitas atau barang dari kantor seringkali dianggap
sebagai "hadiah manis" tanpa beban pajak bagi penerima. Kini, paradigma tersebut bergeser, menjadikannya sebagai
"pendapatan" yang harus dihitung dan dilaporkan. Ini bukan sekadar
perubahan kecil, melainkan pergeseran fundamental dalam cara perusahaan dan
karyawan memandang kompensasi non-tunai.
Perubahan mendasar ini berakar dari Undang-Undang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomor 7 Tahun 2021, yang kemudian
diimplementasikan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun
2022. Aturan pelaksana yang
paling detail dan menjadi panduan utama kita saat ini adalah Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023. PMK ini adalah "kitab suci" yang
merinci apa saja jenis natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak
penghasilan (PPh).1
Mengapa pembahasan mengenai natura ini
perlu diingat kembali, padahal aturannya sudah ada sejak tahun 2023? Poin
krusialnya adalah karena di tahun 2025, pelaporan pajak di sistem CoreTax akan
mewajibkan adanya lampiran khusus untuk natura dan kenikmatan. Kewajiban ini
bukan lagi pilihan, melainkan mandatori
bagi perusahaan yang memberikan natura dan/atau kenikmatan.6 Ini berarti setiap perusahaan harus siap
dengan data yang sangat detail dan terstruktur.
PMK 66/2023 mengatur substansi mengenai
natura dan kenikmatan, termasuk jenis yang dikecualikan dan batasan nilainya.1 Sementara itu, PER 11 PJ 2025, meskipun
tidak secara spesifik merinci aturan natura, merupakan payung hukum yang
mengatur teknis pelaporan dan implementasi sistem CoreTax.8 Kewajiban pelaporan natura yang diatur
dalam PMK 66/2023 Pasal 2 ayat (6) akan diimplementasikan melalui sistem
CoreTax yang diatur oleh PER 11 PJ 2025.6 Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak
bisa lagi mencatat natura secara global atau mengabaikannya. Mereka harus
memiliki sistem pencatatan yang rapi untuk setiap penerima, jenis natura,
nilai, dan status pajaknya (objek PPh atau non-objek PPh) agar dapat mengisi
lampiran nominatif di CoreTax dengan benar.6 Perubahan ini mendorong transparansi dan
akuntabilitas yang lebih tinggi dalam pengelolaan kompensasi non-tunai.
Dengan demikian, mari kita selami lebih
dalam topik ini, agar perusahaan tidak hanya patuh terhadap peraturan, tetapi
juga cerdas dalam mengelola pajak natura ini.
Bab 2. Pendahuluan Natura dan
Kenikmatan: Dari Dulu Hingga Kini
Untuk memahami perlakuan perpajakan natura
dan kenikmatan, penting untuk terlebih dahulu memahami definisinya secara
jelas.
Definisi Natura dan Kenikmatan
●
Natura: Mengacu pada penggantian
atau imbalan dalam bentuk barang selain uang yang kepemilikannya dialihkan dari
pemberi (perusahaan) kepada penerima (pegawai atau pemberi jasa). Contoh umum
natura meliputi pemberian beras, gula, atau bingkisan (hampers) Lebaran.2
●
Kenikmatan: Merujuk pada
penggantian atau imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas
dan/atau pelayanan. Fasilitas ini dapat bersumber dari aset pemberi kerja atau
dari pihak ketiga yang disewa atau dibiayai oleh pemberi kerja, untuk
dimanfaatkan oleh penerima. Contoh kenikmatan adalah fasilitas mobil dinas,
rumah dinas, atau keanggotaan klub golf.2
Perbedaan esensial
antara keduanya adalah bahwa natura adalah "barang yang kepemilikannya
dialihkan", sementara kenikmatan adalah "hak untuk menggunakan
fasilitas atau layanan".
Sejarah Singkat Perlakuan
Pajak Natura di Indonesia
Perlakuan pajak atas natura di Indonesia
telah mengalami perubahan signifikan:
●
Sebelum UU HPP (Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang PPh Pasal 9 ayat (1) huruf e): Secara umum, natura bukan merupakan objek
PPh bagi penerima dan tidak dapat dibiayakan bagi pemberi kerja (non-deductible
expense). Namun, terdapat beberapa pengecualian, seperti makanan atau minuman
yang disediakan untuk seluruh karyawan di tempat kerja, atau natura yang
diberikan di daerah tertentu.2
●
Setelah UU HPP (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021): Terjadi perubahan fundamental. Natura dan/atau kenikmatan kini
secara umum menjadi objek PPh bagi penerima dan dapat dibiayakan bagi pemberi
kerja (taxable-deductible).2
●
Implementasi PMK 66/2023: Sebagai aturan
pelaksana, PMK 66/2023 merinci jenis dan batasan natura/kenikmatan yang
dikecualikan dari objek PPh. Aturan ini mulai berlaku efektif sejak 1 Juli
2023.1
●
Masa Transisi (Tahun Pajak 2022 hingga Juni 2023): Natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh selama
tahun pajak 2022 dikecualikan dari pengenaan PPh.1 Untuk periode 1 Januari
2023 hingga 30 Juni 2023, jika natura/kenikmatan belum dipotong PPh oleh
pemberi, penerima wajib menghitung dan melaporkan PPh terutangnya sendiri dalam
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh mereka. Kewajiban pemotongan PPh oleh
pemberi baru dimulai pada 1 Juli 2023.4
Alasan di Balik Perubahan Kebijakan
Pemerintah memiliki beberapa alasan kuat di balik penerapan
kebijakan pajak natura ini:
●
Keadilan dan Kesetaraan: Sebelumnya, fasilitas
non-tunai seperti mobil mewah atau rumah dinas seringkali dinikmati oleh karyawan
level atas (seperti direksi dan komisaris) tanpa dikenai pajak. Sementara itu, karyawan biasa umumnya
dikenai PPh 21 atas seluruh gaji mereka. Situasi ini dianggap tidak adil.
Dengan mengenakan pajak pada natura, pemerintah berupaya menciptakan kesetaraan
perlakuan pajak di antara semua tingkatan karyawan.5
●
Pencegahan Penyalahgunaan: Terdapat indikasi bahwa pemberian natura
digunakan sebagai celah untuk mengurangi PPh Badan perusahaan. Perusahaan dapat
membebankan biaya yang seharusnya tidak dapat dikurangkan (non-deductible)
sebagai biaya yang terkait dengan natura, sehingga mengurangi penghasilan kena
pajak mereka.5
●
Optimalisasi Penerimaan Negara: Dengan menjadikan natura sebagai objek
pajak, terdapat potensi peningkatan penerimaan PPh bagi negara. Ini adalah
bagian dari upaya pemerintah untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan
pendapatan negara secara keseluruhan.12
●
Meniru Praktik Internasional: Indonesia terinspirasi dari negara-negara
lain, seperti Australia dan Selandia Baru, yang telah lama menerapkan
"Fringe Benefit Tax" (FBT) atau pajak atas manfaat non-tunai. Penerapan ini sejalan dengan praktik perpajakan modern di banyak
negara maju.5
Pergeseran ini
menunjukkan bahwa pemerintah memandang natura bukan lagi sebagai
"hadiah" semata, melainkan sebagai bentuk kompensasi yang memiliki
nilai ekonomi setara dengan uang. Kebijakan ini menggarisbawahi prinsip
keadilan vertikal dalam perpajakan, di mana mereka yang memiliki kemampuan
ekonomi lebih tinggi (termasuk melalui natura) diharapkan untuk berkontribusi
lebih. Langkah ini juga bertujuan untuk menutup celah penghindaran pajak yang
mungkin terjadi sebelumnya.12
Bab 3. Pembahasan Inti:
Mengupas Tuntas 11 Kelompok Natura/Kenikmatan yang Dikecualikan Pajak
Meskipun natura dan kenikmatan kini secara
umum menjadi objek PPh, pemerintah tetap memberikan pengecualian untuk
jenis-jenis tertentu dan/atau dengan batasan nilai tertentu. Pengecualian ini
bertujuan untuk menjaga keadilan, mendukung kegiatan esensial, dan tidak
membebani fasilitas dasar yang memang diperlukan. Ketentuan pengecualian ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d
Undang-Undang PPh dan dirinci lebih lanjut dalam PMK 66/2023.1
Berikut adalah penjelasan detail mengenai 11 kelompok
natura/kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak, lengkap dengan definisi,
dasar aturan, ketentuan khusus, contoh, dan ilustrasi perhitungannya:
1. Bingkisan dalam Rangka Hari Besar Keagamaan
●
Definisi: Bingkisan yang diberikan oleh pemberi
kerja dalam bentuk bahan makanan, bahan minuman, makanan, dan/atau minuman.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 1.
●
Ketentuan Khusus: Bingkisan ini harus
diberikan dalam rangka Hari Raya Idul Fitri, Natal, Nyepi, Waisak, atau Tahun
Baru Imlek. Syarat penting lainnya adalah bingkisan tersebut wajib diterima oleh seluruh pegawai. Jika syarat ini terpenuhi, tidak ada batasan nilai untuk
pengecualian pajaknya.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
PT Sejahtera memberikan
hampers Lebaran berisi bahan makanan (minyak goreng, gula, tepung) senilai
Rp500.000 kepada seluruh 100 karyawannya.
○
Perlakuan: Pemberian hampers ini
bukan objek PPh bagi karyawan dan dapat dibiayakan oleh PT Sejahtera. Nilai
Rp500.000 per karyawan tidak dikenai PPh. Total biaya Rp50.000.000 dapat
dibiayakan perusahaan.
○
Ilustrasi Tambahan: Jika PT Sejahtera hanya
memberikan hampers kepada karyawan Muslim saat Lebaran, maka bingkisan tersebut
akan menjadi objek PPh karena tidak diberikan kepada seluruh pegawai, melanggar syarat universalitas.
Pengecualian ini
mendorong perusahaan untuk memberikan manfaat secara merata kepada semua
karyawan, tidak hanya kepada kelompok tertentu. Ini menyederhanakan
administrasi karena tidak perlu membedakan perlakuan pajak jika bingkisan
diberikan secara universal, sekaligus menekankan aspek keadilan sosial dalam
pemberian kompensasi non-tunai.
2. Bingkisan Selain dalam Rangka Hari Besar
Keagamaan dengan Jumlah Tertentu
●
Definisi: Bingkisan atau hadiah
yang diberikan di luar momen hari raya keagamaan.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 2.
●
Ketentuan Khusus: Diterima oleh pegawai. Total nilai
bingkisan yang diterima seorang pegawai tidak
melebihi Rp3.000.000 per pegawai dalam satu tahun pajak.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
Bapak
Budi menerima hadiah ulang tahun perusahaan berupa voucher belanja senilai Rp1.000.000 pada Maret 2024. Pada September 2024, ia menerima hadiah pencapaian target berupa
smartwatch senilai Rp2.500.000.
○
Perhitungan:
■
Maret: Rp1.000.000
(akumulasi Rp1.000.000). Ini masih di bawah batas Rp3.000.000, sehingga bukan objek PPh.
■
September: Rp2.500.000
(akumulasi menjadi Rp1.000.000 + Rp2.500.000 = Rp3.500.000).
■
Nilai yang menjadi objek PPh adalah selisih dari akumulasi
total dengan batasan: Rp3.500.000 - Rp3.000.000 = Rp500.000.17
○
Rp500.000 ini akan
ditambahkan ke penghasilan bruto Bapak Budi untuk perhitungan PPh 21 di bulan
September.
Perusahaan harus melacak
akumulasi nilai bingkisan non-keagamaan yang diterima setiap pegawai sepanjang
tahun pajak. Pelacakan akumulasi ini memerlukan sistem penggajian atau HRIS
yang canggih untuk secara otomatis menghitung kapan batasan terlampaui dan
berapa nilai selisih yang menjadi objek PPh. Hal ini meningkatkan beban
administrasi bagi perusahaan, terutama yang memberikan banyak jenis bingkisan
non-reguler.
3. Peralatan dan Fasilitas Kerja
●
Definisi: Peralatan dan fasilitas yang diberikan
untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 3.
●
Ketentuan Khusus: Peralatan dan fasilitas ini harus
digunakan untuk mendukung pekerjaan. Contohnya meliputi komputer, laptop,
ponsel, pulsa, dan koneksi internet. Tidak
ada batasan nilai untuk pengecualian ini.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
PT Inovasi memberikan
laptop baru senilai Rp15.000.000 dan paket internet bulanan senilai Rp300.000
kepada karyawannya untuk mendukung kerja dari rumah.
○
Perlakuan: Laptop dan paket
internet ini bukan objek PPh bagi karyawan, karena secara jelas digunakan untuk
mendukung pekerjaan mereka.
Pengecualian ini
merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap produktivitas kerja, termasuk
mengakomodasi tren work from home
atau hybrid work. Hal ini mendorong
perusahaan untuk berinvestasi pada fasilitas yang meningkatkan efisiensi
karyawan tanpa menambah beban pajak bagi karyawan, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan daya saing perusahaan.
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Pengobatan
●
Definisi: Layanan kesehatan dan pengobatan yang
diberikan oleh pemberi kerja.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 4.
●
Ketentuan Khusus: Fasilitas ini
dikecualikan dari pajak jika diberikan untuk: (1) kecelakaan kerja, (2)
penyakit akibat kerja, (3) kondisi gawat darurat yang mengancam jiwa, dan (4)
perawatan lanjutan akibat kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja. Tidak ada batasan nilai untuk
pengecualian ini.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
Seorang karyawan PT
Amanah mengalami kecelakaan saat perjalanan dinas dan biaya pengobatannya
ditanggung penuh oleh perusahaan senilai Rp20.000.000.
○
Perlakuan: Biaya pengobatan ini
bukan objek PPh bagi karyawan.
○
Ilustrasi Tambahan: Jika perusahaan menyediakan
fasilitas klinik umum di kantor untuk pemeriksaan rutin yang tidak terkait
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, fasilitas tersebut bisa menjadi objek PPh jika tidak masuk
dalam pengecualian lain (misalnya, makanan/minuman yang diberikan di tempat
kerja).11
Pengecualian ini
menunjukkan fokus pemerintah pada perlindungan karyawan terhadap risiko yang
melekat pada pekerjaan atau situasi darurat yang tidak terduga. Hal ini
mendorong perusahaan untuk memprioritaskan keselamatan dan kesehatan kerja,
serta memberikan jaminan atas kejadian tak terduga, tanpa membebani karyawan
dengan pajak atas manfaat esensial ini.
5. Fasilitas Olahraga Tertentu
●
Definisi: Fasilitas untuk
kegiatan olahraga.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 5.
●
Ketentuan Khusus: Pengecualian ini tidak berlaku untuk fasilitas golf,
pacuan kuda, balap perahu bermotor, terbang layang, dan/atau olahraga otomotif.
Selain jenis olahraga tersebut, total biaya fasilitas yang diberikan tidak melebihi Rp1.500.000 per pegawai
dalam satu tahun pajak.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
PT Sehat memberikan voucher keanggotaan gym senilai Rp1.000.000 kepada karyawannya pada Maret 2024. Pada
September 2024, perusahaan mengadakan acara family
gathering dengan fasilitas olahraga (badminton, futsal) yang biayanya
Rp800.000 per karyawan.
○
Perhitungan:
■
Maret: Rp1.000.000
(akumulasi Rp1.000.000). Ini masih di bawah batas Rp1.500.000, sehingga bukan objek PPh.
■
September: Rp800.000
(akumulasi menjadi Rp1.000.000 + Rp800.000 = Rp1.800.000).
■
Nilai yang menjadi objek PPh adalah selisih dari akumulasi
total dengan batasan: Rp1.800.000 - Rp1.500.000 = Rp300.000.
○
Rp300.000 ini akan
ditambahkan ke penghasilan bruto karyawan untuk perhitungan PPh 21 di bulan
September.
○
Ilustrasi Tambahan: Jika Direktur PT Maju
diberikan fasilitas keanggotaan golf senilai Rp5.000.000, seluruh nilai
tersebut akan menjadi objek PPh karena golf adalah jenis olahraga yang secara
eksplisit dikecualikan dari pengecualian.19
Kebijakan ini
mencerminkan upaya pemerintah untuk membedakan antara fasilitas olahraga yang
menunjang kesehatan umum (yang didukung) dan fasilitas yang cenderung bersifat
"kemewahan" atau dinikmati oleh segelintir orang. Hal ini berupaya
menciptakan keadilan di mata publik, mencegah persepsi bahwa fasilitas mewah
bagi eksekutif dibebaskan dari pajak, sekaligus tetap mendorong gaya hidup
sehat bagi seluruh karyawan.
6. Fasilitas Tempat Tinggal Komunal
●
Definisi: Fasilitas tempat tinggal yang digunakan
secara bersama-sama oleh lebih dari satu pegawai. Contohnya meliputi asrama, mess,
atau barak.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 6.
●
Ketentuan Khusus: Diterima oleh pegawai. Tidak ada batasan nilai untuk
pengecualian ini.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
PT Tambang Sejahtera
menyediakan barak pekerja di lokasi tambang yang terpencil untuk seluruh
karyawannya.
○
Perlakuan: Fasilitas barak ini
bukan objek PPh bagi karyawan.
Pengecualian ini sangat
relevan untuk industri seperti pertambangan, perkebunan, atau konstruksi di
daerah terpencil, di mana penyediaan akomodasi adalah keharusan operasional.
Pemerintah mengakui kebutuhan praktis dan esensial dalam sektor-sektor tertentu,
di mana penyediaan tempat tinggal adalah bagian tak terpisahkan dari
operasional, dan membebaskannya dari pajak untuk tidak membebani baik
perusahaan maupun karyawan.
7. Fasilitas Tempat Tinggal Individual
●
Definisi: Fasilitas tempat
tinggal yang hak pemanfaatannya dipegang oleh perseorangan. Contohnya adalah
apartemen atau rumah tapak.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 7.
●
Ketentuan Khusus: Diterima oleh pegawai. Nilai keseluruhan fasilitas ini tidak melebihi Rp2.000.000 per pegawai per bulan.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
PT Properti menyewakan
apartemen untuk Manajer Senior Ibu Dina dengan biaya sewa Rp5.000.000 per
bulan.
○
Perhitungan:
■
Nilai fasilitas per
bulan: Rp5.000.000.
■
Batas non-objek PPh:
Rp2.000.000.
■
Nilai yang menjadi objek PPh adalah selisihnya:
Rp5.000.000 - Rp2.000.000 = Rp3.000.000
per bulan.19
○
Rp3.000.000 ini akan
ditambahkan ke penghasilan bruto Ibu Dina setiap bulan untuk perhitungan PPh
21.
Pengecualian ini
menunjukkan bahwa pemerintah mengakui kebutuhan akan tempat tinggal sebagai
fasilitas kerja, tetapi menetapkan batasan untuk membedakan antara kebutuhan
dasar dan fasilitas yang bersifat mewah. Hal ini mendorong perusahaan untuk
lebih cermat dalam menentukan nilai fasilitas tempat tinggal yang diberikan,
agar tidak membebani karyawan dengan pajak atas fasilitas yang melebihi batas
wajar.
8. Fasilitas Kendaraan
●
Definisi: Fasilitas kendaraan yang diberikan oleh
pemberi kerja.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 8.
●
Ketentuan Khusus: Diterima oleh pegawai
yang memenuhi dua syarat: (1) bukan
pemegang saham dan (2) memiliki rata-rata
penghasilan bruto dalam 12 bulan terakhir tidak lebih dari Rp100.000.000 per
bulan dari pemberi kerja.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
Seorang Manajer
Pemasaran, Bapak Rio (bukan pemegang saham), dengan gaji rata-rata Rp80.000.000
per bulan, diberikan fasilitas mobil dinas. Biaya penyusutan dan operasional
mobil per bulan adalah Rp10.000.000.
○
Perlakuan: Fasilitas mobil dinas
ini bukan objek PPh bagi Bapak Rio karena memenuhi kedua syarat (bukan pemegang
saham dan penghasilan di bawah Rp100 juta/bulan).
○
Ilustrasi Tambahan: Jika Direktur Utama PT
Jaya Abadi, Bapak Surya (pemegang saham), diberikan fasilitas mobil dinas,
berapapun gajinya, fasilitas mobil tersebut akan menjadi objek PPh karena
beliau adalah pemegang saham. Demikian pula jika Bapak Rio memiliki gaji
rata-rata Rp120.000.000 per bulan, fasilitas mobilnya juga akan menjadi objek
PPh.
Kebijakan ini secara
jelas menargetkan fasilitas kendaraan yang seringkali dinikmati oleh eksekutif
tingkat atas atau pemilik perusahaan. Ini adalah langkah konkret pemerintah
untuk memastikan keadilan pajak di semua tingkatan, terutama bagi mereka yang memiliki
kemampuan ekonomi tinggi, sekaligus mencegah praktik penghindaran PPh.
9. Fasilitas Iuran Dana Pensiun
●
Definisi: Iuran dana pensiun yang
ditanggung oleh pemberi kerja untuk pegawai.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 9.
●
Ketentuan Khusus: Iuran yang ditanggung
pemberi kerja. Tidak ada batasan nilai
untuk pengecualian ini.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
PT Masa Depan
membayarkan iuran dana pensiun untuk karyawannya sebesar 5% dari gaji pokok
setiap bulan.
○
Perlakuan: Iuran dana pensiun ini
bukan objek PPh bagi karyawan.
Ini
adalah insentif pajak yang jelas untuk mendorong perusahaan berinvestasi pada
jaminan hari tua karyawannya. Kebijakan ini mendukung program kesejahteraan
karyawan jangka panjang dan keamanan finansial pasca-pensiun, yang pada
akhirnya berkontribusi pada stabilitas sosial dan ekonomi.
10. Fasilitas Peribadatan
●
Definisi: Fasilitas yang disediakan semata-mata
untuk kegiatan ibadah. Contohnya meliputi
musala, masjid, kapel, atau pura.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 10.
●
Ketentuan Khusus: Fasilitas ini harus digunakan semata-mata
untuk kegiatan ibadah. Tidak ada batasan nilai untuk pengecualian ini.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
PT
Harmoni membangun musala di lingkungan kantor untuk seluruh karyawannya.
○ Perlakuan: Fasilitas musala ini bukan objek PPh bagi
karyawan.
Pengecualian
ini menunjukkan pengakuan pemerintah terhadap pentingnya kebutuhan spiritual
karyawan dan dukungan terhadap nilai-nilai keagamaan. Kebijakan ini
mencerminkan komitmen terhadap toleransi beragama dan penyediaan lingkungan
kerja yang inklusif, di mana kebutuhan spiritual karyawan diakomodasi tanpa
konsekuensi pajak.
11. Natura/Kenikmatan yang
Diperoleh Tahun 2022
●
Definisi: Natura dan/atau kenikmatan yang diterima
atau diperoleh pegawai/pemberi jasa selama tahun pajak 2022.1
●
Dasar Aturan: PMK 66/2023 Lampiran A
Angka 11.
●
Ketentuan Khusus: Natura/kenikmatan yang diterima pada tahun
2022 dikecualikan dari pengenaan pajak. Ini adalah masa transisi karena UU HPP
berlaku sejak 2022, namun aturan pelaksana yang lebih rinci (PMK 66/2023) baru
terbit dan berlaku efektif pada 1 Juli 2023.1
●
Contoh & Ilustrasi:
○
Pada tahun 2022, PT
Bahagia memberikan fasilitas membership
gym senilai Rp5.000.000 kepada karyawannya.
○ Perlakuan: Fasilitas ini dikecualikan dari PPh karena
diterima di tahun 2022.
Pengecualian
ini merupakan langkah pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dan
menghindari dampak retroaktif yang tidak adil bagi wajib pajak yang belum
memiliki panduan jelas di tahun 2022. Ini menunjukkan responsivitas pemerintah
terhadap tantangan implementasi peraturan.
Tabel Ringkasan: 11 Kelompok
Natura/Kenikmatan yang Dikecualikan Pajak
No. |
Jenis
Natura/Kenikmatan |
Batasan/Kondisi
Pengecualian |
Contoh Ilustrasi
Singkat |
Dasar Aturan (PMK
66/2023 Lampiran A Angka) |
1. |
Bingkisan Hari Besar
Keagamaan |
Diberikan
kepada seluruh pegawai; berupa
makanan/minuman/bahan makanan/minuman. Tanpa Batasan Nilai. |
Hampers
Lebaran untuk semua karyawan. |
Angka 1 |
2. |
Bingkisan
Selain Hari Besar Keagamaan |
Total nilai maksimal Rp3.000.000 per pegawai per
tahun pajak. |
Hadiah
ulang tahun perusahaan, hadiah pencapaian target. |
Angka 2 |
3. |
Peralatan dan
Fasilitas Kerja |
Digunakan
untuk mendukung pekerjaan (laptop, HP, pulsa, internet). Tanpa Batasan Nilai. |
Laptop
dan paket internet untuk WFH. |
Angka 3 |
4. |
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dan Pengobatan |
Untuk
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, gawat darurat, perawatan lanjutan
terkait. Tanpa Batasan Nilai. |
Biaya
pengobatan karyawan yang kecelakaan dinas. |
Angka 4 |
5. |
Fasilitas Olahraga
Tertentu |
Total biaya maksimal Rp1.500.000 per pegawai per tahun
pajak. Tidak termasuk golf,
pacuan kuda, balap perahu motor, terbang layang, otomotif. |
Voucher keanggotaan gym, fasilitas badminton. |
Angka 5 |
6. |
Fasilitas Tempat
Tinggal Komunal |
Digunakan bersama
(asrama, mess, barak). Tanpa Batasan Nilai. |
Barak
pekerja di lokasi tambang. |
Angka 6 |
7. |
Fasilitas Tempat
Tinggal Individual |
Nilai sewa/biaya maksimal Rp2.000.000 per pegawai per
bulan. |
Apartemen sewaan untuk
manajer. |
Angka 7 |
8. |
Fasilitas Kendaraan |
Penerima bukan pemegang saham dan rata-rata penghasilan bruto 12 bulan
terakhir tidak lebih dari Rp100.000.000 per bulan. |
Mobil dinas untuk
manajer non-pemegang saham dengan gaji di bawah Rp100 juta. |
Angka 8 |
9. |
Fasilitas Iuran Dana
Pensiun |
Iuran yang ditanggung
pemberi kerja untuk pegawai. Tanpa
Batasan Nilai. |
Iuran
pensiun yang dibayarkan perusahaan. |
Angka 9 |
10. |
Fasilitas Peribadatan |
Disediakan
semata-mata untuk kegiatan ibadah (musala, masjid, kapel, pura). Tanpa Batasan Nilai. |
Musala di lingkungan
kantor. |
Angka 10 |
11. |
Natura/Kenikmatan
yang Diperoleh Tahun 2022 |
Diterima
atau diperoleh selama tahun pajak 2022. Dikecualikan dari PPh. |
Membership gym yang diberikan tahun
2022. |
Angka 11 |
Bab 4. Informasi Lain Terkait
Perpajakan Natura dan Kenikmatan: Dari Pelaporan hingga Pembukuan
Perubahan dalam perlakuan pajak natura dan
kenikmatan tidak hanya berhenti pada pemahaman objek pajaknya, tetapi juga
memiliki implikasi signifikan terhadap kewajiban pelaporan dan pencatatan
akuntansi perusahaan.
Kewajiban Pelaporan di SPT
Tahunan 2025 (Kaitan dengan CoreTax)
Salah satu aspek paling penting yang perlu
diperhatikan perusahaan adalah kewajiban pelaporan yang akan datang.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (6) PMK 66/2023, pemberi penghasilan wajib melaporkan
biaya natura dan/atau kenikmatan dalam SPT Tahunan PPh mereka.6
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah
menyediakan contoh format dan panduan pengisian untuk laporan ini melalui Nota
Dinas Nomor ND-14/PJ/PJ.02/2024. Laporan ini disebut "Daftar Nominatif
Natura Kenikmatan" dan harus dilampirkan pada SPT Tahunan PPh Badan.6
Isi Daftar Nominatif harus sangat detail, mencakup:
●
Data Penerima: Nama lengkap, Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), dan alamat penerima natura/kenikmatan.
●
Data Natura/Kenikmatan: Tanggal pemberian atau pemanfaatan
natura/kenikmatan, bentuk dan jenis biaya (yang harus diisi dengan frasa
"natura dan/atau kenikmatan"), jumlah nominalnya, dan kolom
keterangan.
●
Keterangan Penting: Kolom keterangan ini krusial. Harus
menjelaskan secara rinci bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan, akun
biaya yang digunakan untuk mencatat pemberian manfaat tersebut, serta status
pajaknya (apakah objek PPh atau non-objek PPh). Contoh yang diberikan adalah
"natura bingkisan bahan makanan – biaya gaji – non objek" atau
"kenikmatan fasilitas mobil – biaya penyusutan mobil, biaya gaji sopir,
dan biaya bahan bakar – objek".6
● Pemotongan
PPh:
Bagian ini mencakup jumlah PPh yang telah dipotong dan nomor bukti potong yang
relevan (misalnya, 1721-A1 untuk pegawai tetap).6
Peran
sistem CoreTax di tahun 2025 menjadi sangat sentral. PER 11 PJ 2025 juga telah
memperkenalkan lampiran natura yang harus disiikan sebagai sesuatu yang
bersifat wajib8 Artinya, lampiran nominatif natura yang
diwajibkan oleh PMK 66/2023 ini akan menjadi bagian integral dari pelaporan SPT
Tahunan PPh Badan melalui CoreTax di tahun 2025. Ini menegaskan transisi menuju
digitalisasi penuh dalam administrasi pajak.
Kombinasi antara kewajiban pelaporan
nominatif dan platform CoreTax berarti perusahaan harus tidak hanya
mengumpulkan data natura dengan sangat rinci, tetapi juga memastikan sistem
internal mereka kompatibel dengan CoreTax untuk pelaporan yang efisien. Ini
adalah langkah besar menuju transparansi data pajak yang lebih tinggi bagi DJP,
memungkinkan analisis risiko yang lebih baik. Namun, bagi wajib pajak, ini
berarti peningkatan signifikan dalam beban administrasi dan kebutuhan untuk
investasi pada sistem IT yang mendukung pencatatan dan pelaporan natura secara
otomatis. Perusahaan yang belum siap akan menghadapi kesulitan besar dalam
kepatuhan.
Contoh Format Daftar Nominatif Natura Kenikmatan
(Sederhana)
Berikut adalah ilustrasi sederhana dari format daftar nominatif
yang perlu disiapkan oleh perusahaan:
Tanggal |
Nama Penerima |
NPWP |
Bentuk & Jenis
Biaya |
Jumlah (Rp) |
Keterangan
(Objek/Non-Objek, Akun Biaya) |
PPh Dipotong (Rp) |
No. Bukti Potong |
26/03/2025 |
Budi Santoso |
12.345.678.9-000.000 |
Bingkisan selain hari
raya |
5.000.000 |
Objek (selisih Rp 2jt)
- Biaya Hadiah Karyawan |
240.000 |
1721-A1-2025-03-001 |
15/04/2025 |
Seluruh Karyawan |
- |
Bingkisan Lebaran
(makanan/minuman) |
500.000 |
Non-Objek - Biaya Hari
Raya |
- |
- |
31/03/2025 |
Ibu Dina |
98.765.432.1-000.000 |
Kenikmatan Fasilitas
Apartemen |
5.000.000 |
Objek (selisih Rp 3jt)
- Biaya Sewa Kantor |
XXX |
1721-A1-2025-03-002 |
Implikasi Akuntansi dan Pembukuan Perusahaan
Pencatatan biaya natura dan kenikmatan dalam pembukuan
perusahaan juga memerlukan perhatian khusus:
●
Pencatatan Biaya Natura/Kenikmatan:
○
Biaya yang dikeluarkan
untuk natura/kenikmatan yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun
(misalnya, pembelian aset seperti kendaraan atau bangunan yang kemudian
digunakan sebagai fasilitas kenikmatan) dibebankan melalui penyusutan atau
amortisasi.24
○
Biaya yang memiliki masa
manfaat kurang dari atau sama dengan 1 tahun (misalnya, biaya pulsa, biaya
makan) dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran.24
○
Penting untuk diingat
bahwa meskipun natura/kenikmatan menjadi objek PPh bagi penerima, ketentuan
pembukuan bagi pemberi kerja tidak secara fundamental berubah.25 Staf Ahli Menteri
Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menyatakan bahwa biaya natura tidak
perlu dicatatkan secara khusus dalam akun terpisah (misalnya, biaya kendaraan
tetap di akun kendaraan, biaya rumah di akun rumah). Namun, wajib pajak memiliki
kebebasan untuk membuat akun tersendiri jika ingin lebih merinci dan memudahkan
pelacakan.25
●
Saran Pembentukan Kode
Akun Baru (Opsional, untuk Kemudahan Pelacakan):
Meskipun tidak wajib, untuk memudahkan pelacakan dan pelaporan
nominatif, perusahaan dapat mempertimbangkan pembentukan sub-akun atau akun
pembantu di bawah akun biaya yang sudah ada. Contohnya:
○
5xxx Biaya Gaji dan Tunjangan
■
51xx Gaji Pokok
■
52xx Tunjangan Lain
■
53xx Biaya Natura dan Kenikmatan (Objek PPh)
■
5310 Natura Bingkisan
Kena Pajak
■
5320 Kenikmatan
Fasilitas Mobil Kena Pajak
■
5330 Kenikmatan
Fasilitas Rumah Kena Pajak
■
54xx Biaya Natura dan Kenikmatan (Non-Objek PPh)
■
5410 Natura
Makanan/Minuman Seluruh Pegawai
■
5420 Kenikmatan
Fasilitas Kerja
●
Contoh Jurnal Akuntansi:
○
Kasus 1: Pemberian Natura (Objek PPh) - Contoh Bingkisan
Melebihi Batas
■
PT Sejahtera memberikan smartwatch senilai Rp2.500.000 (selisih
objek PPh Rp500.000) kepada Bapak Budi.
■
Jurnal saat pembelian smartwatch:
■
Dr. Biaya Hadiah
Karyawan (atau akun sejenis) Rp2.500.000
■
Cr. Kas/Bank Rp2.500.000
■
Jurnal saat pengakuan PPh 21 (di payroll):
■
Dr. Biaya Gaji (untuk
PPh 21 yang ditanggung perusahaan jika ada)
■
Cr. Utang PPh 21 (jika
dipotong dari gaji karyawan)
■
Catatan: Nilai Rp500.000 akan
masuk dalam komponen penghasilan bruto Bapak Budi di perhitungan PPh 21.
○
Kasus 2: Pemberian Kenikmatan (Objek PPh) - Contoh Fasilitas
Apartemen Melebihi Batas
■
PT Properti menyewakan
apartemen untuk Ibu Dina seharga Rp5.000.000/bulan (objek PPh Rp3.000.000).
■
Jurnal saat pembayaran sewa apartemen:
■
Dr. Biaya Sewa Apartemen
(atau akun sejenis) Rp5.000.000
■
Cr. Kas/Bank Rp5.000.000
■
Jurnal saat pengakuan PPh 21 (di payroll):
■
Dr. Biaya Gaji (untuk
PPh 21 yang ditanggung perusahaan jika ada)
■
Cr. Utang PPh 21 (jika
dipotong dari gaji karyawan)
■
Catatan: Nilai Rp3.000.000 akan
masuk dalam komponen penghasilan bruto Ibu Dina di perhitungan PPh 21 setiap
bulan.
○
Kasus 3: Pemberian Natura/Kenikmatan (Non-Objek PPh) - Contoh
Bingkisan Hari Raya
■
PT
Sejahtera memberikan hampers Lebaran senilai Rp500.000 kepada seluruh karyawan.
■
Jurnal saat pembelian hampers:
■
Dr.
Biaya Hari Raya (atau akun sejenis) Rp500.000
■
Cr. Kas/Bank Rp500.000
■
Perlakuan PPh 21: Tidak ada penambahan ke
penghasilan bruto karyawan.
■
Fiskal: Biaya ini tetap dapat
dibiayakan secara fiskal (deductible), karena memenuhi kriteria 3M
(Mendapatkan, Menagih, Memelihara penghasilan) sebagai biaya terkait karyawan.2
Natura dan/atau
kenikmatan dapat dibiayakan sepanjang memenuhi prinsip 3M. Namun, beberapa
akademisi dan konsultan menyatakan bahwa definisi 3M bisa sangat luas dan
rentan terhadap perbedaan penafsiran di lapangan.11 Ada potensi perbedaan
interpretasi antara wajib pajak dan fiskus mengenai apakah suatu
natura/kenikmatan benar-benar terkait 3M, terutama untuk fasilitas yang
bersifat "hibrida" (misalnya, fasilitas olahraga non-eksklusif).
Perusahaan harus memiliki dokumentasi yang kuat dan dasar argumen yang jelas
mengapa suatu natura/kenikmatan dikategorikan sebagai biaya 3M, terutama jika
nilainya signifikan. Ini bisa menjadi area sengketa pajak di masa depan jika
tidak dikelola dengan baik.
Tantangan dan Interpretasi dalam Implementasi
Pajak Natura
Implementasi pajak natura tidak lepas dari beberapa tantangan
dan isu interpretasi:
●
Waktu Rilis Aturan: PMK 66/2023 dirilis
cukup lama setelah UU HPP dan PP 55/2022, menimbulkan ketidakpastian di awal
masa implementasi.22
●
Minimnya Panduan Teknis Jelas:
Wajib pajak masih merasa kurangnya panduan yang jelas tentang cara pengisian
daftar nominatif dan penilaian natura yang kompleks, terutama untuk kasus-kasus
yang tidak secara eksplisit dicontohkan dalam peraturan.22
●
Risiko "Double Penalty": Terdapat kekhawatiran akan potensi sanksi
ganda akibat ketidaksesuaian antara teori dan praktik di lapangan.27
● Interpretasi
Luas "3M":
Definisi "biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan" (3M) masih bisa menimbulkan perdebatan. Pertanyaan muncul
apakah semua natura yang diberikan kepada pegawai dapat dibiayakan, mengingat
beberapa natura mungkin memiliki tujuan ganda (misalnya, kesejahteraan karyawan
sekaligus dukungan operasional).11
Meskipun
ada aturan, implementasi di lapangan masih menghadapi hambatan praktis.
Pemerintah perlu terus memberikan klarifikasi dan panduan teknis yang lebih
detail (misalnya, melalui Surat Edaran atau FAQ resmi) untuk mengurangi
ambiguitas dan membantu wajib pajak dalam kepatuhan. Bagi perusahaan, ini
berarti perlunya proaktif mencari informasi dan, jika perlu, berkonsultasi
dengan ahli pajak.
Bab 5. Kesimpulan: Langkah Strategis Menghadapi
Era Pajak Natura
Perpajakan natura dan kenikmatan menandai pergeseran fundamental
dari rezim "non-objek, non-deductible" menjadi "objek,
deductible." Perubahan
ini didorong oleh tujuan untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan dan
mengoptimalkan penerimaan negara.
PMK 66 Tahun 2023 adalah peraturan kunci
yang merinci 11 kelompok natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari objek
PPh, lengkap dengan batasan dan kondisinya. Memahami secara mendalam setiap
kelompok ini adalah fondasi utama bagi perusahaan untuk memastikan kepatuhan
pajak.
Kesiapan pelaporan di tahun 2025 menjadi
sangat krusial. Kewajiban melampirkan "Daftar Nominatif Natura
Kenikmatan" di SPT Tahunan melalui sistem CoreTax adalah mandat yang tidak
dapat ditawar. Hal ini menuntut perusahaan untuk memiliki pencatatan yang
sangat rinci dan sistematis atas setiap pemberian natura dan kenikmatan.
Dari sisi akuntansi, perusahaan perlu
memastikan sistem pembukuannya mampu melacak natura dan kenikmatan secara
detail, membedakan antara yang menjadi objek PPh dan yang non-objek PPh, serta
mengintegrasikannya dengan perhitungan PPh 21 dan laporan nominatif.
Pembentukan akun pembantu dapat menjadi solusi praktis untuk memudahkan proses
ini.
Meskipun terdapat tantangan dalam
interpretasi dan implementasi, seperti waktu rilis aturan yang menimbulkan
ketidakpastian awal dan minimnya panduan teknis yang sangat spesifik, proaktif
dalam memahami aturan, menjaga pencatatan yang rapi, dan berkonsultasi dengan
ahli pajak adalah kunci untuk menghindari risiko dan memastikan kepatuhan.
Di era pajak natura ini, kepatuhan bukan
hanya soal kewajiban, tetapi juga strategi cerdas. Dengan pemahaman yang tepat
dan persiapan yang matang, perusahaan tidak hanya memenuhi regulasi, tetapi
juga mengoptimalkan pengelolaan keuangan mereka.