Formulir A1 untuk Pegawai yang Pindah Cabang (Satu atau Dua Bukti Potong?)
Dengan berlakunya reformasi Coretax DJP 2024/2025, pelaksanaan
PPh Pasal 21 untuk perusahaan dengan NPWP pusat menjadi terpusat.
Sebelumnya, jika pegawai pindah antar kantor cabang berbeda NPWP (misal sebelum
NITKU diberlakukan), pegawai tersebut akan menerima lebih dari satu bukti
potong 1721-A1 – satu dari masing-masing NPWP pemberi kerja (pusat dan
cabang)[1]. Namun, mulai 2024/2025 NPWP cabang dihapus dan digantikan NITKU,
sehingga kewajiban pemotongan/pelaporan PPh 21 dilakukan oleh NPWP pusat secara
terintegrasi[2][3].
Pegawai yang mutasi antar cabang dalam satu tahun pajak kini cukup
menerima satu Formulir 1721-A1 saja (dari NPWP pusat)
untuk keseluruhan penghasilannya di tahun tersebut. Kontak resmi DJP (Kring
Pajak) menegaskan bahwa saat karyawan pindah dari kantor pusat ke cabang (atau
sebaliknya) tidak perlu dibuatkan bukti potong 1721-A1 terpisah pada
saat pindah[4]. Artinya, perpindahan internal tidak diperlakukan sebagai penghentian
hubungan kerja yang mensyaratkan bukti potong final di tengah tahun. Pegawai
akan menerima formulir A1 tahunan dari perusahaan (NPWP pusat) yang mencakup
total penghasilan dan PPh 21 yang dipotong selama tahun berjalan, termasuk dari
cabang lama dan cabang baru. Ketentuan terbaru mengharuskan Bukti Potong A1
(BPA1) diterbitkan pada Masa Pajak terakhir saja (misalnya Desember, atau
bulan berhenti bekerja)[5] – sehingga dalam kasus mutasi internal, cukup satu bukti potong di
akhir tahun pajak.
Sebagai dasar hukum, penghapusan NPWP cabang dan peralihan ke NITKU
diatur dalam PMK 112/PMK.03/2022 jo. PMK 136/PMK.03/2023[6][7]. Kemudian, PMK 81/PMK.03/2024 mengatur ketentuan perpajakan
dalam rangka implementasi Coretax, termasuk pemusatan kewajiban PPh 21 mulai
tahun pajak 2025[3]. Adapun tata cara dan bentuk bukti potong PPh 21 terbaru diatur
melalui PER-5/PJ/2024 dan PER-11/PJ/2025. PER-11/PJ/2025
menegaskan bahwa administrasi PPh 21 dilakukan terpusat dengan identitas NITKU
sebagai pengenal lokasi cabang[3][8], serta menetapkan jenis-jenis formulir bukti potong: BPA1 untuk
pegawai tetap/pensiunan (diterbitkan masa pajak terakhir), BPA2 untuk
pegawai negeri/PNS, serta BP21 (bukti potong bulanan) untuk pemotongan
rutin PPh 21 masa[5]. Ketentuan ini memastikan bahwa pegawai pindah cabang (selama masih
dalam grup NPWP yang sama) tidak lagi diperlakukan sebagai dua wajib pajak
terpisah – cukup satu bukti potong A1 tahunan oleh entitas NPWP pusat.
Tata Cara Pelaporan SPT Masa PPh 21 dengan NITKU dan Perlakuan Cabang
1. Penggunaan NITKU oleh Cabang dalam Pemotongan PPh 21:
NITKU (Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha) adalah kode identitas 22
digit (16 digit NPWP pusat + 6 digit urutan cabang) yang diberikan DJP untuk
setiap lokasi usaha/cabang[9][7]. Dalam sistem Coretax, NITKU wajib dicantumkan saat pembuatan bukti
potong PPh 21 sebagai pelengkap NPWP pusat[8]. DJP melalui Kring Pajak telah menjelaskan bahwa NITKU pemotong
harus disesuaikan dengan lokasi pegawai penerima penghasilan[10]. Jadi, cabang lama akan mencantumkan NITKU cabangnya saat memotong PPh
21 sebelum mutasi, dan cabang baru akan menggunakan NITKU cabang barunya
setelah mutasi. Contohnya, jika PT XYZ pusat (Jakarta) memiliki cabang di
Surabaya, dan pegawai dipindah ke Surabaya, maka bukti potong PPh 21 untuk
pegawai itu harus mencantumkan NITKU cabang Surabaya sebagai identitas pemotong[11]. Ketentuan teknis ini diatur dalam Pasal 5 PER-11/PJ/2025
tentang tata cara penggunaan NITKU dalam administrasi pemotongan[12].
Penggunaan NITKU tidak mengubah NPWP pemotong (tetap NPWP pusat), namun
berfungsi mengidentifikasi cabang mana yang melakukan transaksi/perhitungan
tersebut. Hal ini penting dalam era Coretax karena login dan pelaporan
dilakukan melalui akun NPWP pusat; NITKU memastikan cabang tetap terpantau. DJP
menyebut NITKU sebagai data lokasi yang diperlukan dalam pembuatan bukti potong
dan SPT, agar transaksi antar cabang bisa dibedakan meskipun kewajiban
pajak terpusat[13]. Selain itu, NITKU memungkinkan pemberian akses aplikasi (misalnya
e-Bupot) kepada penanggung jawab di cabang untuk membuat bukti potong sendiri
dalam sistem NPWP pusat[14].
2. Apakah Cabang Harus “Menutup” Masa Pajak Terakhir saat Pegawai
Pindah?
Dengan sistem terpusat, masing-masing cabang tidak perlu melakukan penutupan
Masa Pajak terakhir secara terpisah ketika ada pegawai mutasi. Pada saat
pegawai pindah antar cabang dalam satu perusahaan, cabang lama tidak perlu
menerbitkan bukti potong A1 masa pajak terakhir (final) bagi pegawai tersebut[4]. Ini berbeda dengan skenario pegawai resign dari perusahaan; jika
benar-benar berhenti bekerja (resign), perusahaan wajib membuat Bukti Potong A1
final paling lambat sebulan setelah berhenti[15]. Namun dalam kasus pindah cabang, pegawai tidak dianggap berhenti
dari perusahaan, sehingga:
- Cabang asal (lama): Cukup melakukan
pemotongan PPh 21 bulanan sampai bulan terakhir pegawai bekerja di cabang
tersebut, tanpa menerbitkan A1 final di bulan kepindahan[16]. Menurut penjelasan DJP, pada bulan terakhir di cabang lama tetap
dibuat bukti potong bulanan (BP21) seperti biasa, bukan A1, karena
hubungan kerja berlanjut di cabang lain (satu NPWP) sehingga tidak perlu
bukti potong akhir tersendiri[16]. Perhitungan PPh 21 di cabang lama dapat menyesuaikan
ketentuan pegawai berhenti di tengah tahun sesuai Lampiran PMK 168/2023
– yaitu menggunakan tarif Pasal 17 (progresif) atas penghasilan bulan
terakhir tersebut[17]. Hal ini agar pemotongan PPh 21 hingga bulan terakhir di cabang
lama memenuhi porsi yang seharusnya (tidak under/over) seolah pegawai
resign[18][19]. Namun sekali lagi, tidak diterbitkan Form A1 terpisah;
penyesuaian itu hanya untuk keakuratan pemotongan. Cabang lama juga dapat
melaporkan keluarnya pegawai tersebut dari cabang (misal secara internal
atau melalui daftar perubahan pegawai di SPT Masa pusat), tapi tidak
ada SPT Masa PPh 21 tersendiri yang harus ditutup karena pelaporan
sudah terpusat.
- Cabang tujuan (baru): Cabang baru akan
mulai memotong PPh 21 pegawai pada bulan masuk menggunakan metode
pegawai mulai bekerja pada tahun berjalan. Sesuai arahan DJP, cabang
baru memperlakukan pegawai tersebut layaknya pegawai baru yang sudah
punya penghasilan sebelumnya di tahun berjalan[20]. Artinya, pada bulan pertama di cabang baru, pemotongan PPh 21
bisa menerapkan perhitungan dengan menggabungkan penghasilan neto dari
cabang lama (jika perlu untuk menghitung PTKP porsi sisa tahun dan TER)
atau langsung menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER) bulanan
jika sesuai aturan[21]. Dalam PMK 168/2023 diatur bahwa bila pegawai sudah bekerja
sebelumnya di tahun yang sama, maka dari bulan masuk di tempat baru s.d.
November, PPh 21 dipotong dengan TER bulanan, dan di Desember dilakukan
true-up dengan tarif Pasal 17 progresif[21][22]. Cabang baru tidak perlu meminta bukti potong A1 dari cabang
lama, karena dalam sistem terpusat data historis pegawai dapat di-import
di e-Bupot (melalui fitur Ambil Data jika sebelumnya sudah ada
bukti potong di pemberi kerja lain)[23][24]. Namun jika cabang lama sempat menerbitkan A1 (misal pada masa
transisi sebelum ada petunjuk terbaru), data tersebut dapat dimasukkan ke
kolom penggabungan bukti potong (angka 14) pada formulir A1 cabang
baru[25][26]. Intinya, cabang baru melanjutkan pemotongan tanpa perlu ada
masa vakum; cukup menggunakan NITKU cabang baru saat merekam bukti potong
bulanan selanjutnya.
3. Pemusatan Pelaporan dan Penggabungan Data Bukti Potong:
Seluruh kewajiban penyetoran dan pelaporan PPh 21 kini dilakukan oleh NPWP
pusat. Tidak ada lagi SPT Masa PPh 21 yang terpisah per NPWP cabang[3]. SPT Masa PPh 21 perusahaan pusat mencakup data seluruh cabang,
dengan identitas setiap cabang tercermin melalui NITKU yang dicantumkan di
bukti potong masing-masing pegawai. NITKU tersebut digunakan DJP untuk mengidentifikasi
lokasi tempat bekerja setiap pegawai dalam pelaporan SPT Masa PPh 21[27]. Dengan demikian, meskipun pelaporan digabung dalam satu SPT, DJP
tetap dapat memantau kontribusi pemotongan per cabang dari data NITKU.
Dari sudut pandang perusahaan, implementasi Coretax ini berarti penggabungan
administrasi: cukup satu aplikasi (akun DJP Online/Coretax NPWP pusat)
untuk melaporkan PPh 21 seluruh karyawan. Cabang-cabang tidak lagi perlu login
atau lapor sendiri; mereka hanya bertugas menghitung dan merekam bukti
potong (e-Bupot) dengan NITKU masing-masing, yang akan terintegrasi ke SPT
pusat[28][8].
Dalam pelaporan SPT Masa PPh 21, formulir induk SPT akan memuat
rekapitulasi penghasilan bruto, PPh terutang, dan PPh dipotong untuk seluruh
karyawan (gabungan pusat dan cabang). Pada lampiran/daftar bukti potong, setiap
bukti potong A1/A2 akan mencantumkan NITKU pemotong, sehingga data cabang
lama dan baru atas pegawai pindahan otomatis tergabung. Tidak ada kewajiban
tambahan untuk “menggabungkan” bukti potong secara manual, karena sistem
e-Bupot akan melakukan konsolidasi data pegawai yang sama. Bahkan, fitur
e-Bupot memungkinkan menarik data PPh 21 yang sudah dipotong pada masa-masa
sebelumnya (misalnya masa sebelum mutasi) ke perhitungan bukti potong tahunan
A1[29]. Jika ada bukti potong yang dibuat oleh pemberi kerja berbeda (misal
jika antar perusahaan berbeda NPWP), sistem pun menyediakan kolom untuk
mengakomodasi penggabungan tersebut[30]. Dalam kasus pindah cabang satu perusahaan (NPWP sama), hal ini lebih
sederhana karena secara internal dianggap satu pemberi kerja.
Sebagai ringkasan: Mulai 2024/2025, perpindahan pegawai antar cabang
dalam satu perusahaan (NPWP pusat yang sama) tidak lagi diperlakukan seperti
pindah kerja antar perusahaan. Pegawai cukup mendapatkan satu bukti
potong 1721-A1 di akhir tahun[4]. Dalam SPT Masa PPh 21 yang dilaporkan kantor pusat, masing-masing
cabang wajib menggunakan NITKU saat membuat bukti potong[10] agar lokasi cabang tercatat. Cabang lama tidak perlu menerbitkan
bukti potong final (A1) saat pegawai pindah[4]; cukup melanjutkan pemotongan PPh 21 hingga bulan terakhir ia di
cabang tersebut. Cabang baru kemudian mengambil alih pemotongan dengan
NITKU baru tanpa perlu mengulang perhitungan tahunannya dari nol (karena sistem
mempertimbangkan penghasilan sebelumnya sesuai ketentuan PMK 168/2023)[18][19]. Pelaporan bersifat terpusat oleh NPWP pusat, sehingga data
dari cabang lama dan baru otomatis tergabung dalam satu SPT Masa dan satu
formulir A1 tahunan[3][27].
Dasar hukum dan panduan teknis resmi yang
menjadi acuan meliputi:
- PMK No.112/PMK.03/2022 jo. PMK No.136/PMK.03/2023 – Menghapus NPWP
cabang dan memperkenalkan NITKU sebagai identitas lokasi usaha[2][7].
- PMK No.168/PMK.03/2023 – Pedoman pemotongan PPh 21 (termasuk perlakuan
pegawai berhenti/pindah di tahun berjalan). Lampiran PMK ini mengatur bahwa
cabang lama menghitung PPh 21 pegawai seolah resign (tarif progresif di masa
terakhir) dan cabang baru seolah pegawai baru dengan penghasilan sebelumnya[18][19].
- PMK No.81/PMK.03/2024 – Ketentuan perpajakan untuk implementasi
Coretax mulai 2025, termasuk pemusatan kewajiban pajak penghasilan perusahaan
(PPh 21 terpusat di NPWP induk)[3].
- PER-5/PJ/2024 – Perubahan aturan bukti potong (mengubah
PER-17/PJ/2021); menetapkan formulir 1721-A1/A2 sebagai bukti potong tahunan
yang diberikan paling lambat 1 bulan setelah akhir tahun atau setelah pegawai
berhenti[31].
- PER-6/PJ/2024 – Penggunaan NIK (16 digit) sebagai NPWP orang pribadi
dan implementasi NPWP 16 digit serta NITKU dalam layanan administrasi
perpajakan[32].
- PER-7/PJ/2025 – Tata cara pelaporan dan pengelolaan NITKU lebih
lanjut. Pasal 33 menegaskan fungsi NITKU antara lain untuk akses cabang membuat
bukti potong dan identifikasi lokasi pegawai dalam SPT Masa PPh 21[27].
- PER-11/PJ/2025 – Petunjuk teknis e-Bupot PPh 21/26 terbaru; memperinci
penggunaan NITKU pada bukti potong (Pasal 5) dan jenis-jenis formulir BP21,
BPA1, BPA2, BP26 (Pasal 6)[12][5]. Juga menegaskan BPA1/BPA2 dibuat di masa terakhir, sedangkan BP21
setiap masa.
Semua regulasi dan panduan di atas menegaskan bahwa administrasi PPh
21 kini terintegrasi. Perusahaan cukup melaksanakan pemotongan melalui satu
sistem terpusat, dengan NITKU sebagai penanda cabang, tanpa perlu
pemecahan laporan atau bukti potong per cabang. Langkah ini diharapkan
menyederhanakan administrasi dan meringankan beban kepatuhan wajib pajak badan
yang memiliki banyak cabang[33][7], sekaligus tetap memberikan detail informasi lokasi melalui NITKU.
Sumber-sumber resmi DJP dan konsultan pajak sepakat bahwa bagi pegawai yang
mutasi antarcabang, cukup satu bukti potong (Form A1) dari perusahaan induk
dan pelaporan PPh 21 dilakukan terpusat dengan mencantumkan NITKU cabang
pada bukti potong masing-masing[3][8]. Ini sejalan dengan tujuan Coretax untuk integrasi sistem perpajakan
nasional secara adil dan transparan[34].
Referensi:
·
PMK 112/PMK.03/2022 jo. PMK
136/PMK.03/2023 (penghapusan NPWP cabang, pengenalan NITKU)[2][7]
·
PMK 168/PMK.03/2023 (penghitungan
PPh 21 pegawai berhenti/pindah tengah tahun)[18][19]
·
PMK 81/PMK.03/2024 (pelaksanaan
Coretax, kewajiban pajak terpusat 2025)[3]
·
PER-5/PJ/2024 (bentuk dan tata
cara pembuatan bukti potong 1721-A1/A2, SPT Masa)[15][5]
·
PER-7/PJ/2025 (pelaporan TKU &
NITKU, fungsi NITKU dalam SPT Masa)[27]
·
PER-11/PJ/2025 (administrasi
e-Bupot 21/26, penggunaan NITKU & jenis formulir bukti potong)[12][5]
·
Artikel DJP “Mengenal NITKU,
Pengganti NPWP Cabang?” – pajak.go.id[7][13]
·
Artikel Ortax “Bupot PPh 21
Pegawai Cabang, Perlu Cantumkan NITKU Cabang?”[3][8]
·
Penjelasan Kring Pajak via media
sosial (Twitter @kring_pajak, tagar #PajakKitaUntukKita) tentang mutasi cabang tanpa
A1 ganda[4][10]
·
Panduan DJP Petunjuk Penggunaan
Aplikasi e-Bupot 21/26 (versi DJP Online 1.4) – diulas DDTCNews[35][36] (menguraikan pengisian bukti potong A1, skenario pegawai pindah
cabang).
·
Berita DDTCNews: “Pegawai Pindah
Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?”[37][38] (merujuk aturan PMK 168/2023 untuk perhitungan PPh 21 cabang lama dan
baru).
·
Berita Ortax & Pajakku (2025)
terkait implementasi NITKU dan SPT Masa terpusat[3][27].
[1] Cara Mengisi SPT Karyawan Pindah Kantor Cabang Seperusahaan
[2] [6] [7] [9] [13] [14] [32] [33] Mengenal NITKU, Pengganti NPWP Cabang? | Direktorat Jenderal Pajak
https://www.pajak.go.id/en/node/108815
[3] [5] [8] [11] [12] Bupot PPh 21 Pegawai Cabang, Perlu Cantumkan NITKU Cabang? - Ortax
https://ortax.org/bupot-pph-21-pegawai-cabang-perlu-cantumkan-nitku-cabang
[4] #PajakKitaUntukKita on X: "@putrisaani Hai, Kak. Pada saat ...
https://twitter.com/kring_pajak/status/1890331496134967508
[10] [28] Bikin Bukti Potong PPh Pasal 21, Pakai NITKU Pusat atau Cabang?
[15] [31] Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER - 5/PJ/2024 - Ortax
https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/25745
[16] #PajakKitaUntukKita on X: "@audinananaa Hai, Kak. Untuk ...
https://twitter.com/kring_pajak/status/1887064330384089304
[17] [18] [19] [20] [37] [38] Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?
[21] [22] Bingung Bukti Potong Pegawai Pindah, Bendahara Konsultasi di Pajak
Tana Tidung | Direktorat Jenderal Pajak
[23] [24] [25] [26] [29] [30] [35] [36] Rekam Bukti Potong Tahunan A1 Key-in di e-Bupot 21/26? Perlu Data Ini
[27] [34] Kewajiban Pelaporan dan Fungsi NITKU dalam PER-7/PJ/2025
https://artikel.pajakku.com/kewajiban-pelaporan-dan-fungsi-nitku-dalam-per-7pj2025
0 komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.