Kamis, 04 September 2025

Formulir A1 untuk Pegawai yang Pindah Cabang (Satu atau Dua Bukti Potong?)

Dengan berlakunya reformasi Coretax DJP 2024/2025, pelaksanaan PPh Pasal 21 untuk perusahaan dengan NPWP pusat menjadi terpusat. Sebelumnya, jika pegawai pindah antar kantor cabang berbeda NPWP (misal sebelum NITKU diberlakukan), pegawai tersebut akan menerima lebih dari satu bukti potong 1721-A1 – satu dari masing-masing NPWP pemberi kerja (pusat dan cabang)[1]. Namun, mulai 2024/2025 NPWP cabang dihapus dan digantikan NITKU, sehingga kewajiban pemotongan/pelaporan PPh 21 dilakukan oleh NPWP pusat secara terintegrasi[2][3].

Pegawai yang mutasi antar cabang dalam satu tahun pajak kini cukup menerima satu Formulir 1721-A1 saja (dari NPWP pusat) untuk keseluruhan penghasilannya di tahun tersebut. Kontak resmi DJP (Kring Pajak) menegaskan bahwa saat karyawan pindah dari kantor pusat ke cabang (atau sebaliknya) tidak perlu dibuatkan bukti potong 1721-A1 terpisah pada saat pindah[4]. Artinya, perpindahan internal tidak diperlakukan sebagai penghentian hubungan kerja yang mensyaratkan bukti potong final di tengah tahun. Pegawai akan menerima formulir A1 tahunan dari perusahaan (NPWP pusat) yang mencakup total penghasilan dan PPh 21 yang dipotong selama tahun berjalan, termasuk dari cabang lama dan cabang baru. Ketentuan terbaru mengharuskan Bukti Potong A1 (BPA1) diterbitkan pada Masa Pajak terakhir saja (misalnya Desember, atau bulan berhenti bekerja)[5] – sehingga dalam kasus mutasi internal, cukup satu bukti potong di akhir tahun pajak.

Sebagai dasar hukum, penghapusan NPWP cabang dan peralihan ke NITKU diatur dalam PMK 112/PMK.03/2022 jo. PMK 136/PMK.03/2023[6][7]. Kemudian, PMK 81/PMK.03/2024 mengatur ketentuan perpajakan dalam rangka implementasi Coretax, termasuk pemusatan kewajiban PPh 21 mulai tahun pajak 2025[3]. Adapun tata cara dan bentuk bukti potong PPh 21 terbaru diatur melalui PER-5/PJ/2024 dan PER-11/PJ/2025. PER-11/PJ/2025 menegaskan bahwa administrasi PPh 21 dilakukan terpusat dengan identitas NITKU sebagai pengenal lokasi cabang[3][8], serta menetapkan jenis-jenis formulir bukti potong: BPA1 untuk pegawai tetap/pensiunan (diterbitkan masa pajak terakhir), BPA2 untuk pegawai negeri/PNS, serta BP21 (bukti potong bulanan) untuk pemotongan rutin PPh 21 masa[5]. Ketentuan ini memastikan bahwa pegawai pindah cabang (selama masih dalam grup NPWP yang sama) tidak lagi diperlakukan sebagai dua wajib pajak terpisah – cukup satu bukti potong A1 tahunan oleh entitas NPWP pusat.

Tata Cara Pelaporan SPT Masa PPh 21 dengan NITKU dan Perlakuan Cabang

1. Penggunaan NITKU oleh Cabang dalam Pemotongan PPh 21:
NITKU (Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha) adalah kode identitas 22 digit (16 digit NPWP pusat + 6 digit urutan cabang) yang diberikan DJP untuk setiap lokasi usaha/cabang
[9][7]. Dalam sistem Coretax, NITKU wajib dicantumkan saat pembuatan bukti potong PPh 21 sebagai pelengkap NPWP pusat[8]. DJP melalui Kring Pajak telah menjelaskan bahwa NITKU pemotong harus disesuaikan dengan lokasi pegawai penerima penghasilan[10]. Jadi, cabang lama akan mencantumkan NITKU cabangnya saat memotong PPh 21 sebelum mutasi, dan cabang baru akan menggunakan NITKU cabang barunya setelah mutasi. Contohnya, jika PT XYZ pusat (Jakarta) memiliki cabang di Surabaya, dan pegawai dipindah ke Surabaya, maka bukti potong PPh 21 untuk pegawai itu harus mencantumkan NITKU cabang Surabaya sebagai identitas pemotong[11]. Ketentuan teknis ini diatur dalam Pasal 5 PER-11/PJ/2025 tentang tata cara penggunaan NITKU dalam administrasi pemotongan[12].

Penggunaan NITKU tidak mengubah NPWP pemotong (tetap NPWP pusat), namun berfungsi mengidentifikasi cabang mana yang melakukan transaksi/perhitungan tersebut. Hal ini penting dalam era Coretax karena login dan pelaporan dilakukan melalui akun NPWP pusat; NITKU memastikan cabang tetap terpantau. DJP menyebut NITKU sebagai data lokasi yang diperlukan dalam pembuatan bukti potong dan SPT, agar transaksi antar cabang bisa dibedakan meskipun kewajiban pajak terpusat[13]. Selain itu, NITKU memungkinkan pemberian akses aplikasi (misalnya e-Bupot) kepada penanggung jawab di cabang untuk membuat bukti potong sendiri dalam sistem NPWP pusat[14].

2. Apakah Cabang Harus “Menutup” Masa Pajak Terakhir saat Pegawai Pindah?
Dengan sistem terpusat, masing-masing cabang tidak perlu melakukan penutupan Masa Pajak terakhir secara terpisah ketika ada pegawai mutasi. Pada saat pegawai pindah antar cabang dalam satu perusahaan, cabang lama tidak perlu menerbitkan bukti potong A1 masa pajak terakhir (final) bagi pegawai tersebut
[4]. Ini berbeda dengan skenario pegawai resign dari perusahaan; jika benar-benar berhenti bekerja (resign), perusahaan wajib membuat Bukti Potong A1 final paling lambat sebulan setelah berhenti[15]. Namun dalam kasus pindah cabang, pegawai tidak dianggap berhenti dari perusahaan, sehingga:

  • Cabang asal (lama): Cukup melakukan pemotongan PPh 21 bulanan sampai bulan terakhir pegawai bekerja di cabang tersebut, tanpa menerbitkan A1 final di bulan kepindahan[16]. Menurut penjelasan DJP, pada bulan terakhir di cabang lama tetap dibuat bukti potong bulanan (BP21) seperti biasa, bukan A1, karena hubungan kerja berlanjut di cabang lain (satu NPWP) sehingga tidak perlu bukti potong akhir tersendiri[16]. Perhitungan PPh 21 di cabang lama dapat menyesuaikan ketentuan pegawai berhenti di tengah tahun sesuai Lampiran PMK 168/2023 – yaitu menggunakan tarif Pasal 17 (progresif) atas penghasilan bulan terakhir tersebut[17]. Hal ini agar pemotongan PPh 21 hingga bulan terakhir di cabang lama memenuhi porsi yang seharusnya (tidak under/over) seolah pegawai resign[18][19]. Namun sekali lagi, tidak diterbitkan Form A1 terpisah; penyesuaian itu hanya untuk keakuratan pemotongan. Cabang lama juga dapat melaporkan keluarnya pegawai tersebut dari cabang (misal secara internal atau melalui daftar perubahan pegawai di SPT Masa pusat), tapi tidak ada SPT Masa PPh 21 tersendiri yang harus ditutup karena pelaporan sudah terpusat.
  • Cabang tujuan (baru): Cabang baru akan mulai memotong PPh 21 pegawai pada bulan masuk menggunakan metode pegawai mulai bekerja pada tahun berjalan. Sesuai arahan DJP, cabang baru memperlakukan pegawai tersebut layaknya pegawai baru yang sudah punya penghasilan sebelumnya di tahun berjalan[20]. Artinya, pada bulan pertama di cabang baru, pemotongan PPh 21 bisa menerapkan perhitungan dengan menggabungkan penghasilan neto dari cabang lama (jika perlu untuk menghitung PTKP porsi sisa tahun dan TER) atau langsung menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER) bulanan jika sesuai aturan[21]. Dalam PMK 168/2023 diatur bahwa bila pegawai sudah bekerja sebelumnya di tahun yang sama, maka dari bulan masuk di tempat baru s.d. November, PPh 21 dipotong dengan TER bulanan, dan di Desember dilakukan true-up dengan tarif Pasal 17 progresif[21][22]. Cabang baru tidak perlu meminta bukti potong A1 dari cabang lama, karena dalam sistem terpusat data historis pegawai dapat di-import di e-Bupot (melalui fitur Ambil Data jika sebelumnya sudah ada bukti potong di pemberi kerja lain)[23][24]. Namun jika cabang lama sempat menerbitkan A1 (misal pada masa transisi sebelum ada petunjuk terbaru), data tersebut dapat dimasukkan ke kolom penggabungan bukti potong (angka 14) pada formulir A1 cabang baru[25][26]. Intinya, cabang baru melanjutkan pemotongan tanpa perlu ada masa vakum; cukup menggunakan NITKU cabang baru saat merekam bukti potong bulanan selanjutnya.

3. Pemusatan Pelaporan dan Penggabungan Data Bukti Potong:
Seluruh kewajiban penyetoran dan pelaporan PPh 21 kini dilakukan oleh NPWP pusat. Tidak ada lagi SPT Masa PPh 21 yang terpisah per NPWP cabang
[3]. SPT Masa PPh 21 perusahaan pusat mencakup data seluruh cabang, dengan identitas setiap cabang tercermin melalui NITKU yang dicantumkan di bukti potong masing-masing pegawai. NITKU tersebut digunakan DJP untuk mengidentifikasi lokasi tempat bekerja setiap pegawai dalam pelaporan SPT Masa PPh 21[27]. Dengan demikian, meskipun pelaporan digabung dalam satu SPT, DJP tetap dapat memantau kontribusi pemotongan per cabang dari data NITKU.

Dari sudut pandang perusahaan, implementasi Coretax ini berarti penggabungan administrasi: cukup satu aplikasi (akun DJP Online/Coretax NPWP pusat) untuk melaporkan PPh 21 seluruh karyawan. Cabang-cabang tidak lagi perlu login atau lapor sendiri; mereka hanya bertugas menghitung dan merekam bukti potong (e-Bupot) dengan NITKU masing-masing, yang akan terintegrasi ke SPT pusat[28][8].

Dalam pelaporan SPT Masa PPh 21, formulir induk SPT akan memuat rekapitulasi penghasilan bruto, PPh terutang, dan PPh dipotong untuk seluruh karyawan (gabungan pusat dan cabang). Pada lampiran/daftar bukti potong, setiap bukti potong A1/A2 akan mencantumkan NITKU pemotong, sehingga data cabang lama dan baru atas pegawai pindahan otomatis tergabung. Tidak ada kewajiban tambahan untuk “menggabungkan” bukti potong secara manual, karena sistem e-Bupot akan melakukan konsolidasi data pegawai yang sama. Bahkan, fitur e-Bupot memungkinkan menarik data PPh 21 yang sudah dipotong pada masa-masa sebelumnya (misalnya masa sebelum mutasi) ke perhitungan bukti potong tahunan A1[29]. Jika ada bukti potong yang dibuat oleh pemberi kerja berbeda (misal jika antar perusahaan berbeda NPWP), sistem pun menyediakan kolom untuk mengakomodasi penggabungan tersebut[30]. Dalam kasus pindah cabang satu perusahaan (NPWP sama), hal ini lebih sederhana karena secara internal dianggap satu pemberi kerja.

Sebagai ringkasan: Mulai 2024/2025, perpindahan pegawai antar cabang dalam satu perusahaan (NPWP pusat yang sama) tidak lagi diperlakukan seperti pindah kerja antar perusahaan. Pegawai cukup mendapatkan satu bukti potong 1721-A1 di akhir tahun[4]. Dalam SPT Masa PPh 21 yang dilaporkan kantor pusat, masing-masing cabang wajib menggunakan NITKU saat membuat bukti potong[10] agar lokasi cabang tercatat. Cabang lama tidak perlu menerbitkan bukti potong final (A1) saat pegawai pindah[4]; cukup melanjutkan pemotongan PPh 21 hingga bulan terakhir ia di cabang tersebut. Cabang baru kemudian mengambil alih pemotongan dengan NITKU baru tanpa perlu mengulang perhitungan tahunannya dari nol (karena sistem mempertimbangkan penghasilan sebelumnya sesuai ketentuan PMK 168/2023)[18][19]. Pelaporan bersifat terpusat oleh NPWP pusat, sehingga data dari cabang lama dan baru otomatis tergabung dalam satu SPT Masa dan satu formulir A1 tahunan[3][27].

Dasar hukum dan panduan teknis resmi yang menjadi acuan meliputi:
- PMK No.112/PMK.03/2022 jo. PMK No.136/PMK.03/2023 – Menghapus NPWP cabang dan memperkenalkan NITKU sebagai identitas lokasi usaha
[2][7].
- PMK No.168/PMK.03/2023 – Pedoman pemotongan PPh 21 (termasuk perlakuan pegawai berhenti/pindah di tahun berjalan). Lampiran PMK ini mengatur bahwa cabang lama menghitung PPh 21 pegawai seolah resign (tarif progresif di masa terakhir) dan cabang baru seolah pegawai baru dengan penghasilan sebelumnya
[18][19].
- PMK No.81/PMK.03/2024 – Ketentuan perpajakan untuk implementasi Coretax mulai 2025, termasuk pemusatan kewajiban pajak penghasilan perusahaan (PPh 21 terpusat di NPWP induk)
[3].
- PER-5/PJ/2024 – Perubahan aturan bukti potong (mengubah PER-17/PJ/2021); menetapkan formulir 1721-A1/A2 sebagai bukti potong tahunan yang diberikan paling lambat 1 bulan setelah akhir tahun atau setelah pegawai berhenti
[31].
- PER-6/PJ/2024 – Penggunaan NIK (16 digit) sebagai NPWP orang pribadi dan implementasi NPWP 16 digit serta NITKU dalam layanan administrasi perpajakan
[32].
- PER-7/PJ/2025 – Tata cara pelaporan dan pengelolaan NITKU lebih lanjut. Pasal 33 menegaskan fungsi NITKU antara lain untuk akses cabang membuat bukti potong dan identifikasi lokasi pegawai dalam SPT Masa PPh 21
[27].
- PER-11/PJ/2025 – Petunjuk teknis e-Bupot PPh 21/26 terbaru; memperinci penggunaan NITKU pada bukti potong (Pasal 5) dan jenis-jenis formulir BP21, BPA1, BPA2, BP26 (Pasal 6)
[12][5]. Juga menegaskan BPA1/BPA2 dibuat di masa terakhir, sedangkan BP21 setiap masa.

Semua regulasi dan panduan di atas menegaskan bahwa administrasi PPh 21 kini terintegrasi. Perusahaan cukup melaksanakan pemotongan melalui satu sistem terpusat, dengan NITKU sebagai penanda cabang, tanpa perlu pemecahan laporan atau bukti potong per cabang. Langkah ini diharapkan menyederhanakan administrasi dan meringankan beban kepatuhan wajib pajak badan yang memiliki banyak cabang[33][7], sekaligus tetap memberikan detail informasi lokasi melalui NITKU. Sumber-sumber resmi DJP dan konsultan pajak sepakat bahwa bagi pegawai yang mutasi antarcabang, cukup satu bukti potong (Form A1) dari perusahaan induk dan pelaporan PPh 21 dilakukan terpusat dengan mencantumkan NITKU cabang pada bukti potong masing-masing[3][8]. Ini sejalan dengan tujuan Coretax untuk integrasi sistem perpajakan nasional secara adil dan transparan[34].

Referensi:

·         PMK 112/PMK.03/2022 jo. PMK 136/PMK.03/2023 (penghapusan NPWP cabang, pengenalan NITKU)[2][7]

·         PMK 168/PMK.03/2023 (penghitungan PPh 21 pegawai berhenti/pindah tengah tahun)[18][19]

·         PMK 81/PMK.03/2024 (pelaksanaan Coretax, kewajiban pajak terpusat 2025)[3]

·         PER-5/PJ/2024 (bentuk dan tata cara pembuatan bukti potong 1721-A1/A2, SPT Masa)[15][5]

·         PER-7/PJ/2025 (pelaporan TKU & NITKU, fungsi NITKU dalam SPT Masa)[27]

·         PER-11/PJ/2025 (administrasi e-Bupot 21/26, penggunaan NITKU & jenis formulir bukti potong)[12][5]

·         Artikel DJP “Mengenal NITKU, Pengganti NPWP Cabang?” – pajak.go.id[7][13]

·         Artikel Ortax “Bupot PPh 21 Pegawai Cabang, Perlu Cantumkan NITKU Cabang?”[3][8]

·         Penjelasan Kring Pajak via media sosial (Twitter @kring_pajak, tagar #PajakKitaUntukKita) tentang mutasi cabang tanpa A1 ganda[4][10]

·         Panduan DJP Petunjuk Penggunaan Aplikasi e-Bupot 21/26 (versi DJP Online 1.4) – diulas DDTCNews[35][36] (menguraikan pengisian bukti potong A1, skenario pegawai pindah cabang).

·         Berita DDTCNews: “Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?”[37][38] (merujuk aturan PMK 168/2023 untuk perhitungan PPh 21 cabang lama dan baru).

·         Berita Ortax & Pajakku (2025) terkait implementasi NITKU dan SPT Masa terpusat[3][27].


[1] Cara Mengisi SPT Karyawan Pindah Kantor Cabang Seperusahaan

https://news.ddtc.co.id/literasi/tips-trik/19879/cara-mengisi-spt-karyawan-pindah-kantor-cabang-seperusahaan

[2] [6] [7] [9] [13] [14] [32] [33] Mengenal NITKU, Pengganti NPWP Cabang? | Direktorat Jenderal Pajak

https://www.pajak.go.id/en/node/108815

[3] [5] [8] [11] [12] Bupot PPh 21 Pegawai Cabang, Perlu Cantumkan NITKU Cabang? - Ortax

https://ortax.org/bupot-pph-21-pegawai-cabang-perlu-cantumkan-nitku-cabang

[4] #PajakKitaUntukKita on X: "@putrisaani Hai, Kak. Pada saat ...

https://twitter.com/kring_pajak/status/1890331496134967508

[10] [28] Bikin Bukti Potong PPh Pasal 21, Pakai NITKU Pusat atau Cabang?

https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1808146/bikin-bukti-potong-pph-pasal-21-pakai-nitku-pusat-atau-cabang

[15] [31] Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER - 5/PJ/2024 - Ortax

https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/25745

[16] #PajakKitaUntukKita on X: "@audinananaa Hai, Kak. Untuk ...

https://twitter.com/kring_pajak/status/1887064330384089304

[17] [18] [19] [20] [37] [38] Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1803794/pegawai-pindah-cabang-hitungan-pph-21-nya-disamakan-dengan-resign

[21] [22] Bingung Bukti Potong Pegawai Pindah, Bendahara Konsultasi di Pajak Tana Tidung | Direktorat Jenderal Pajak

https://www.pajak.go.id/id/berita/bingung-bukti-potong-pegawai-pindah-bendahara-konsultasi-di-pajak-tana-tidung

[23] [24] [25] [26] [29] [30] [35] [36] Rekam Bukti Potong Tahunan A1 Key-in di e-Bupot 21/26? Perlu Data Ini

https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1801448/rekam-bukti-potong-tahunan-a1-key-in-di-e-bupot-2126-perlu-data-ini

[27] [34] Kewajiban Pelaporan dan Fungsi NITKU dalam PER-7/PJ/2025

https://artikel.pajakku.com/kewajiban-pelaporan-dan-fungsi-nitku-dalam-per-7pj2025

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.