Laporan Komprehensif Perpajakan atas Jasa Agen Asuransi
I. Pendahuluan: Memahami
Perpajakan Agen Asuransi untuk Semua
A. Latar Belakang dan
Pentingnya Pemahaman Perpajakan Agen Asuransi
Industri asuransi merupakan sektor vital
dalam perekonomian, dan agen asuransi memainkan peran krusial sebagai jembatan
antara perusahaan asuransi dan masyarakat. Dalam menjalankan profesinya, agen
asuransi memiliki serangkaian kewajiban perpajakan yang kompleks, meliputi
Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pemahaman yang
komprehensif dan akurat mengenai ketentuan perpajakan ini menjadi sangat
penting, tidak hanya bagi agen asuransi itu sendiri untuk memastikan kepatuhan
dan menghindari sanksi, tetapi juga bagi perusahaan asuransi sebagai pihak
pemotong atau pemungut pajak, serta bagi masyarakat umum yang mungkin
berinteraksi dengan agen asuransi. Peraturan perpajakan yang terus berkembang
menuntut pembaruan pengetahuan secara berkala agar setiap pihak dapat memenuhi
kewajiban pajaknya dengan benar.
B. Tujuan Tulisan: Membedah
Aspek PPh dan PPN secara Komprehensif dan Mudah Dipahami
Tulisan ini dirancang untuk menyajikan
informasi mendalam mengenai perlakuan PPh dan PPN atas jasa agen asuransi di
Indonesia. Tujuannya adalah untuk menguraikan setiap aspek perpajakan dengan
bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan audiens,
termasuk mereka yang tidak memiliki latar belakang pajak yang kuat. Meskipun
demikian, setiap poin yang disampaikan akan selalu didukung dengan dasar hukum
yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pembahasan akan mencakup definisi
agen asuransi, perhitungan PPh atas komisi dan penghargaan (baik uang maupun
natura/kenikmatan), penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022,
mekanisme pemungutan PPN oleh perusahaan asuransi, tata cara pembuatan faktur
pajak, perbedaan perpajakan dengan pialang dan reasuransi, serta contoh
perhitungan dan pelaporan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang
Pribadi.
II. Mengenal Agen Asuransi dalam Perspektif
Perpajakan
A. Definisi Agen Asuransi
Dalam konteks umum dan perpajakan Indonesia, Agen Asuransi
didefinisikan sebagai orang yang bekerja sendiri atau pada badan usaha, yang
bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah. Peran utama mereka adalah memasarkan produk asuransi atau produk
asuransi syariah, dan mereka harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
regulator untuk menjalankan profesi ini.1
Dari perspektif perpajakan, klasifikasi
agen asuransi sangat penting untuk menentukan kewajiban PPh mereka. Agen
asuransi dikategorikan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Klasifikasi ini berlaku selama mereka
tidak memiliki hubungan kerja sebagai pegawai tetap dengan perusahaan asuransi
yang diwakilinya.3 Pemahaman ini menjadi dasar bagi penerapan
ketentuan PPh Pasal 21 yang berbeda dibandingkan dengan pegawai tetap.
B. Peran dan Kedudukan Agen
Asuransi dalam Ekosistem Asuransi dan Perpajakan
Agen asuransi memegang posisi strategis
sebagai garda terdepan dalam ekosistem asuransi, menghubungkan produk dan
layanan perusahaan asuransi dengan kebutuhan perlindungan masyarakat. Kedudukan
mereka dalam perpajakan mencerminkan kompleksitas unik yang timbul dari sifat
pekerjaan mereka.
Agen asuransi memiliki klasifikasi ganda
yang signifikan dalam sistem perpajakan. Untuk Pajak Penghasilan (PPh), mereka
diperlakukan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan pekerjaan
bebas.3 Ini berarti penghasilan mereka dikenakan
PPh Pasal 21 dengan mekanisme perhitungan tertentu yang mempertimbangkan sifat
pekerjaan bebas. Di sisi lain, untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), agen
asuransi diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), bahkan
jika usaha mereka memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil. Menariknya, jika
agen asuransi sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), mereka secara
otomatis dianggap telah dikukuhkan sebagai PKP.1
Klasifikasi ganda ini memiliki implikasi
yang mendalam terhadap kewajiban pajak mereka. Agen
asuransi harus menavigasi dua rezim pajak yang secara fundamental berbeda.
Untuk PPh, perhitungan didasarkan pada penghasilan neto (seringkali menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto), sementara untuk PPN, mereka adalah
penyedia jasa kena pajak yang atas penyerahan jasanya terutang PPN. Kemudahan
"dianggap PKP" bagi agen yang sudah memiliki NPWP merupakan upaya
pemerintah untuk menyederhanakan administrasi. Namun, hal ini secara efektif
menempatkan mereka dalam lingkup kewajiban PPN, yang sebelumnya dikecualikan.1 Pergeseran kebijakan
ini menunjukkan adanya perluasan basis PPN ke sektor jasa keuangan, yang
bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih komprehensif dan adil.
III. Perlakuan Pajak
Penghasilan (PPh) atas Jasa Agen Asuransi
A. Klasifikasi Agen Asuransi
sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Pegawai
Agen asuransi, dalam menjalankan
profesinya, tidak terikat dalam hubungan kerja layaknya pegawai tetap
perusahaan. Oleh karena itu, mereka diklasifikasikan sebagai Wajib Pajak Orang
Pribadi Bukan Pegawai. Klasifikasi ini sangat mempengaruhi bagaimana penghasilan
yang mereka terima, seperti komisi, bonus, dan penghargaan, dikenakan Pajak
Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21). Mekanisme perhitungan dan pemotongan PPh
Pasal 21 untuk mereka akan berbeda dari yang diterapkan pada pegawai tetap.3
B. Objek PPh Pasal 21 atas Penghasilan Agen
Asuransi
Penghasilan yang diterima oleh agen asuransi dapat berupa uang
tunai maupun dalam bentuk non-tunai (natura dan/atau kenikmatan), yang keduanya
memiliki perlakuan PPh Pasal 21.
1. Komisi dan
Penghargaan dalam Bentuk Uang
Komisi atau imbalan dalam bentuk uang yang diterima oleh agen
asuransi dari perusahaan asuransi merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21
yang bersifat tidak final. Ini berarti pajak yang dipotong atas penghasilan ini
akan menjadi kredit pajak bagi agen asuransi dalam perhitungan SPT Tahunan
mereka.3 Dalam sistem
administrasi perpajakan, untuk imbalan kepada agen asuransi, kode objek pajak
PPh Pasal 21 yang digunakan Adalah
21-100-05.6 Kode ini mengidentifikasi jenis penghasilan yang diterima oleh
agen asuransi untuk tujuan pemotongan PPh Pasal 21 (Imbalan Kepada Petugas
Dinas Luar Asuransi).
2. Penghargaan
dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan
Perlakuan pajak atas penghargaan dalam bentuk natura (barang)
dan/atau kenikmatan (jasa/fasilitas) mengalami perubahan signifikan dengan
diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022) khususnya
Bab VI Pasal 23. Berdasarkan peraturan ini, penggantian atau imbalan yang
diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan kini secara eksplisit
merupakan objek Pajak Penghasilan bagi penerimanya, termasuk agen asuransi.7
Pergeseran paradigma ini adalah reformasi penting dalam
Undang-Undang PPh. Sebelumnya, natura dan kenikmatan umumnya tidak dianggap
sebagai objek PPh bagi penerima dan tidak dapat dibiayakan bagi pemberi. Dengan
adanya PP 55/2022, penghargaan non-uang seperti perjalanan insentif, fasilitas
kendaraan, atau gadget yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada agennya
kini berpotensi menjadi penghasilan yang dikenakan PPh. Hal ini menambah
kompleksitas dalam pencatatan penghasilan bagi agen dan kewajiban pemotongan
bagi perusahaan asuransi. Kebijakan ini bertujuan untuk memperluas basis pajak
dan menciptakan keadilan perpajakan antara penghasilan yang diterima dalam
bentuk uang dan non-uang.
Bagi perusahaan asuransi sebagai pemberi, biaya natura dan/atau
kenikmatan ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto mereka, sepanjang
memenuhi syarat sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan. Ini
berarti ada keseimbangan antara pengenaan pajak pada penerima dan hak
pembiayaan pada pemberi.7
Meskipun demikian, terdapat beberapa jenis
natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh. Pengecualian ini meliputi:
●
Makanan,
bahan makanan, minuman, dan/atau hidangan bagi seluruh pegawai di tempat kerja.
●
Natura
dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
●
Natura
dan/atau kenikmatan yang wajib disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan
pekerjaan, seperti seragam atau alat keselamatan kerja.
● Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).7
Dalam
hal penilaian, natura dinilai berdasarkan nilai pasar, sedangkan kenikmatan
dinilai berdasarkan jumlah biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan
oleh pemberi.7 Perusahaan asuransi sebagai pemberi wajib
memotong PPh atas natura dan/atau kenikmatan ini, dan pemotongan dilakukan
bersamaan dengan pemotongan PPh atas imbalan uang.7 Agen asuransi perlu memahami nilai pasar
dari natura/kenikmatan yang mereka terima untuk pelaporan SPT Tahunan mereka.
C. Perhitungan PPh Pasal 21 bagi Agen Asuransi
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk agen asuransi sebagai Wajib Pajak
Orang Pribadi Bukan Pegawai melibatkan beberapa tahapan penting.
1. Dasar
Pengenaan Pajak (DPP)
Untuk agen asuransi yang berstatus bukan pegawai, Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 21 adalah 50%
dari penghasilan bruto yang diterima. Ketentuan ini berlaku jika agen
tersebut tidak dapat mengidentifikasi jumlah pembelian material atau upah yang
dibayarkan kepada pihak lain melalui kontrak atau perjanjian yang jelas. Namun,
jika agen asuransi dapat mengidentifikasi pengeluaran-pengeluaran yang terkait
langsung dengan pekerjaannya, seperti biaya tenaga kerja yang dipekerjakan,
pembelian material, atau pembayaran kepada pihak ketiga, maka penghasilan bruto
dapat dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran tersebut untuk mendapatkan dasar
pengenaan pajak yang lebih akurat.5
2. Tarif PPh
Pasal 21 Progresif
Penghasilan Kena Pajak (PKP) agen asuransi akan dikenakan tarif
Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh. Tarif ini
bersifat progresif, artinya semakin besar penghasilan, semakin tinggi
persentase tarif pajaknya.3 Lapisan tarif yang berlaku adalah sebagai berikut:
●
Sampai dengan
Rp60.000.000,00: 5%
●
Di atas Rp60.000.000,00
s.d. Rp250.000.000,00: 15%
●
Di atas Rp250.000.000,00
s.d. Rp500.000.000,00: 25%
●
Di atas
Rp500.000.000,00: 30%
3
3. Penerapan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto (NPPN)
Agen asuransi sebagai Wajib Pajak Orang
Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas memiliki opsi untuk menghitung
penghasilan neto mereka menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Opsi ini dapat digunakan asalkan peredaran bruto mereka dalam satu tahun pajak
kurang dari Rp4,8 miliar.3 Untuk dapat menggunakan NPPN, Wajib Pajak
harus memberitahukan niat penggunaan NPPN ini kepada Direktur Jenderal Pajak
dalam waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.3
Jika Wajib Pajak tidak memberitahukan
penggunaan NPPN, maka secara otomatis mereka akan dianggap memilih untuk
menyelenggarakan pembukuan penuh.12
Ini berarti mereka harus mencatat seluruh transaksi keuangan secara detail,
yang bisa lebih rumit dibandingkan dengan penggunaan NPPN.
Persentase NPPN untuk agen asuransi
bervariasi berdasarkan wilayah domisili Wajib Pajak. Agen asuransi termasuk
dalam kategori "Pekerjaan Bebas Lainnya". Berikut adalah persentase
NPPN yang berlaku:
Tabel
1: Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk Agen Asuransi
(berdasarkan wilayah)
Wilayah |
Persentase NPPN (%) |
Dasar Hukum |
10 Ibu Kota Provinsi
Tertentu (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar,
Manado, Makassar, Pontianak) |
50% |
KEP-536/PJ/2000,
PER-17/PJ/2015 3 |
Ibu
Kota Provinsi Lainnya dan Daerah Lainnya |
47.5% |
KEP-536/PJ/2000,
PER-17/PJ/2015 3 |
Tabel ini sangat penting karena secara langsung menunjukkan
persentase yang relevan dengan lokasi mereka, memudahkan pemahaman dan aplikasi
praktis dalam perhitungan PPh.
4. Contoh
Perhitungan PPh Pasal 21 (dengan NPPN)
Mari kita ambil contoh Bapak Budi, seorang agen asuransi yang
berdomisili di Surabaya (termasuk dalam 10 ibu kota provinsi tertentu, sehingga
menggunakan NPPN 50%). Bapak Budi sudah menikah dan memiliki 2 orang anak
(status PTKP K/2). Sepanjang tahun 2025, total komisi bruto yang diterimanya
dari perusahaan asuransi adalah Rp150.000.000,00.
Berikut adalah langkah-langkah perhitungan PPh Pasal 21 Bapak
Budi:
1.
Penghasilan Bruto Setahun:
Rp150.000.000,00
2.
Penghasilan
Neto (menggunakan NPPN 50%):
Rp150.000.000,00 x 50% = Rp75.000.000,00
3.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Status
K/2:
○
Wajib Pajak Sendiri:
Rp54.000.000,00
○
Tambahan WP Kawin:
Rp4.500.000,00
○
Tambahan 2 Tanggungan (2
x Rp4.500.000,00): Rp9.000.000,00
○
Total PTKP: Rp54.000.000,00 +
Rp4.500.000,00 + Rp9.000.000,00 = Rp67.500.000,00
4.
Penghasilan Kena Pajak
(PKP):
Penghasilan Neto - PTKP = Rp75.000.000,00 - Rp67.500.000,00 =
Rp7.500.000,00
5.
PPh Pasal 21 Terutang
(menggunakan tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh):
Karena PKP Bapak Budi bekerja sebagai bukan pegawai agen
asuransi maka perhitungannya adalah sebagai berikut :Tarif Pasal 17 x (Rp150.000.000,00
x 50%)= Rp 5.250.000 yang didapat dari Total Penghasilan Netto Adalah Rp. 75.000.00
, lalu tarif 1 adalah lapisan 0-60 juta x5% => Rp. 3.000.000 dan lapisan
kedua Adalah 60-250 juta x 15% yaitu Rp. 15.000.000 x 15% = Rp2.250.000,-
Jumlah Rp 5.250.000,- ini
adalah PPh Pasal 21 yang akan menjadi kredit pajak bapak budi didalam SPT
Tahunannya bapak budi. Sehingga perhitungannya akan menjadi sebagai berikut :
6.
PPH Pasal 17 :
Penghasilan Netto – PTKP x Tarif PPH asal 17 => (150.000.000 x 50 %) – 67.500.000
= Rp. 15.000.000 x 5% sebagai lapisan 1 tarif pph pasal 17 sehingga hal ini
akan menyebabkan PPH Terhutang sebesar Rp. 750.000,-
7.
Lalu kita harus
menghitung lebih dan kurang bayar nya yaitu Kredit pajak – Hutang Pajak =>
Rp. 5.250.000 – Rp 750.000 => sehingga didapatkan menjadi LEBIH BAYAR
sebesar Rp. 4.500.000
8.
Hal ini yang harus
diawasi karena ketika dianggap lebih bayar maka siap siap pemeriksaan dapat
terjadi dan akhirnya kalian pasti akan terjadi kurang bayar.
5. Peran Perusahaan Asuransi sebagai
Pemotong PPh Pasal 21
Perusahaan asuransi memiliki kewajiban
penting sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas komisi dan imbalan lainnya (termasuk
natura dan/atau kenikmatan) yang dibayarkan kepada agen asuransi. Kewajiban ini
muncul karena agen asuransi dikategorikan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi
Bukan Pegawai.5
Perusahaan asuransi wajib membuat Bukti
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Formulir BP21) untuk setiap agen
asuransi atas penghasilan yang telah dipotong pajaknya.5 Bukti pemotongan ini merupakan dokumen
penting bagi agen asuransi untuk melaporkan penghasilan dan mengkreditkan pajak
yang telah dipotong di SPT Tahunan mereka. Prosedur pembuatan bukti pemotongan
ini dapat dilakukan melalui modul eBupot yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP). Modul ini juga memungkinkan perusahaan untuk melakukan
pembetulan atau pembatalan bukti pemotongan jika terjadi kesalahan atau
pembatalan transaksi.6
IV. Perlakuan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) atas Jasa Agen Asuransi
A. Jasa Agen Asuransi sebagai
Jasa Kena Pajak (JKP)
Sebelumnya, jasa asuransi dikecualikan dari
pengenaan PPN. Namun, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), jasa asuransi kini dihapus
dari daftar jasa yang dikecualikan dan menjadi jasa yang diberikan fasilitas
PPN dibebaskan.1 Ingat ya ini bukan jasa agen asuransi ,
tetapi jasa asuransi nya hal ini sesuai PMK No. 49 Tahun 2022. Dimana yang
dibebaskan adalah asuransi sebagai berikut : Asuransi Kerugian, Asuransi Jiwa,
Reasuransi. Sedangkan jasa agen asuransi, pada dasarnya adalah Jasa Kena Pajak
(JKP), dengan perlakuan PPN dengan besaran tertentu hal ini sesuai dengan PMK
67 Tahun 2022. Ketentuan lebih lanjut mengenai PPN atas jasa agen asuransi,
jasa pialang asuransi, dan jasa pialang reasuransi diatur secara spesifik dalam
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67 Tahun 2022.1
B. Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak (PKP) bagi Agen Asuransi
Agen asuransi, serta perusahaan pialang
asuransi dan reasuransi, memiliki kewajiban untuk melaporkan usahanya guna
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).4 Kewajiban ini berlaku meskipun usaha
mereka memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil. Namun, terdapat kemudahan
administrasi yang signifikan: agen asuransi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara
otomatis dianggap telah dikukuhkan sebagai PKP.1 Ini berarti agen asuransi tidak perlu
mendaftarkan diri secara terpisah ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk
dikukuhkan sebagai PKP.
Selain itu, agen asuransi yang kegiatan
usahanya hanya sebatas jasa agen asuransi atau yang total seluruh penyerahannya
(termasuk jasa agen asuransi dan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak lainnya)
tidak melebihi batasan pengusaha kecil, tidak diwajibkan untuk menggunakan
aplikasi e-Faktur dan tidak wajib melaporkan SPT Masa PPN.1 Fasilitas ini menyederhanakan kewajiban
administratif bagi sebagian besar agen asuransi individu. Tetapi hal ini tidak
berlaku jika Pengusaha memiliki usaha lain dan ternyata telah melewati batasan
pengusaha kecil. Hal ini seperti yang dicontohkan
dalam lampiram PMK No. 67 Tahun 2022.
C. Perhitungan dan Tarif PPN
atas Jasa Agen Asuransi
Perhitungan PPN atas jasa agen asuransi
memiliki skema khusus yang diatur dalam PMK 67/2022.
●
Tarif PPN: PPN yang terutang atas penyerahan jasa
agen asuransi adalah sebesar 10% dari
tarif PPN yang berlaku umum. 4
Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 dari PMK No. 67 Tahun 2022 yaitu dengan nilai
10% sedangkan untuk perusahaan asuransi dan reasuransi dengan menggunakan nilai
besaran ttt sebesar 20% :
○
Jika
tarif PPN umum adalah 11% (berlaku sejak 1 April 2022), maka tarif efektif PPN
untuk jasa agen asuransi adalah 10% x 11% = 1,1%.1
○
Jika
tarif PPN umum naik menjadi 12% (paling lambat 1 Januari 2025), maka tarif
efektif PPN untuk jasa agen asuransi akan menjadi 10% x 12% = 1,2%.13
● Dasar
Pengenaan Pajak (DPP):
Dasar pengenaan PPN adalah nilai komisi atau imbalan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang diterima oleh agen asuransi.4
Contoh
Perhitungan PPN:
Jika seorang agen asuransi menerima komisi sebesar
Rp10.000.000,00 dan tarif PPN yang berlaku adalah 11%, maka PPN yang terutang
adalah:
PPN = 1,1% x Rp10.000.000,00 = Rp110.000,00
D. Pemungutan, Penyetoran,
dan Pelaporan PPN oleh Perusahaan Asuransi
Mekanisme pemungutan PPN atas jasa agen
asuransi dilakukan oleh perusahaan asuransi yang membayarkan komisi kepada
agennya. Perusahaan asuransi bertindak sebagai
pemungut PPN.1
●
Saat Pemungutan: PPN dipungut pada saat pembayaran komisi
atau imbalan kepada agen asuransi.1
●
Penyetoran: Pembayaran PPN dilakukan atas nama
perusahaan asuransi sebagai pemungut PPN, untuk seluruh agen asuransi yang
diberikan komisi dan dipungut PPN-nya.1
● Pelaporan: Perusahaan asuransi wajib melaporkan PPN
yang telah dipungut dan disetor dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN,
khususnya menggunakan formulir SPT PPN 1107 PUT.13
E. Pembuatan Faktur Pajak
Meskipun agen asuransi dianggap sebagai
PKP, proses pembuatan faktur pajak untuk jasa mereka memiliki kekhususan. Agen asuransi diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak atas
penyerahan jasa agen asuransi.4
●
Bentuk Faktur Pajak: Faktur Pajak yang
dibuat dapat berupa dokumen lain yang disamakan dengan Faktur Pajak, seperti
bukti pembayaran komisi (statement of account) yang diterbitkan oleh perusahaan
asuransi kepada agennya.1 Ini memberikan fleksibilitas administratif bagi perusahaan
asuransi.
●
Isi Minimum Dokumen: Dokumen yang disamakan
dengan Faktur Pajak ini harus memuat setidaknya informasi berikut:
○
Nama
dan NPWP pihak yang menyerahkan jasa (agen asuransi).
○
Nomor urut dan tanggal
dokumen.
○
Nilai komisi atau
imbalan.
○
Jumlah PPN yang
dipungut.4
●
Kode Transaksi Faktur Pajak:
Untuk penyerahan jasa agen asuransi, kode transaksi faktur pajak yang digunakan
adalah 04. Kode ini khusus digunakan
untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh
PKP yang dikenakan PPN dengan besaran tertentu, termasuk jasa agen asuransi
berdasarkan PMK 67/2022.16
●
Waktu Pembuatan: Dokumen ini harus
dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan diterimanya
komisi atau imbalan oleh agen asuransi.4
F. Pengkreditan Pajak Masukan bagi Agen Asuransi
Salah satu ketentuan penting yang perlu dipahami oleh agen
asuransi yang berstatus PKP adalah mengenai pengkreditan Pajak Masukan. Pajak
Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP)
yang berhubungan dengan penyerahan jasa agen asuransi tidak dapat dikreditkan oleh agen asuransi.13
Ketentuan ini merupakan bagian integral
dari penyederhanaan sistem perpajakan bagi agen asuransi. Dengan tidak dapat
dikreditkannya Pajak Masukan, agen asuransi tidak perlu melakukan rekonsiliasi
yang rumit antara Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Hal ini juga mencegah
adanya potensi pengurangan ganda atas biaya, baik melalui Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN) untuk PPh maupun melalui pengkreditan Pajak Masukan
untuk PPN. Kebijakan ini selaras dengan status "dianggap PKP" dan
pembebasan dari kewajiban e-Faktur dan pelaporan SPT Masa PPN bagi agen
asuransi yang memenuhi kriteria tertentu, sehingga menciptakan sistem yang
lebih mudah diadministrasikan bagi agen.
V. Penerapan PP No. 55 Tahun
2022 pada Agen Asuransi
A. Batasan Peredaran Bruto untuk PPh Final 0,5%
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022)
memperkenalkan beberapa penyesuaian dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan,
termasuk ketentuan mengenai pengenaan PPh final sebesar 0,5% dari peredaran
bruto bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.7 Tarif PPh final 0,5%
ini umumnya berlaku untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan badan usaha tertentu
dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.7
Namun, sangat penting untuk dicatat bahwa penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, termasuk agen
asuransi, secara eksplisit dikecualikan dari pengenaan PPh final 0,5% ini.18 Ini berarti bahwa
meskipun seorang agen asuransi memiliki peredaran bruto di bawah Rp4,8 miliar,
penghasilan utama mereka dari jasa keagenan asuransi tidak dapat dikenakan
tarif PPh final 0,5% berdasarkan PP 55/2022.
Implikasi dari ketentuan ini adalah bahwa agen asuransi tidak
dapat memanfaatkan skema PPh final yang disederhanakan ini untuk penghasilan
inti mereka. Sebaliknya, mereka harus menghitung penghasilan neto mereka
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) atau menyelenggarakan
pembukuan penuh, dan kemudian menerapkan tarif PPh Pasal 17 yang progresif. Hal
ini menegaskan bahwa profesi agen asuransi, dalam konteks PPh, tetap berada
dalam rezim pajak umum untuk pekerjaan bebas, bukan skema PPh final UMKM.
VI. Perbedaan Perpajakan:
Agen Asuransi vs. Pialang Asuransi & Reasuransi
Memahami perbedaan antara agen asuransi,
pialang asuransi, dan perusahaan reasuransi sangat penting, tidak hanya dari
segi operasional tetapi juga dari perspektif perpajakan. Meskipun ketiganya
bergerak di industri asuransi, peran dan kewajiban perpajakan mereka memiliki
karakteristik yang berbeda.
A. Definisi dan Peran
1.
Agen Asuransi:
○
Definisi: Agen Asuransi adalah
individu yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah.1 Mereka adalah
perwakilan dari satu perusahaan asuransi.
○
Peran: Fokus pada penjualan produk asuransi dari
perusahaan yang diwakilinya kepada nasabah.
2.
Pialang Asuransi (Insurance Broker):
○
Definisi: Perusahaan Pialang
Asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan
asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk
kepentingan tertanggung.19 Mereka adalah perwakilan nasabah, bukan perusahaan asuransi.
○
Peran: Membantu nasabah menemukan produk asuransi
yang paling sesuai dari berbagai perusahaan asuransi, menegosiasikan syarat dan
ketentuan, serta membantu proses klaim. Contoh perusahaan
pialang asuransi di Indonesia antara lain PT Aon Indonesia, PT Indosuransi
Broker Utama, dan PT Global Insurance Broker.20
3.
Pialang Reasuransi (Reinsurance Broker):
○
Definisi: Usaha Pialang
Reasuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penempatan
reasuransi atau penempatan reasuransi syariah serta penanganan penyelesaian
klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.21
○
Peran: Menghubungkan perusahaan asuransi dengan
perusahaan reasuransi untuk memindahkan sebagian risiko yang ditanggung oleh
perusahaan asuransi. Contoh perusahaan
pialang reasuransi di Indonesia antara lain PT Aon Benfield Indonesia, PT IBS
Reinsurance Brokers, dan PT Mega Jasa Reinsurance Brokers.22
4.
Perusahaan Reasuransi (Reinsurance Company):
○
Definisi: Perusahaan Reasuransi
adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap
risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan/atau Perusahaan
Asuransi Jiwa.19 Mereka adalah "asuransi untuk perusahaan asuransi".
○
Peran: Menerima pengalihan risiko dari perusahaan
asuransi, memungkinkan perusahaan asuransi untuk menanggung risiko yang lebih
besar dan menjaga stabilitas keuangan. Contoh perusahaan reasuransi di
Indonesia antara lain PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. (Marein), PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re), dan PT
Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure).23
B. Perbedaan Perlakuan PPN
Perlakuan PPN menjadi salah satu pembeda
utama antara agen asuransi, pialang asuransi, dan pialang reasuransi. Perbedaan
ini terutama terletak pada tarif efektif PPN dan kewajiban administratif
terkait PKP dan Faktur Pajak.
Tabel 2: Perbandingan
Tarif dan Kewajiban PPN
Aspek Perpajakan |
Agen Asuransi |
Perusahaan
Pialang Asuransi & Pialang Reasuransi |
Dasar Hukum |
Objek PPN |
Jasa Agen Asuransi |
Jasa
Pialang Asuransi & Jasa Pialang Reasuransi |
PMK 67/2022 Pasal 2
ayat (1) 14 |
Tarif PPN (dari Komisi/Imbalan) |
10%
dari tarif PPN umum (efektif 1.1% atau 1.2%) |
20%
dari tarif PPN umum (efektif 2.2% atau 2.4%) |
PMK 67/2022 Pasal 3 4 |
Status PKP |
Wajib dikukuhkan PKP,
namun jika sudah ber-NPWP dianggap PKP. |
Wajib dikukuhkan PKP. |
PMK 67/2022 Pasal 4 4 |
Kewajiban e-Faktur |
Umumnya tidak wajib jika hanya jasa agen
asuransi atau total penyerahan tidak melebihi batasan pengusaha kecil. |
Wajib e-Faktur. |
PMK 67/2022 Pasal 8 1, Sosialisasi PMK
67/2022 13 |
Bentuk Faktur Pajak |
Dapat berupa bukti
pembayaran komisi (statement of account)
dari perusahaan asuransi. |
Wajib membuat Faktur
Pajak standar. |
PMK 67/2022 Pasal 5 1 |
Kode Transaksi Faktur Pajak |
04 (Besaran Tertentu) |
04 (Besaran Tertentu) |
PMK 67/2022, Krishand 16 |
Pemungut PPN |
Perusahaan Asuransi |
Perusahaan
Asuransi/Reasuransi |
PMK 67/2022 Pasal 2
ayat (9) 14 |
Kewajiban Pelaporan SPT Masa PPN |
Dianggap
telah melaporkan perhitungan PPN jika hanya jasa agen asuransi atau total
penyerahan tidak melebihi batasan pengusaha kecil. Jika melebihi batasan, wajib lapor SPT Masa PPN 1111. |
Wajib
melaporkan SPT Masa PPN 1111. |
PMK 67/2022 Pasal 8
& 9 1 |
Pengkreditan Pajak Masukan |
Tidak dapat dikreditkan. |
Tidak dapat dikreditkan. |
Sosialisasi PMK
67/2022 13 |
Tabel perbandingan ini sangat berguna karena secara visual
menyajikan perbedaan-perbedaan penting dalam perlakuan PPN antara ketiga
entitas tersebut. Hal ini membantu audiens untuk dengan cepat mengidentifikasi
kewajiban spesifik yang berlaku untuk masing-masing peran, memenuhi kebutuhan
untuk menyajikan informasi yang kompleks secara sederhana dan mudah dipahami.
C. Perbedaan Perlakuan PPh
Perlakuan Pajak Penghasilan juga berbeda signifikan antara agen
asuransi, pialang asuransi, dan perusahaan reasuransi, terutama karena
perbedaan bentuk hukum dan sifat penghasilan.
●
Agen Asuransi:
○
Jenis PPh: PPh Pasal 21 atas
penghasilan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Pegawai.
○
Perhitungan: Menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) atau pembukuan penuh, dengan tarif
progresif Pasal 17 UU PPh. Penghasilan dari pekerjaan bebas dikecualikan dari
PPh Final 0,5% PP 55/2022.18
○
Pemotong: Perusahaan asuransi sebagai pihak yang
membayarkan komisi.5
●
Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi:
○
Jenis PPh: Umumnya berbentuk badan
hukum (misalnya PT).20 Oleh karena itu, penghasilan mereka dikenakan Pajak Penghasilan
Badan. Jika berbentuk perorangan/firma/CV, akan dikenakan PPh Orang Pribadi
atau PPh Badan sesuai ketentuan umum.
○
Perhitungan: Berdasarkan pembukuan,
dengan tarif PPh Badan yang berlaku (saat ini 22%).
○
Pemotong: Tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 oleh
pihak lain atas penghasilan utama mereka (komisi dari perusahaan
asuransi/reasuransi), karena mereka adalah entitas bisnis. Mereka mungkin memotong PPh Pasal 21/23/26 atas pembayaran
kepada pihak lain.
●
Perusahaan Reasuransi:
○
Jenis PPh: Sebagai badan hukum
(misalnya PT) 23, mereka dikenakan Pajak Penghasilan Badan.
○
Perhitungan: Berdasarkan pembukuan,
dengan tarif PPh Badan yang berlaku.
○
Pemotong: Tidak ada pemotongan
PPh Pasal 21 oleh pihak lain atas pendapatan utama mereka. Mereka memiliki
kewajiban sebagai pemotong PPh Pasal 21/23/26 atas pembayaran kepada karyawan
atau pihak lain.
VII. Tata Cara Pengisian SPT
Tahunan Orang Pribadi bagi Agen Asuransi
Bagi agen asuransi sebagai Wajib Pajak
Orang Pribadi, pelaporan SPT Tahunan merupakan kewajiban tahunan untuk
mempertanggungjawabkan seluruh penghasilan dan perhitungan pajaknya. Berikut
adalah panduan ringkas tata cara pengisiannya, khususnya bagi agen yang
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
A. Gambaran Umum SPT Tahunan Orang Pribadi
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Orang Pribadi berfungsi sebagai sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan
seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu Tahun Pajak,
termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final, penghasilan yang tidak termasuk
objek pajak, serta harta dan kewajiban pada akhir Tahun Pajak.6
Prinsip dasar perpajakan di Indonesia adalah keluarga sebagai
satu kesatuan ekonomi, di mana pemenuhan kewajiban pajak dilakukan oleh kepala
keluarga. Namun, terdapat pengecualian jika suami-istri:
●
Telah
hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB).
●
Melakukan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis (PH).
●
Istri
menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT).6
Dalam ketiga kasus ini, kewajiban pajak
dipenuhi secara terpisah oleh suami dan istri, meskipun perhitungan PPh
terutang untuk status PH dan MT tetap didasarkan pada penggabungan penghasilan
neto suami-istri yang kemudian dibagi secara proporsional. Penghasilan anak yang belum dewasa digabungkan dengan
penghasilan orang tua.6
SPT Tahunan harus diisi
dengan lengkap, benar, dan jelas, serta ditandatangani. Beberapa lampiran wajib
disertakan, seperti Lampiran 1 Bagian A (Daftar Harta pada Akhir Tahun Pajak)
dan Lampiran 1 Bagian C (Daftar Susunan Anggota Keluarga Tanggungan).6 Lampiran lainnya diisi
sesuai kondisi Wajib Pajak.
B. Pelaporan Penghasilan dari
Jasa Agen Asuransi (Menggunakan NPPN)
Bagi agen asuransi yang memilih menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) karena peredaran bruto mereka di
bawah Rp4,8 miliar, pelaporan penghasilan utama mereka dilakukan pada Lampiran
3A-4 Bagian A.
●
Lampiran
3A-4 Bagian A: Penghasilan Neto Dalam Negeri dari Usaha dan/atau Pekerjaan
Bebas Berdasarkan Pencatatan
Bagian ini digunakan untuk melaporkan
penghasilan neto dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak
yang menggunakan NPPN.6 Kolom-kolom yang perlu diisi meliputi:
○
NO: Nomor urut.
○
NAMA TKU: Nama tempat kegiatan usaha (jika ada).
○
JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS: Pilih "Agen Asuransi" dari
daftar jenis pekerjaan bebas.
○
PEREDARAN BRUTO: Masukkan total peredaran bruto (komisi)
yang diterima selama setahun.
○
NORMA (%): Isi dengan persentase NPPN yang berlaku
sesuai wilayah domisili (misalnya 50% atau 47.5%).6
○
PENGHASILAN
NETO: Hasil perkalian Peredaran Bruto dengan Persentase Norma.
Total penghasilan neto dari bagian ini akan
dipindahkan ke Induk SPT Tahunan pada Bagian B, Angka 1, Huruf b, Angka 5)
"PENGHASILAN NETO DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS".6
●
Lampiran 1 Bagian E:
Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh perusahaan
asuransi atas komisi agen harus dilaporkan di bagian ini sebagai kredit pajak.
Ini adalah pajak yang sudah dibayar di muka oleh perusahaan asuransi atas nama
agen.6 Informasi yang perlu diisi meliputi:
○
PEMOTONG/PEMUNGUT PPh: NIK/NPWP dan Nama perusahaan asuransi.
○
BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN: Nomor dan Tanggal Bukti Pemotongan PPh
Pasal 21 (Formulir BP21) yang diterima dari perusahaan asuransi.6
○
JENIS PAJAK: PPh Pasal 21.
○
PENGHASILAN BRUTO: Jumlah penghasilan
bruto yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21.
○
JUMLAH PPh YANG
DIPOTONG/DIPUNGUT: Jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh perusahaan
asuransi.
Total PPh yang dipotong/dipungut dari bagian ini akan
dipindahkan ke Induk SPT Tahunan pada Bagian D, Angka 10, Huruf a "PPh
YANG TELAH DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN".6
C. Pelaporan Penghasilan
Natura dan/atau Kenikmatan
Sejak berlakunya PP 55/2022, penghargaan
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima agen asuransi merupakan
objek PPh. Karena agen asuransi diklasifikasikan sebagai "bukan
pegawai", penghasilan natura/kenikmatan ini tidak dilaporkan di Lampiran D
(untuk pegawai tetap). Sebaliknya, nilai natura/kenikmatan yang merupakan objek
PPh dan telah dipotong PPh Pasal 21 oleh perusahaan asuransi akan masuk dalam
komponen penghasilan bruto yang dilaporkan di Lampiran 3A-4 Bagian A (jika
menggunakan NPPN) atau Lampiran 3A-4 Bagian B (Penghasilan Neto Dalam Negeri
Lainnya) jika sifatnya insidentil dan tidak terkait langsung dengan peredaran
bruto usaha rutin.
Lampiran 3A-4 Bagian B mencakup berbagai
jenis penghasilan neto dalam negeri lainnya seperti penghargaan dan hadiah,
atau penghasilan lain-lain yang tidak terkait dengan pekerjaan atau kegiatan
usaha utama.6 Jika natura/kenikmatan tersebut
dikategorikan sebagai "penghargaan" (Kode 409) atau "penghasilan
dalam negeri lainnya" (Kode 412), maka nilai netonya akan dilaporkan di
bagian ini.6 Penting bagi agen asuransi untuk
memastikan bahwa nilai natura/kenikmatan yang dilaporkan sesuai dengan nilai
yang menjadi dasar pemotongan PPh oleh perusahaan asuransi.
VIII. Kesimpulan dan Rekomendasi
Perpajakan atas jasa agen asuransi di Indonesia adalah area yang
dinamis, ditandai dengan klasifikasi ganda dan perlakuan khusus baik dalam
Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pemahaman yang mendalam terhadap ketentuan
ini sangat krusial bagi kepatuhan agen asuransi dan perusahaan asuransi.
Kesimpulan Utama:
1.
Klasifikasi Ganda yang Unik: Agen
asuransi diperlakukan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan
pekerjaan bebas untuk tujuan PPh Pasal 21, sementara secara PPN mereka adalah
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan perlakuan khusus. Klasifikasi ini menciptakan
kebutuhan untuk memahami dua rezim pajak yang berbeda secara fundamental.
2.
Dampak Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022: Peraturan ini membawa perubahan signifikan pada perlakuan
natura dan/atau kenikmatan, menjadikannya objek PPh bagi penerima dan biaya
yang dapat dikurangkan bagi pemberi. Ini memperluas basis pajak dan mendorong
keadilan perpajakan. Namun, penghasilan dari jasa agen asuransi sebagai
pekerjaan bebas secara spesifik dikecualikan dari skema PPh final 0,5% yang
diatur dalam PP ini, sehingga agen tetap perlu menghitung PPh menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) atau pembukuan.
3.
Penyederhanaan PPN dengan Kekhususan: Jasa agen asuransi dikenakan PPN dengan tarif efektif 1,1%
(atau 1,2% jika tarif PPN umum naik menjadi 12%). Meskipun agen asuransi
diwajibkan PKP (dan dianggap PKP jika sudah ber-NPWP), mereka umumnya tidak
wajib menggunakan e-Faktur atau melaporkan SPT Masa PPN jika kegiatan usahanya
hanya jasa agen asuransi atau total penyerahan tidak melebihi batasan pengusaha
kecil. PPN Masukan yang terkait dengan penyerahan jasa agen asuransi tidak
dapat dikreditkan, yang merupakan penyederhanaan administratif.
4. Perbedaan Jelas dengan
Pialang dan Reasuransi: Terdapat perbedaan
signifikan dalam tarif PPN dan kewajiban administratif antara agen asuransi,
perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi. Perusahaan
pialang asuransi dan pialang reasuransi dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi
(2,2% atau 2,4%) dan memiliki kewajiban pelaporan SPT Masa PPN 1111 yang lebih
komprehensif. Perusahaan
reasuransi sendiri adalah entitas yang menanggung ulang risiko perusahaan
asuransi, dengan perlakuan PPh Badan.
Rekomendasi:
Untuk memastikan kepatuhan dan
mengoptimalkan pengelolaan pajak, agen asuransi disarankan untuk:
1.
Pahami Klasifikasi Penghasilan: Selalu pastikan klasifikasi yang benar
atas penghasilan yang diterima, baik dalam bentuk uang maupun
natura/kenikmatan, untuk penerapan PPh Pasal 21 yang tepat.
2.
Manfaatkan NPPN: Bagi yang memenuhi syarat, penggunaan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dapat menyederhanakan perhitungan
PPh. Pastikan untuk memberitahukan penggunaan NPPN kepada Direktorat Jenderal
Pajak tepat waktu.
3.
Pastikan Bukti Potong dan Faktur Pajak: Selalu minta dan simpan dengan baik bukti
pemotongan PPh Pasal 21 (BP21) dari perusahaan asuransi, serta bukti pembayaran
komisi yang disamakan dengan Faktur Pajak. Dokumen-dokumen ini
krusial untuk pelaporan SPT Tahunan.
4.
Pahami Batasan PPN Masukan: Ingat bahwa Pajak Masukan terkait jasa
agen asuransi tidak dapat dikreditkan. Hal ini penting dalam
perencanaan keuangan dan penetapan harga.
5.
Konsultasi Profesional: Untuk situasi yang
kompleks, seperti memiliki usaha lain di luar keagenan asuransi atau jika
peredaran bruto mendekati batasan tertentu, sangat disarankan untuk
berkonsultasi dengan konsultan pajak profesional.
6.
Pembaruan Pengetahuan: Mengingat dinamika
peraturan perpajakan, agen asuransi harus proaktif dalam memperbarui
pengetahuan mereka melalui Tulisan, pelatihan, atau sumber informasi resmi dari
Direktorat Jenderal Pajak.
Karya yang dikutip
1.
Kena PPN, Agen Asuransi Harus Punya
E-faktur ? |
Direktorat Jenderal Pajak, diakses Agustus 5, 2025, https://pajak.go.id/id/artikel/kena-ppn-agen-asuransi-harus-punya-e-faktur
2.
67/PMK.03/2022
tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa
Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasu - JDIH Kemenkeu, diakses Agustus 5,
2025, https://jdih.kemenkeu.go.id/api/download/6766cbf9-dca8-418e-81bb-09695cde3310/67~PMK.03~2022Per.pdf
3.
Cara
Menghitung Tarif Pajak Progresif Agen Asuransi - Klikpajak, diakses Agustus 5,
2025, https://klikpajak.id/blog/memahami-pajak-progresif-agen-asuransi/
4. Pengaturan
Terbaru PPN atas Jasa Agen Asuransi, Pialang ... - Ortax, diakses Agustus 5,
2025, https://ortax.org/pengaturan-terbaru-ppn-atas-jasa-agen-asuransi-dan-pialang-asuransi
5. Update
Cara Hitung PPh 21 Bukan Pegawai Sesuai PMK 168/2023 - Ortax, diakses Agustus
5, 2025, https://ortax.org/penghitungan-pph-21-bukan-pegawai-dengan-penghasilan-berkesinambungan
6.
Lampiran
PER 11 PJ 2025.pdf
7.
Peraturan
Pemerintah Nomor: 55 TAHUN 2022 - Ortax, diakses Agustus 5, 2025, https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/25023
8.
PP
No. 55 Tahun 2022 - Peraturan BPK, diakses Agustus 5, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Details/233488/pp-no-55-tahun-2022
9. Norma
Penghitungan Penghasilan Neto: Syarat & Penghitungannya - OnlinePajak,
diakses Agustus 5, 2025, https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/norma-penghitungan-penghasilan-neto
10.
Menghitung
Penghasilan Neto Bagi Agen Asuransi - SM Consulting Konsultan Pajak dan
Payroll, diakses Agustus 5, 2025, https://smconsult.co.id/id/menghitung-penghasilan-neto-bagi-agen-asuransi/
11.
Batas
Akhir Pemberitahuan Penggunaan NPPN 2025: Jangan Sampai Terlewat!, diakses
Agustus 5, 2025, https://akuprim.com/batas-akhir-pemberitahuan-penggunaan-nppn-2025-jangan-sampai-terlewat/
12.
Peraturan
Dirjen Pajak Nomor: PER - 17/PJ/2015 - Data Center - Ortax, diakses Agustus 5,
2025, https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/15783
13. PPN atas
Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang
Reasuransi, diakses Agustus 5, 2025, https://www.hananta.com/downloads/20220419/drive/Sosialisasi%20Jasa%20Agen%20dan%20Pialang%20PMK-67.pdf
14.
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor: 67/PMK.03/2022 - Ortax - Data Center, diakses Agustus
5, 2025, https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/17756
15. Peraturan
Baru Pengenaan PPN Pada Jasa Agen Asuransi - Pajak Startup, diakses Agustus 5,
2025, https://pajakstartup.com/2022/09/20/peraturan-baru-pengenaan-ppn-pada-jasa-agen-asuransi/
16. Kode
Transaksi 05 Faktur Pajak Besaran Tertentu - Krishand, diakses Agustus 5, 2025,
https://www.krishand.com/support/article/kode-transaksi-05-faktur-pajak-besaran-tertentu-519.html
17. Kapan
Kode Transaksi 05 pada Faktur Pajak Digunakan ..., diakses Agustus 5, 2025, https://konsultanpajaksurabaya.com/kapan-kode-transaksi-05-pada-faktur-pajak-digunakan
18. Ketentuan
Terbaru PPh Final 0,5% dalam PP 55 Tahun 2022, WPOP Terima Tambahan
“Fasilitas”! - Konsultan Pajak Surabaya, diakses Agustus 5, 2025, https://konsultanpajaksurabaya.com/ketentuan-terbaru-pph-final-05-dalam-pp-55-tahun-2022-wpop-terima-tambahan-fasilitas
19. Definisi
Perusahaan Reasuransi | JDIH Kementerian Keuangan, diakses Agustus 5, 2025, https://jdih.kemenkeu.go.id/kamus-hukum/perusahaan-reasuransi?id=063d2df2161a838a7412f6b68e9034d8
20.
Perusahaan
Pialang Asuransi / Insurance Brokerage Company - SahamU, diakses Agustus 5,
2025, https://sahamu.com/perusahaan-asuransi-indonesia/perusahaan-pialang-asuransi-insurance-brokerage-company/
21.
UU
Nomor 40 Tahun 2014.pdf - Peraturan BPK, diakses Agustus 5, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/28114/UU%20Nomor%2040%20Tahun%202014.pdf
22.
Perusahaan
Pialang Reasuransi / Reinsurance Brokerage Company - SahamU, diakses Agustus 5,
2025, https://sahamu.com/perusahaan-asuransi-indonesia/perusahaan-pialang-reasuransi-reinsurance-brokerage-company/
23.
Reasuransi:
Pengertian, Jenis, dan Contoh Perusahaannya, diakses Agustus 5, 2025, https://www.roojai.co.id/article/asuransi/reasuransi/
24.
Asuransi
- Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Agustus 5, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Asuransi
25. Definisi
Perusahaan | JDIH Kementerian Keuangan, diakses Agustus 5, 2025, https://jdih.kemenkeu.go.id/kamus-hukum/perusahaan?id=0b14a002dbfc4f6db928fb24255ed38f
26.
Daftar
Perusahaan Reasuransi di Indonesia dan Kinerja Laba per Desember 2023, diakses
Agustus 5, 2025, https://finansial.bisnis.com/read/20240129/215/1736311/daftar-perusahaan-reasuransi-di-indonesia-dan-kinerja-laba-per-desember-2023
0 komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.