Selasa, 05 Agustus 2025


 

Laporan Komprehensif Perpajakan atas Jasa Agen Asuransi

  

I. Pendahuluan: Memahami Perpajakan Agen Asuransi untuk Semua

 

 

A. Latar Belakang dan Pentingnya Pemahaman Perpajakan Agen Asuransi

 

Industri asuransi merupakan sektor vital dalam perekonomian, dan agen asuransi memainkan peran krusial sebagai jembatan antara perusahaan asuransi dan masyarakat. Dalam menjalankan profesinya, agen asuransi memiliki serangkaian kewajiban perpajakan yang kompleks, meliputi Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pemahaman yang komprehensif dan akurat mengenai ketentuan perpajakan ini menjadi sangat penting, tidak hanya bagi agen asuransi itu sendiri untuk memastikan kepatuhan dan menghindari sanksi, tetapi juga bagi perusahaan asuransi sebagai pihak pemotong atau pemungut pajak, serta bagi masyarakat umum yang mungkin berinteraksi dengan agen asuransi. Peraturan perpajakan yang terus berkembang menuntut pembaruan pengetahuan secara berkala agar setiap pihak dapat memenuhi kewajiban pajaknya dengan benar.

 

B. Tujuan Tulisan: Membedah Aspek PPh dan PPN secara Komprehensif dan Mudah Dipahami

 

Tulisan ini dirancang untuk menyajikan informasi mendalam mengenai perlakuan PPh dan PPN atas jasa agen asuransi di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menguraikan setiap aspek perpajakan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan audiens, termasuk mereka yang tidak memiliki latar belakang pajak yang kuat. Meskipun demikian, setiap poin yang disampaikan akan selalu didukung dengan dasar hukum yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pembahasan akan mencakup definisi agen asuransi, perhitungan PPh atas komisi dan penghargaan (baik uang maupun natura/kenikmatan), penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, mekanisme pemungutan PPN oleh perusahaan asuransi, tata cara pembuatan faktur pajak, perbedaan perpajakan dengan pialang dan reasuransi, serta contoh perhitungan dan pelaporan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi.

 

II. Mengenal Agen Asuransi dalam Perspektif Perpajakan

 

 

A. Definisi Agen Asuransi

 

Dalam konteks umum dan perpajakan Indonesia, Agen Asuransi didefinisikan sebagai orang yang bekerja sendiri atau pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah. Peran utama mereka adalah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah, dan mereka harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh regulator untuk menjalankan profesi ini.1

Dari perspektif perpajakan, klasifikasi agen asuransi sangat penting untuk menentukan kewajiban PPh mereka. Agen asuransi dikategorikan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Klasifikasi ini berlaku selama mereka tidak memiliki hubungan kerja sebagai pegawai tetap dengan perusahaan asuransi yang diwakilinya.3 Pemahaman ini menjadi dasar bagi penerapan ketentuan PPh Pasal 21 yang berbeda dibandingkan dengan pegawai tetap.

 

B. Peran dan Kedudukan Agen Asuransi dalam Ekosistem Asuransi dan Perpajakan

 

Agen asuransi memegang posisi strategis sebagai garda terdepan dalam ekosistem asuransi, menghubungkan produk dan layanan perusahaan asuransi dengan kebutuhan perlindungan masyarakat. Kedudukan mereka dalam perpajakan mencerminkan kompleksitas unik yang timbul dari sifat pekerjaan mereka.

Agen asuransi memiliki klasifikasi ganda yang signifikan dalam sistem perpajakan. Untuk Pajak Penghasilan (PPh), mereka diperlakukan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan pekerjaan bebas.3 Ini berarti penghasilan mereka dikenakan PPh Pasal 21 dengan mekanisme perhitungan tertentu yang mempertimbangkan sifat pekerjaan bebas. Di sisi lain, untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), agen asuransi diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), bahkan jika usaha mereka memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil. Menariknya, jika agen asuransi sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), mereka secara otomatis dianggap telah dikukuhkan sebagai PKP.1

Klasifikasi ganda ini memiliki implikasi yang mendalam terhadap kewajiban pajak mereka. Agen asuransi harus menavigasi dua rezim pajak yang secara fundamental berbeda. Untuk PPh, perhitungan didasarkan pada penghasilan neto (seringkali menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto), sementara untuk PPN, mereka adalah penyedia jasa kena pajak yang atas penyerahan jasanya terutang PPN. Kemudahan "dianggap PKP" bagi agen yang sudah memiliki NPWP merupakan upaya pemerintah untuk menyederhanakan administrasi. Namun, hal ini secara efektif menempatkan mereka dalam lingkup kewajiban PPN, yang sebelumnya dikecualikan.1 Pergeseran kebijakan ini menunjukkan adanya perluasan basis PPN ke sektor jasa keuangan, yang bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih komprehensif dan adil.

 

III. Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas Jasa Agen Asuransi

 

 

A. Klasifikasi Agen Asuransi sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Pegawai

 

Agen asuransi, dalam menjalankan profesinya, tidak terikat dalam hubungan kerja layaknya pegawai tetap perusahaan. Oleh karena itu, mereka diklasifikasikan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Pegawai. Klasifikasi ini sangat mempengaruhi bagaimana penghasilan yang mereka terima, seperti komisi, bonus, dan penghargaan, dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21). Mekanisme perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 untuk mereka akan berbeda dari yang diterapkan pada pegawai tetap.3

 

B. Objek PPh Pasal 21 atas Penghasilan Agen Asuransi

 

Penghasilan yang diterima oleh agen asuransi dapat berupa uang tunai maupun dalam bentuk non-tunai (natura dan/atau kenikmatan), yang keduanya memiliki perlakuan PPh Pasal 21.

 

1. Komisi dan Penghargaan dalam Bentuk Uang

 

Komisi atau imbalan dalam bentuk uang yang diterima oleh agen asuransi dari perusahaan asuransi merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat tidak final. Ini berarti pajak yang dipotong atas penghasilan ini akan menjadi kredit pajak bagi agen asuransi dalam perhitungan SPT Tahunan mereka.3 Dalam sistem administrasi perpajakan, untuk imbalan kepada agen asuransi, kode objek pajak PPh Pasal 21 yang digunakan Adalah

21-100-05.6 Kode ini mengidentifikasi jenis penghasilan yang diterima oleh agen asuransi untuk tujuan pemotongan PPh Pasal 21 (Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi).

 

2. Penghargaan dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan

 

Perlakuan pajak atas penghargaan dalam bentuk natura (barang) dan/atau kenikmatan (jasa/fasilitas) mengalami perubahan signifikan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022) khususnya Bab VI Pasal 23. Berdasarkan peraturan ini, penggantian atau imbalan yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan kini secara eksplisit merupakan objek Pajak Penghasilan bagi penerimanya, termasuk agen asuransi.7

Pergeseran paradigma ini adalah reformasi penting dalam Undang-Undang PPh. Sebelumnya, natura dan kenikmatan umumnya tidak dianggap sebagai objek PPh bagi penerima dan tidak dapat dibiayakan bagi pemberi. Dengan adanya PP 55/2022, penghargaan non-uang seperti perjalanan insentif, fasilitas kendaraan, atau gadget yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada agennya kini berpotensi menjadi penghasilan yang dikenakan PPh. Hal ini menambah kompleksitas dalam pencatatan penghasilan bagi agen dan kewajiban pemotongan bagi perusahaan asuransi. Kebijakan ini bertujuan untuk memperluas basis pajak dan menciptakan keadilan perpajakan antara penghasilan yang diterima dalam bentuk uang dan non-uang.

Bagi perusahaan asuransi sebagai pemberi, biaya natura dan/atau kenikmatan ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto mereka, sepanjang memenuhi syarat sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Ini berarti ada keseimbangan antara pengenaan pajak pada penerima dan hak pembiayaan pada pemberi.7

Meskipun demikian, terdapat beberapa jenis natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh. Pengecualian ini meliputi:

     Makanan, bahan makanan, minuman, dan/atau hidangan bagi seluruh pegawai di tempat kerja.

     Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

     Natura dan/atau kenikmatan yang wajib disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan, seperti seragam atau alat keselamatan kerja.

     Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).7

Dalam hal penilaian, natura dinilai berdasarkan nilai pasar, sedangkan kenikmatan dinilai berdasarkan jumlah biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan oleh pemberi.7 Perusahaan asuransi sebagai pemberi wajib memotong PPh atas natura dan/atau kenikmatan ini, dan pemotongan dilakukan bersamaan dengan pemotongan PPh atas imbalan uang.7 Agen asuransi perlu memahami nilai pasar dari natura/kenikmatan yang mereka terima untuk pelaporan SPT Tahunan mereka.

 

C. Perhitungan PPh Pasal 21 bagi Agen Asuransi

 

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk agen asuransi sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Pegawai melibatkan beberapa tahapan penting.

 

1. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

 

Untuk agen asuransi yang berstatus bukan pegawai, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 21 adalah 50% dari penghasilan bruto yang diterima. Ketentuan ini berlaku jika agen tersebut tidak dapat mengidentifikasi jumlah pembelian material atau upah yang dibayarkan kepada pihak lain melalui kontrak atau perjanjian yang jelas. Namun, jika agen asuransi dapat mengidentifikasi pengeluaran-pengeluaran yang terkait langsung dengan pekerjaannya, seperti biaya tenaga kerja yang dipekerjakan, pembelian material, atau pembayaran kepada pihak ketiga, maka penghasilan bruto dapat dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran tersebut untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak yang lebih akurat.5

 

2. Tarif PPh Pasal 21 Progresif

 

Penghasilan Kena Pajak (PKP) agen asuransi akan dikenakan tarif Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh. Tarif ini bersifat progresif, artinya semakin besar penghasilan, semakin tinggi persentase tarif pajaknya.3 Lapisan tarif yang berlaku adalah sebagai berikut:

     Sampai dengan Rp60.000.000,00: 5%

     Di atas Rp60.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00: 15%

     Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00: 25%

     Di atas Rp500.000.000,00: 30%

3

 

3. Penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

 

Agen asuransi sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas memiliki opsi untuk menghitung penghasilan neto mereka menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Opsi ini dapat digunakan asalkan peredaran bruto mereka dalam satu tahun pajak kurang dari Rp4,8 miliar.3 Untuk dapat menggunakan NPPN, Wajib Pajak harus memberitahukan niat penggunaan NPPN ini kepada Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.3

Jika Wajib Pajak tidak memberitahukan penggunaan NPPN, maka secara otomatis mereka akan dianggap memilih untuk menyelenggarakan pembukuan penuh.12 Ini berarti mereka harus mencatat seluruh transaksi keuangan secara detail, yang bisa lebih rumit dibandingkan dengan penggunaan NPPN.

Persentase NPPN untuk agen asuransi bervariasi berdasarkan wilayah domisili Wajib Pajak. Agen asuransi termasuk dalam kategori "Pekerjaan Bebas Lainnya". Berikut adalah persentase NPPN yang berlaku:

Tabel 1: Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk Agen Asuransi (berdasarkan wilayah)

 

Wilayah

Persentase NPPN (%)

Dasar Hukum

10 Ibu Kota Provinsi Tertentu (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, Pontianak)

50%

KEP-536/PJ/2000, PER-17/PJ/2015 3

Ibu Kota Provinsi Lainnya dan Daerah Lainnya

47.5%

KEP-536/PJ/2000, PER-17/PJ/2015 3

Tabel ini sangat penting karena secara langsung menunjukkan persentase yang relevan dengan lokasi mereka, memudahkan pemahaman dan aplikasi praktis dalam perhitungan PPh.

 

4. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 (dengan NPPN)

 

Mari kita ambil contoh Bapak Budi, seorang agen asuransi yang berdomisili di Surabaya (termasuk dalam 10 ibu kota provinsi tertentu, sehingga menggunakan NPPN 50%). Bapak Budi sudah menikah dan memiliki 2 orang anak (status PTKP K/2). Sepanjang tahun 2025, total komisi bruto yang diterimanya dari perusahaan asuransi adalah Rp150.000.000,00.

Berikut adalah langkah-langkah perhitungan PPh Pasal 21 Bapak Budi:

1.    Penghasilan Bruto Setahun: Rp150.000.000,00

2.    Penghasilan Neto (menggunakan NPPN 50%):
Rp150.000.000,00 x 50% = Rp75.000.000,00

3.    Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Status K/2:

     Wajib Pajak Sendiri: Rp54.000.000,00

     Tambahan WP Kawin: Rp4.500.000,00

     Tambahan 2 Tanggungan (2 x Rp4.500.000,00): Rp9.000.000,00

     Total PTKP: Rp54.000.000,00 + Rp4.500.000,00 + Rp9.000.000,00 = Rp67.500.000,00

4.    Penghasilan Kena Pajak (PKP):
Penghasilan Neto - PTKP = Rp75.000.000,00 - Rp67.500.000,00 = Rp7.500.000,00

5.    PPh Pasal 21 Terutang (menggunakan tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh):
Karena PKP Bapak Budi bekerja sebagai bukan pegawai agen asuransi maka perhitungannya adalah sebagai berikut :Tarif Pasal 17 x (Rp150.000.000,00 x 50%)= Rp 5.250.000 yang didapat dari Total Penghasilan Netto Adalah Rp. 75.000.00 , lalu tarif 1 adalah lapisan 0-60 juta x5% => Rp. 3.000.000 dan lapisan kedua Adalah 60-250 juta x 15% yaitu Rp. 15.000.000 x 15% = Rp2.250.000,-

Jumlah Rp 5.250.000,- ini adalah PPh Pasal 21 yang akan menjadi kredit pajak bapak budi didalam SPT Tahunannya bapak budi. Sehingga perhitungannya akan menjadi sebagai berikut :

6.    PPH Pasal 17 : Penghasilan Netto – PTKP x Tarif PPH asal 17 => (150.000.000 x 50 %) – 67.500.000 = Rp. 15.000.000 x 5% sebagai lapisan 1 tarif pph pasal 17 sehingga hal ini akan menyebabkan PPH Terhutang sebesar Rp. 750.000,-

7.    Lalu kita harus menghitung lebih dan kurang bayar nya yaitu Kredit pajak – Hutang Pajak => Rp. 5.250.000 – Rp 750.000 => sehingga didapatkan menjadi LEBIH BAYAR sebesar Rp. 4.500.000

8.    Hal ini yang harus diawasi karena ketika dianggap lebih bayar maka siap siap pemeriksaan dapat terjadi dan akhirnya kalian pasti akan terjadi kurang bayar.

 

5. Peran Perusahaan Asuransi sebagai Pemotong PPh Pasal 21

 

Perusahaan asuransi memiliki kewajiban penting sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas komisi dan imbalan lainnya (termasuk natura dan/atau kenikmatan) yang dibayarkan kepada agen asuransi. Kewajiban ini muncul karena agen asuransi dikategorikan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Pegawai.5

Perusahaan asuransi wajib membuat Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Formulir BP21) untuk setiap agen asuransi atas penghasilan yang telah dipotong pajaknya.5 Bukti pemotongan ini merupakan dokumen penting bagi agen asuransi untuk melaporkan penghasilan dan mengkreditkan pajak yang telah dipotong di SPT Tahunan mereka. Prosedur pembuatan bukti pemotongan ini dapat dilakukan melalui modul eBupot yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Modul ini juga memungkinkan perusahaan untuk melakukan pembetulan atau pembatalan bukti pemotongan jika terjadi kesalahan atau pembatalan transaksi.6

 

IV. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Jasa Agen Asuransi

 

 

A. Jasa Agen Asuransi sebagai Jasa Kena Pajak (JKP)

 

Sebelumnya, jasa asuransi dikecualikan dari pengenaan PPN. Namun, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), jasa asuransi kini dihapus dari daftar jasa yang dikecualikan dan menjadi jasa yang diberikan fasilitas PPN dibebaskan.1 Ingat ya ini bukan jasa agen asuransi , tetapi jasa asuransi nya hal ini sesuai PMK No. 49 Tahun 2022. Dimana yang dibebaskan adalah asuransi sebagai berikut : Asuransi Kerugian, Asuransi Jiwa, Reasuransi. Sedangkan jasa agen asuransi, pada dasarnya adalah Jasa Kena Pajak (JKP), dengan perlakuan PPN dengan besaran tertentu hal ini sesuai dengan PMK 67 Tahun 2022. Ketentuan lebih lanjut mengenai PPN atas jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi, dan jasa pialang reasuransi diatur secara spesifik dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67 Tahun 2022.1

 

B. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi Agen Asuransi

 

Agen asuransi, serta perusahaan pialang asuransi dan reasuransi, memiliki kewajiban untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).4 Kewajiban ini berlaku meskipun usaha mereka memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil. Namun, terdapat kemudahan administrasi yang signifikan: agen asuransi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara otomatis dianggap telah dikukuhkan sebagai PKP.1 Ini berarti agen asuransi tidak perlu mendaftarkan diri secara terpisah ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Selain itu, agen asuransi yang kegiatan usahanya hanya sebatas jasa agen asuransi atau yang total seluruh penyerahannya (termasuk jasa agen asuransi dan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak lainnya) tidak melebihi batasan pengusaha kecil, tidak diwajibkan untuk menggunakan aplikasi e-Faktur dan tidak wajib melaporkan SPT Masa PPN.1 Fasilitas ini menyederhanakan kewajiban administratif bagi sebagian besar agen asuransi individu. Tetapi hal ini tidak berlaku jika Pengusaha memiliki usaha lain dan ternyata telah melewati batasan pengusaha kecil. Hal ini seperti yang dicontohkan dalam lampiram PMK No. 67 Tahun 2022.

 

C. Perhitungan dan Tarif PPN atas Jasa Agen Asuransi

 

Perhitungan PPN atas jasa agen asuransi memiliki skema khusus yang diatur dalam PMK 67/2022.

     Tarif PPN: PPN yang terutang atas penyerahan jasa agen asuransi adalah sebesar 10% dari tarif PPN yang berlaku umum. 4 Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 dari PMK No. 67 Tahun 2022 yaitu dengan nilai 10% sedangkan untuk perusahaan asuransi dan reasuransi dengan menggunakan nilai besaran ttt sebesar 20% :

     Jika tarif PPN umum adalah 11% (berlaku sejak 1 April 2022), maka tarif efektif PPN untuk jasa agen asuransi adalah 10% x 11% = 1,1%.1

     Jika tarif PPN umum naik menjadi 12% (paling lambat 1 Januari 2025), maka tarif efektif PPN untuk jasa agen asuransi akan menjadi 10% x 12% = 1,2%.13

     Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Dasar pengenaan PPN adalah nilai komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh agen asuransi.4

Contoh Perhitungan PPN:

Jika seorang agen asuransi menerima komisi sebesar Rp10.000.000,00 dan tarif PPN yang berlaku adalah 11%, maka PPN yang terutang adalah:

PPN = 1,1% x Rp10.000.000,00 = Rp110.000,00

 

D. Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN oleh Perusahaan Asuransi

 

Mekanisme pemungutan PPN atas jasa agen asuransi dilakukan oleh perusahaan asuransi yang membayarkan komisi kepada agennya. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pemungut PPN.1

     Saat Pemungutan: PPN dipungut pada saat pembayaran komisi atau imbalan kepada agen asuransi.1

     Penyetoran: Pembayaran PPN dilakukan atas nama perusahaan asuransi sebagai pemungut PPN, untuk seluruh agen asuransi yang diberikan komisi dan dipungut PPN-nya.1

     Pelaporan: Perusahaan asuransi wajib melaporkan PPN yang telah dipungut dan disetor dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN, khususnya menggunakan formulir SPT PPN 1107 PUT.13

 

E. Pembuatan Faktur Pajak

 

Meskipun agen asuransi dianggap sebagai PKP, proses pembuatan faktur pajak untuk jasa mereka memiliki kekhususan. Agen asuransi diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak atas penyerahan jasa agen asuransi.4

     Bentuk Faktur Pajak: Faktur Pajak yang dibuat dapat berupa dokumen lain yang disamakan dengan Faktur Pajak, seperti bukti pembayaran komisi (statement of account) yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi kepada agennya.1 Ini memberikan fleksibilitas administratif bagi perusahaan asuransi.

     Isi Minimum Dokumen: Dokumen yang disamakan dengan Faktur Pajak ini harus memuat setidaknya informasi berikut:

     Nama dan NPWP pihak yang menyerahkan jasa (agen asuransi).

     Nomor urut dan tanggal dokumen.

     Nilai komisi atau imbalan.

     Jumlah PPN yang dipungut.4

     Kode Transaksi Faktur Pajak: Untuk penyerahan jasa agen asuransi, kode transaksi faktur pajak yang digunakan adalah 04. Kode ini khusus digunakan untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh PKP yang dikenakan PPN dengan besaran tertentu, termasuk jasa agen asuransi berdasarkan PMK 67/2022.16

     Waktu Pembuatan: Dokumen ini harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan diterimanya komisi atau imbalan oleh agen asuransi.4

 

F. Pengkreditan Pajak Masukan bagi Agen Asuransi

 

Salah satu ketentuan penting yang perlu dipahami oleh agen asuransi yang berstatus PKP adalah mengenai pengkreditan Pajak Masukan. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang berhubungan dengan penyerahan jasa agen asuransi tidak dapat dikreditkan oleh agen asuransi.13

Ketentuan ini merupakan bagian integral dari penyederhanaan sistem perpajakan bagi agen asuransi. Dengan tidak dapat dikreditkannya Pajak Masukan, agen asuransi tidak perlu melakukan rekonsiliasi yang rumit antara Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Hal ini juga mencegah adanya potensi pengurangan ganda atas biaya, baik melalui Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) untuk PPh maupun melalui pengkreditan Pajak Masukan untuk PPN. Kebijakan ini selaras dengan status "dianggap PKP" dan pembebasan dari kewajiban e-Faktur dan pelaporan SPT Masa PPN bagi agen asuransi yang memenuhi kriteria tertentu, sehingga menciptakan sistem yang lebih mudah diadministrasikan bagi agen.

 

V. Penerapan PP No. 55 Tahun 2022 pada Agen Asuransi

 

 

A. Batasan Peredaran Bruto untuk PPh Final 0,5%

 

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022) memperkenalkan beberapa penyesuaian dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, termasuk ketentuan mengenai pengenaan PPh final sebesar 0,5% dari peredaran bruto bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.7 Tarif PPh final 0,5% ini umumnya berlaku untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan badan usaha tertentu dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.7

Namun, sangat penting untuk dicatat bahwa penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, termasuk agen asuransi, secara eksplisit dikecualikan dari pengenaan PPh final 0,5% ini.18 Ini berarti bahwa meskipun seorang agen asuransi memiliki peredaran bruto di bawah Rp4,8 miliar, penghasilan utama mereka dari jasa keagenan asuransi tidak dapat dikenakan tarif PPh final 0,5% berdasarkan PP 55/2022.

Implikasi dari ketentuan ini adalah bahwa agen asuransi tidak dapat memanfaatkan skema PPh final yang disederhanakan ini untuk penghasilan inti mereka. Sebaliknya, mereka harus menghitung penghasilan neto mereka menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) atau menyelenggarakan pembukuan penuh, dan kemudian menerapkan tarif PPh Pasal 17 yang progresif. Hal ini menegaskan bahwa profesi agen asuransi, dalam konteks PPh, tetap berada dalam rezim pajak umum untuk pekerjaan bebas, bukan skema PPh final UMKM.

 

VI. Perbedaan Perpajakan: Agen Asuransi vs. Pialang Asuransi & Reasuransi

 

Memahami perbedaan antara agen asuransi, pialang asuransi, dan perusahaan reasuransi sangat penting, tidak hanya dari segi operasional tetapi juga dari perspektif perpajakan. Meskipun ketiganya bergerak di industri asuransi, peran dan kewajiban perpajakan mereka memiliki karakteristik yang berbeda.

 

A. Definisi dan Peran

 

1.    Agen Asuransi:

     Definisi: Agen Asuransi adalah individu yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah.1 Mereka adalah perwakilan dari satu perusahaan asuransi.

     Peran: Fokus pada penjualan produk asuransi dari perusahaan yang diwakilinya kepada nasabah.

2.    Pialang Asuransi (Insurance Broker):

     Definisi: Perusahaan Pialang Asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.19 Mereka adalah perwakilan nasabah, bukan perusahaan asuransi.

     Peran: Membantu nasabah menemukan produk asuransi yang paling sesuai dari berbagai perusahaan asuransi, menegosiasikan syarat dan ketentuan, serta membantu proses klaim. Contoh perusahaan pialang asuransi di Indonesia antara lain PT Aon Indonesia, PT Indosuransi Broker Utama, dan PT Global Insurance Broker.20

3.    Pialang Reasuransi (Reinsurance Broker):

     Definisi: Usaha Pialang Reasuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.21

     Peran: Menghubungkan perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi untuk memindahkan sebagian risiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi. Contoh perusahaan pialang reasuransi di Indonesia antara lain PT Aon Benfield Indonesia, PT IBS Reinsurance Brokers, dan PT Mega Jasa Reinsurance Brokers.22

4.    Perusahaan Reasuransi (Reinsurance Company):

     Definisi: Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan/atau Perusahaan Asuransi Jiwa.19 Mereka adalah "asuransi untuk perusahaan asuransi".

     Peran: Menerima pengalihan risiko dari perusahaan asuransi, memungkinkan perusahaan asuransi untuk menanggung risiko yang lebih besar dan menjaga stabilitas keuangan. Contoh perusahaan reasuransi di Indonesia antara lain PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. (Marein), PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re), dan PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure).23

 

B. Perbedaan Perlakuan PPN

 

Perlakuan PPN menjadi salah satu pembeda utama antara agen asuransi, pialang asuransi, dan pialang reasuransi. Perbedaan ini terutama terletak pada tarif efektif PPN dan kewajiban administratif terkait PKP dan Faktur Pajak.

Tabel 2: Perbandingan Tarif dan Kewajiban PPN

 

Aspek Perpajakan

Agen Asuransi

Perusahaan Pialang Asuransi & Pialang Reasuransi

Dasar Hukum

Objek PPN

Jasa Agen Asuransi

Jasa Pialang Asuransi & Jasa Pialang Reasuransi

PMK 67/2022 Pasal 2 ayat (1) 14

Tarif PPN (dari Komisi/Imbalan)

10% dari tarif PPN umum (efektif 1.1% atau 1.2%)

20% dari tarif PPN umum (efektif 2.2% atau 2.4%)

PMK 67/2022 Pasal 3 4

Status PKP

Wajib dikukuhkan PKP, namun jika sudah ber-NPWP dianggap PKP.

Wajib dikukuhkan PKP.

PMK 67/2022 Pasal 4 4

Kewajiban e-Faktur

Umumnya tidak wajib jika hanya jasa agen asuransi atau total penyerahan tidak melebihi batasan pengusaha kecil.

Wajib e-Faktur.

PMK 67/2022 Pasal 8 1, Sosialisasi PMK 67/2022 13

Bentuk Faktur Pajak

Dapat berupa bukti pembayaran komisi (statement of account) dari perusahaan asuransi.

Wajib membuat Faktur Pajak standar.

PMK 67/2022 Pasal 5 1

Kode Transaksi Faktur Pajak

04 (Besaran Tertentu)

04 (Besaran Tertentu)

PMK 67/2022, Krishand 16

Pemungut PPN

Perusahaan Asuransi

Perusahaan Asuransi/Reasuransi

PMK 67/2022 Pasal 2 ayat (9) 14

Kewajiban Pelaporan SPT Masa PPN

Dianggap telah melaporkan perhitungan PPN jika hanya jasa agen asuransi atau total penyerahan tidak melebihi batasan pengusaha kecil. Jika melebihi batasan, wajib lapor SPT Masa PPN 1111.

Wajib melaporkan SPT Masa PPN 1111.

PMK 67/2022 Pasal 8 & 9 1

Pengkreditan Pajak Masukan

Tidak dapat dikreditkan.

Tidak dapat dikreditkan.

Sosialisasi PMK 67/2022 13

Tabel perbandingan ini sangat berguna karena secara visual menyajikan perbedaan-perbedaan penting dalam perlakuan PPN antara ketiga entitas tersebut. Hal ini membantu audiens untuk dengan cepat mengidentifikasi kewajiban spesifik yang berlaku untuk masing-masing peran, memenuhi kebutuhan untuk menyajikan informasi yang kompleks secara sederhana dan mudah dipahami.

 

C. Perbedaan Perlakuan PPh

 

Perlakuan Pajak Penghasilan juga berbeda signifikan antara agen asuransi, pialang asuransi, dan perusahaan reasuransi, terutama karena perbedaan bentuk hukum dan sifat penghasilan.

     Agen Asuransi:

     Jenis PPh: PPh Pasal 21 atas penghasilan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Pegawai.

     Perhitungan: Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) atau pembukuan penuh, dengan tarif progresif Pasal 17 UU PPh. Penghasilan dari pekerjaan bebas dikecualikan dari PPh Final 0,5% PP 55/2022.18

     Pemotong: Perusahaan asuransi sebagai pihak yang membayarkan komisi.5

     Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi:

     Jenis PPh: Umumnya berbentuk badan hukum (misalnya PT).20 Oleh karena itu, penghasilan mereka dikenakan Pajak Penghasilan Badan. Jika berbentuk perorangan/firma/CV, akan dikenakan PPh Orang Pribadi atau PPh Badan sesuai ketentuan umum.

     Perhitungan: Berdasarkan pembukuan, dengan tarif PPh Badan yang berlaku (saat ini 22%).

     Pemotong: Tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 oleh pihak lain atas penghasilan utama mereka (komisi dari perusahaan asuransi/reasuransi), karena mereka adalah entitas bisnis. Mereka mungkin memotong PPh Pasal 21/23/26 atas pembayaran kepada pihak lain.

     Perusahaan Reasuransi:

     Jenis PPh: Sebagai badan hukum (misalnya PT) 23, mereka dikenakan Pajak Penghasilan Badan.

     Perhitungan: Berdasarkan pembukuan, dengan tarif PPh Badan yang berlaku.

     Pemotong: Tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 oleh pihak lain atas pendapatan utama mereka. Mereka memiliki kewajiban sebagai pemotong PPh Pasal 21/23/26 atas pembayaran kepada karyawan atau pihak lain.

 

VII. Tata Cara Pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi bagi Agen Asuransi

 

Bagi agen asuransi sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi, pelaporan SPT Tahunan merupakan kewajiban tahunan untuk mempertanggungjawabkan seluruh penghasilan dan perhitungan pajaknya. Berikut adalah panduan ringkas tata cara pengisiannya, khususnya bagi agen yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

 

A. Gambaran Umum SPT Tahunan Orang Pribadi

 

Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi berfungsi sebagai sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu Tahun Pajak, termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final, penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, serta harta dan kewajiban pada akhir Tahun Pajak.6

Prinsip dasar perpajakan di Indonesia adalah keluarga sebagai satu kesatuan ekonomi, di mana pemenuhan kewajiban pajak dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, terdapat pengecualian jika suami-istri:

     Telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB).

     Melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis (PH).

     Istri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT).6

Dalam ketiga kasus ini, kewajiban pajak dipenuhi secara terpisah oleh suami dan istri, meskipun perhitungan PPh terutang untuk status PH dan MT tetap didasarkan pada penggabungan penghasilan neto suami-istri yang kemudian dibagi secara proporsional. Penghasilan anak yang belum dewasa digabungkan dengan penghasilan orang tua.6

SPT Tahunan harus diisi dengan lengkap, benar, dan jelas, serta ditandatangani. Beberapa lampiran wajib disertakan, seperti Lampiran 1 Bagian A (Daftar Harta pada Akhir Tahun Pajak) dan Lampiran 1 Bagian C (Daftar Susunan Anggota Keluarga Tanggungan).6 Lampiran lainnya diisi sesuai kondisi Wajib Pajak.

 

B. Pelaporan Penghasilan dari Jasa Agen Asuransi (Menggunakan NPPN)

 

Bagi agen asuransi yang memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) karena peredaran bruto mereka di bawah Rp4,8 miliar, pelaporan penghasilan utama mereka dilakukan pada Lampiran 3A-4 Bagian A.

     Lampiran 3A-4 Bagian A: Penghasilan Neto Dalam Negeri dari Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas Berdasarkan Pencatatan
Bagian ini digunakan untuk melaporkan penghasilan neto dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak yang menggunakan NPPN.6 Kolom-kolom yang perlu diisi meliputi:

     NO: Nomor urut.

     NAMA TKU: Nama tempat kegiatan usaha (jika ada).

     JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS: Pilih "Agen Asuransi" dari daftar jenis pekerjaan bebas.

     PEREDARAN BRUTO: Masukkan total peredaran bruto (komisi) yang diterima selama setahun.

     NORMA (%): Isi dengan persentase NPPN yang berlaku sesuai wilayah domisili (misalnya 50% atau 47.5%).6

     PENGHASILAN NETO: Hasil perkalian Peredaran Bruto dengan Persentase Norma.
Total penghasilan neto dari bagian ini akan dipindahkan ke Induk SPT Tahunan pada Bagian B, Angka 1, Huruf b, Angka 5) "PENGHASILAN NETO DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS".6

     Lampiran 1 Bagian E: Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh perusahaan asuransi atas komisi agen harus dilaporkan di bagian ini sebagai kredit pajak. Ini adalah pajak yang sudah dibayar di muka oleh perusahaan asuransi atas nama agen.6 Informasi yang perlu diisi meliputi:

     PEMOTONG/PEMUNGUT PPh: NIK/NPWP dan Nama perusahaan asuransi.

     BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN: Nomor dan Tanggal Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir BP21) yang diterima dari perusahaan asuransi.6

     JENIS PAJAK: PPh Pasal 21.

     PENGHASILAN BRUTO: Jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21.

     JUMLAH PPh YANG DIPOTONG/DIPUNGUT: Jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh perusahaan asuransi.
Total PPh yang dipotong/dipungut dari bagian ini akan dipindahkan ke Induk SPT Tahunan pada Bagian D, Angka 10, Huruf a "PPh YANG TELAH DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN".6

 

C. Pelaporan Penghasilan Natura dan/atau Kenikmatan

 

Sejak berlakunya PP 55/2022, penghargaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima agen asuransi merupakan objek PPh. Karena agen asuransi diklasifikasikan sebagai "bukan pegawai", penghasilan natura/kenikmatan ini tidak dilaporkan di Lampiran D (untuk pegawai tetap). Sebaliknya, nilai natura/kenikmatan yang merupakan objek PPh dan telah dipotong PPh Pasal 21 oleh perusahaan asuransi akan masuk dalam komponen penghasilan bruto yang dilaporkan di Lampiran 3A-4 Bagian A (jika menggunakan NPPN) atau Lampiran 3A-4 Bagian B (Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya) jika sifatnya insidentil dan tidak terkait langsung dengan peredaran bruto usaha rutin.

Lampiran 3A-4 Bagian B mencakup berbagai jenis penghasilan neto dalam negeri lainnya seperti penghargaan dan hadiah, atau penghasilan lain-lain yang tidak terkait dengan pekerjaan atau kegiatan usaha utama.6 Jika natura/kenikmatan tersebut dikategorikan sebagai "penghargaan" (Kode 409) atau "penghasilan dalam negeri lainnya" (Kode 412), maka nilai netonya akan dilaporkan di bagian ini.6 Penting bagi agen asuransi untuk memastikan bahwa nilai natura/kenikmatan yang dilaporkan sesuai dengan nilai yang menjadi dasar pemotongan PPh oleh perusahaan asuransi.

 

VIII. Kesimpulan dan Rekomendasi

 

Perpajakan atas jasa agen asuransi di Indonesia adalah area yang dinamis, ditandai dengan klasifikasi ganda dan perlakuan khusus baik dalam Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pemahaman yang mendalam terhadap ketentuan ini sangat krusial bagi kepatuhan agen asuransi dan perusahaan asuransi.

Kesimpulan Utama:

1.    Klasifikasi Ganda yang Unik: Agen asuransi diperlakukan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas untuk tujuan PPh Pasal 21, sementara secara PPN mereka adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan perlakuan khusus. Klasifikasi ini menciptakan kebutuhan untuk memahami dua rezim pajak yang berbeda secara fundamental.

2.    Dampak Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022: Peraturan ini membawa perubahan signifikan pada perlakuan natura dan/atau kenikmatan, menjadikannya objek PPh bagi penerima dan biaya yang dapat dikurangkan bagi pemberi. Ini memperluas basis pajak dan mendorong keadilan perpajakan. Namun, penghasilan dari jasa agen asuransi sebagai pekerjaan bebas secara spesifik dikecualikan dari skema PPh final 0,5% yang diatur dalam PP ini, sehingga agen tetap perlu menghitung PPh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) atau pembukuan.

3.    Penyederhanaan PPN dengan Kekhususan: Jasa agen asuransi dikenakan PPN dengan tarif efektif 1,1% (atau 1,2% jika tarif PPN umum naik menjadi 12%). Meskipun agen asuransi diwajibkan PKP (dan dianggap PKP jika sudah ber-NPWP), mereka umumnya tidak wajib menggunakan e-Faktur atau melaporkan SPT Masa PPN jika kegiatan usahanya hanya jasa agen asuransi atau total penyerahan tidak melebihi batasan pengusaha kecil. PPN Masukan yang terkait dengan penyerahan jasa agen asuransi tidak dapat dikreditkan, yang merupakan penyederhanaan administratif.

4.    Perbedaan Jelas dengan Pialang dan Reasuransi: Terdapat perbedaan signifikan dalam tarif PPN dan kewajiban administratif antara agen asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi. Perusahaan pialang asuransi dan pialang reasuransi dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi (2,2% atau 2,4%) dan memiliki kewajiban pelaporan SPT Masa PPN 1111 yang lebih komprehensif. Perusahaan reasuransi sendiri adalah entitas yang menanggung ulang risiko perusahaan asuransi, dengan perlakuan PPh Badan.

Rekomendasi:

Untuk memastikan kepatuhan dan mengoptimalkan pengelolaan pajak, agen asuransi disarankan untuk:

1.    Pahami Klasifikasi Penghasilan: Selalu pastikan klasifikasi yang benar atas penghasilan yang diterima, baik dalam bentuk uang maupun natura/kenikmatan, untuk penerapan PPh Pasal 21 yang tepat.

2.    Manfaatkan NPPN: Bagi yang memenuhi syarat, penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dapat menyederhanakan perhitungan PPh. Pastikan untuk memberitahukan penggunaan NPPN kepada Direktorat Jenderal Pajak tepat waktu.

3.    Pastikan Bukti Potong dan Faktur Pajak: Selalu minta dan simpan dengan baik bukti pemotongan PPh Pasal 21 (BP21) dari perusahaan asuransi, serta bukti pembayaran komisi yang disamakan dengan Faktur Pajak. Dokumen-dokumen ini krusial untuk pelaporan SPT Tahunan.

4.    Pahami Batasan PPN Masukan: Ingat bahwa Pajak Masukan terkait jasa agen asuransi tidak dapat dikreditkan. Hal ini penting dalam perencanaan keuangan dan penetapan harga.

5.    Konsultasi Profesional: Untuk situasi yang kompleks, seperti memiliki usaha lain di luar keagenan asuransi atau jika peredaran bruto mendekati batasan tertentu, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan konsultan pajak profesional.

6.    Pembaruan Pengetahuan: Mengingat dinamika peraturan perpajakan, agen asuransi harus proaktif dalam memperbarui pengetahuan mereka melalui Tulisan, pelatihan, atau sumber informasi resmi dari Direktorat Jenderal Pajak.

Karya yang dikutip

1.    Kena PPN, Agen Asuransi Harus Punya E-faktur ? | Direktorat Jenderal Pajak, diakses Agustus 5, 2025, https://pajak.go.id/id/artikel/kena-ppn-agen-asuransi-harus-punya-e-faktur

2.    67/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasu - JDIH Kemenkeu, diakses Agustus 5, 2025, https://jdih.kemenkeu.go.id/api/download/6766cbf9-dca8-418e-81bb-09695cde3310/67~PMK.03~2022Per.pdf

3.    Cara Menghitung Tarif Pajak Progresif Agen Asuransi - Klikpajak, diakses Agustus 5, 2025, https://klikpajak.id/blog/memahami-pajak-progresif-agen-asuransi/

4.    Pengaturan Terbaru PPN atas Jasa Agen Asuransi, Pialang ... - Ortax, diakses Agustus 5, 2025, https://ortax.org/pengaturan-terbaru-ppn-atas-jasa-agen-asuransi-dan-pialang-asuransi

5.    Update Cara Hitung PPh 21 Bukan Pegawai Sesuai PMK 168/2023 - Ortax, diakses Agustus 5, 2025, https://ortax.org/penghitungan-pph-21-bukan-pegawai-dengan-penghasilan-berkesinambungan

6.    Lampiran PER 11 PJ 2025.pdf

7.    Peraturan Pemerintah Nomor: 55 TAHUN 2022 - Ortax, diakses Agustus 5, 2025, https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/25023

8.    PP No. 55 Tahun 2022 - Peraturan BPK, diakses Agustus 5, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Details/233488/pp-no-55-tahun-2022

9.    Norma Penghitungan Penghasilan Neto: Syarat & Penghitungannya - OnlinePajak, diakses Agustus 5, 2025, https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/norma-penghitungan-penghasilan-neto

10.  Menghitung Penghasilan Neto Bagi Agen Asuransi - SM Consulting Konsultan Pajak dan Payroll, diakses Agustus 5, 2025, https://smconsult.co.id/id/menghitung-penghasilan-neto-bagi-agen-asuransi/

11.  Batas Akhir Pemberitahuan Penggunaan NPPN 2025: Jangan Sampai Terlewat!, diakses Agustus 5, 2025, https://akuprim.com/batas-akhir-pemberitahuan-penggunaan-nppn-2025-jangan-sampai-terlewat/

12.  Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER - 17/PJ/2015 - Data Center - Ortax, diakses Agustus 5, 2025, https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/15783

13.  PPN atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi, diakses Agustus 5, 2025, https://www.hananta.com/downloads/20220419/drive/Sosialisasi%20Jasa%20Agen%20dan%20Pialang%20PMK-67.pdf

14.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 67/PMK.03/2022 - Ortax - Data Center, diakses Agustus 5, 2025, https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/17756

15.  Peraturan Baru Pengenaan PPN Pada Jasa Agen Asuransi - Pajak Startup, diakses Agustus 5, 2025, https://pajakstartup.com/2022/09/20/peraturan-baru-pengenaan-ppn-pada-jasa-agen-asuransi/

16.  Kode Transaksi 05 Faktur Pajak Besaran Tertentu - Krishand, diakses Agustus 5, 2025, https://www.krishand.com/support/article/kode-transaksi-05-faktur-pajak-besaran-tertentu-519.html

17.  Kapan Kode Transaksi 05 pada Faktur Pajak Digunakan ..., diakses Agustus 5, 2025, https://konsultanpajaksurabaya.com/kapan-kode-transaksi-05-pada-faktur-pajak-digunakan

18.  Ketentuan Terbaru PPh Final 0,5% dalam PP 55 Tahun 2022, WPOP Terima Tambahan “Fasilitas”! - Konsultan Pajak Surabaya, diakses Agustus 5, 2025, https://konsultanpajaksurabaya.com/ketentuan-terbaru-pph-final-05-dalam-pp-55-tahun-2022-wpop-terima-tambahan-fasilitas

19.  Definisi Perusahaan Reasuransi | JDIH Kementerian Keuangan, diakses Agustus 5, 2025, https://jdih.kemenkeu.go.id/kamus-hukum/perusahaan-reasuransi?id=063d2df2161a838a7412f6b68e9034d8

20.  Perusahaan Pialang Asuransi / Insurance Brokerage Company - SahamU, diakses Agustus 5, 2025, https://sahamu.com/perusahaan-asuransi-indonesia/perusahaan-pialang-asuransi-insurance-brokerage-company/

21.  UU Nomor 40 Tahun 2014.pdf - Peraturan BPK, diakses Agustus 5, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/28114/UU%20Nomor%2040%20Tahun%202014.pdf

22.  Perusahaan Pialang Reasuransi / Reinsurance Brokerage Company - SahamU, diakses Agustus 5, 2025, https://sahamu.com/perusahaan-asuransi-indonesia/perusahaan-pialang-reasuransi-reinsurance-brokerage-company/

23.  Reasuransi: Pengertian, Jenis, dan Contoh Perusahaannya, diakses Agustus 5, 2025, https://www.roojai.co.id/article/asuransi/reasuransi/

24.  Asuransi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Agustus 5, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Asuransi

25.  Definisi Perusahaan | JDIH Kementerian Keuangan, diakses Agustus 5, 2025, https://jdih.kemenkeu.go.id/kamus-hukum/perusahaan?id=0b14a002dbfc4f6db928fb24255ed38f

26.  Daftar Perusahaan Reasuransi di Indonesia dan Kinerja Laba per Desember 2023, diakses Agustus 5, 2025, https://finansial.bisnis.com/read/20240129/215/1736311/daftar-perusahaan-reasuransi-di-indonesia-dan-kinerja-laba-per-desember-2023

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.