Minggu, 13 Juli 2025

 TERUNGKAP! PBJT Bukan Sekadar Pajak—Tapi Titik Balik Restoran Anda!

 

Bab 1: Memahami Fondasi Pajak Baru: PBJT Makanan dan Minuman

 

Kita mulai dari dasar ya, biar pondasinya kuat! Penting banget untuk tahu kenapa sih Pajak Restoran ini tiba-tiba ganti nama jadi PBJT.

 

a. Dari Mana Asalnya PBJT Ini? (Peraturan yang Mendasari)

 

Perubahan nama dari Pajak Restoran atau yang sering dikenal sebagai PB1 menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Makanan dan Minuman ini bukanlah sekadar pergantian nama biasa. Di balik perubahan ini, terdapat landasan hukum yang kuat yang mendorong terjadinya transformasi ini di seluruh Indonesia.

Secara nasional, dasar hukum utama yang melandasi perubahan ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).1 Undang-undang ini berfungsi sebagai payung hukum yang mengatur bagaimana keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dikelola, termasuk di dalamnya adalah mengenai jenis-jenis pajak daerah. Selain UU HKPD, ada juga aturan yang lebih rinci seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2022 yang turut menjelaskan detail-detail terkait PBJT.1 Jadi, ini bukan kebijakan yang muncul tiba-tiba dari satu daerah saja, melainkan amanat dari undang-undang nasional yang harus diikuti oleh semua daerah.

Khusus di wilayah DKI Jakarta, aturan nasional ini kemudian diterjemahkan dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.2 Perda ini secara resmi diundangkan dan mulai berlaku sejak tanggal 5 Januari 2024.2 Ini berarti, sejak awal tahun 2024, seluruh pengusaha makanan dan minuman di Jakarta memiliki kewajiban untuk mematuhi dan menerapkan aturan PBJT ini dalam operasional bisnis mereka.

Perubahan ini juga menunjukkan adanya upaya besar pemerintah untuk menyatukan dan menyelaraskan berbagai jenis pajak daerah yang sebelumnya terpisah. PBJT sendiri mengintegrasikan lima jenis pajak daerah yang berbasis konsumsi, yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan, di bawah satu nama baru.1 Penyatuan ini diharapkan dapat membuat administrasi, pengawasan, dan pemungutan pajak oleh Pemerintah Daerah (Pemda) menjadi lebih efisien. Bagi wajib pajak, meskipun di awal mungkin menimbulkan sedikit kebingungan karena harus beradaptasi dengan nomenklatur dan aturan baru, dalam jangka panjang diharapkan dapat menyederhanakan proses kepatuhan karena mereka hanya perlu berurusan dengan satu jenis pajak untuk beberapa objek. Hal ini sejalan dengan tren global dalam reformasi perpajakan yang bertujuan menciptakan sistem yang lebih sederhana, transparan, dan mudah dikelola, baik bagi pemerintah maupun bagi wajib pajak.

 

b. PBJT Itu Apa Sih? (Definisi dan Jenis-Jenisnya Selain Makanan/Minuman)

 

PBJT adalah singkatan dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu. Untuk memahami dengan mudah, PBJT adalah pajak yang dibayarkan oleh kita, sebagai konsumen akhir, setiap kali kita mengonsumsi barang atau jasa tertentu.1 Jadi, ketika seseorang menikmati makanan atau minuman di sebuah restoran, pajak yang ditambahkan ke tagihan adalah PBJT ini.

Uang pajak yang terkumpul dari PBJT memiliki peran yang sangat penting. Tujuan utamanya adalah menjadi salah satu sumber pemasukan bagi Pemerintah Daerah (Pemda).5 Dana ini kemudian digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan pengembangan di daerah masing-masing. Bayangkan saja, pembangunan jalan yang lebih baik, fasilitas umum yang nyaman, atau peningkatan layanan publik lainnya, sebagian dananya berasal dari pajak-pajak seperti PBJT ini. Oleh karena itu, saat konsumen membayar PBJT, mereka secara langsung berkontribusi pada kemajuan dan kesejahteraan kota tempat mereka tinggal.6

Selain makanan dan minuman, ada beberapa jenis barang dan jasa lain yang juga dikenai PBJT berdasarkan UU HKPD dan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.1 Jenis-jenis PBJT ini meliputi:

1.    Makanan dan/atau Minuman: Ini adalah fokus utama pembahasan kita saat ini.

2.    Tenaga Listrik: Penggunaan listrik sehari-hari oleh masyarakat juga dikenai PBJT.

3.    Jasa Perhotelan: Layanan menginap di hotel atau penginapan sejenisnya.

4.    Jasa Parkir: Biaya parkir di tempat umum atau gedung-gedung komersial.

5.    Jasa Kesenian dan Hiburan: Berbagai kegiatan rekreasi dan hiburan seperti menonton konser, menikmati fasilitas hiburan, atau layanan spa.

Pembayaran PBJT oleh konsumen akhir menciptakan jalur kontribusi yang sangat jelas dari setiap transaksi konsumsi langsung ke kas daerah. Hal ini berbeda dengan pajak pusat yang mungkin terasa lebih abstrak. PBJT secara eksplisit menghubungkan pengeluaran individu dengan peningkatan kualitas hidup di lingkungan mereka sendiri, misalnya melalui pembangunan infrastruktur atau penyediaan layanan publik yang lebih baik. Ini dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kesadaran fiskal masyarakat, membuat mereka merasa lebih terlibat dan bertanggung jawab terhadap pembangunan daerahnya.

 

c. Jangan Sampai Keliru! Apa Bedanya PPN dengan PBJT Makanan dan Minuman?

 

Perbedaan antara Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan PBJT Makanan dan Minuman seringkali membingungkan, terutama karena tarifnya kadang terlihat mirip. Namun, keduanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Mari kita bedah perbedaannya agar lebih jelas.

     1. Jenis Pajaknya Beda "Bapak" dan "Ibu":

     PBJT Makanan dan Minuman: Ini adalah pajak daerah.9 Artinya, pajak ini dikelola dan dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda), dan seluruh hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta membiayai pembangunan di daerah tersebut.

     PPN: Sebaliknya, PPN adalah pajak pusat.9 Pajak ini dikelola dan dipungut oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak. Hasil pungutannya kemudian digunakan untuk keperluan negara secara keseluruhan.

     Pembagian kewenangan perpajakan antara pusat dan daerah ini merupakan salah satu pilar penting dalam sistem desentralisasi fiskal di Indonesia. Pajak daerah seperti PBJT menjadi tulang punggung otonomi daerah, memungkinkan pemerintah daerah untuk lebih mandiri dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan spesifik lokal, tanpa terlalu bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat. Ini adalah fondasi yang krusial untuk memastikan bahwa setiap daerah dapat berkembang sesuai dengan potensinya.

     2. Tarifnya Beda Tipis, Tapi Penting!

     PBJT Makanan dan Minuman: Tarif PBJT atas makanan dan minuman ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).9 Ini juga merupakan tarif maksimal yang diizinkan oleh undang-undang.

     PPN: Sejak tanggal 1 April 2022, tarif PPN telah dinaikkan menjadi 11% dari sebelumnya 10%.9

     Perbedaan tarif yang tipis ini menjadi salah satu cara paling mudah untuk membedakan keduanya di struk pembayaran. Yang terpenting untuk diketahui adalah bahwa makanan dan minuman yang disajikan di restoran, warung makan, atau rumah makan secara spesifik TIDAK DIKENAKAN PPN.10 Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4A ayat (2) huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) juncto Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Jadi, jika seseorang makan di restoran, pajak yang dibayarkan adalah PBJT, bukan PPN.

     3. Siapa yang Kena Pajak? (Subjek Pajak)

     PBJT Makanan dan Minuman: Subjek pajaknya adalah konsumen akhir.9 Ini berarti, kita sebagai pembeli dan pengonsumsi makanan atau minuman dari restoran, adalah pihak yang dikenai pajak ini. Pemilik restoran hanya bertindak sebagai pihak yang memungut pajak dari konsumen dan kemudian menyetorkannya ke kas daerah.

     PPN: Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).9 PPN dikenakan pada setiap rantai produksi dan distribusi barang atau jasa, bukan hanya pada konsumen akhir. Meskipun pada akhirnya beban PPN seringkali ditanggung oleh konsumen, secara hukum yang dikenai pajak adalah pengusaha.

     Perbedaan subjek pajak dan mekanisme pemungutan ini membuat PBJT terasa lebih "dekat" dan transparan bagi konsumen. Ketika PBJT langsung terlihat sebagai tambahan di struk, konsumen dapat secara jelas melihat berapa banyak pajak yang mereka bayar untuk layanan tersebut. Hal ini dapat memengaruhi persepsi konsumen terhadap harga dan kewajiban pajak. Bagi pemilik usaha, ini berarti mereka harus sangat jelas dalam menampilkan PBJT di struk agar konsumen tidak bingung atau merasa adanya biaya tersembunyi, yang pada akhirnya juga memengaruhi strategi penetapan harga mereka.

 

Bab 2: Transformasi Pajak Restoran: Detail Penting yang Wajib Diketahui Pengusaha!

 

Setelah memahami fondasi PBJT, sekarang saatnya kita masuk ke pembahasan yang lebih mendalam, khususnya bagi para pengusaha di sektor makanan dan minuman. Ada beberapa detail penting yang harus dipahami agar tidak salah langkah.

 

a. Selamat Tinggal Pajak Restoran, Selamat Datang PBJT! (Perubahan Nama, Berlaku Kapan, dan Dampaknya)

 

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, nama "Pajak Restoran" kini secara resmi telah bertransformasi menjadi "Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Makanan dan Minuman".12 Perubahan ini bukan sekadar pergantian label, melainkan bagian dari penyesuaian regulasi yang lebih besar di tingkat nasional, yaitu Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), yang kemudian diimplementasikan di tingkat daerah.

Di wilayah DKI Jakarta, perubahan ini sudah mulai berlaku sejak tanggal 5 Januari 2024. Tanggal ini menjadi penanda dimulainya era baru perpajakan makanan dan minuman, seiring dengan diundangkannya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.2 Oleh karena itu, bagi setiap pelaku usaha makanan atau minuman di Jakarta, penerapan aturan PBJT ini sudah menjadi kewajiban sejak awal tahun ini.

Salah satu dampak paling krusial dari perubahan ini adalah pada Dasar Pengenaan Pajak. Dulu, Pajak Restoran umumnya dihitung dari nilai transaksi sebelum adanya diskon. Namun, dengan PBJT yang baru, dasar pengenaan pajaknya kini adalah jumlah yang benar-benar diterima dari pembayaran oleh konsumen setelah dikurangi potongan harga atau diskon.13 Sebagai contoh sederhana, jika sebelumnya sebuah makanan dijual seharga Rp 100.000 dan diberikan diskon 20% sehingga menjadi Rp 80.000, pajak tetap dihitung dari Rp 100.000. Kini, pajak akan dihitung dari Rp 80.000, yaitu nilai setelah diskon. Perubahan ini tentu menjadi kabar baik bagi para pengusaha, karena jumlah pajak yang harus disetorkan menjadi lebih kecil saat mereka memberikan diskon besar kepada pelanggan. Perubahan ini secara spesifik diatur dalam Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024. Bahkan, jika pembayaran dilakukan menggunakan voucher, dasar pengenaan PBJT adalah sebesar nilai rupiah pada voucher tersebut, bukan nilai nominal awal barang atau jasa.3

Adapun beberapa hal yang perlu teman teman ketahui adalah dasar pengenaan PBJT secara peraturan dituliskan sebagai berikut :

1.      Dasar pengenaan PBJT merupakan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen Barang dan Jasa Tertentu artinya Jumlah ini meliputi pembayaran yang diterima oleh penyedia makanan dan/atau minuman setelah dikurangi diskon atau potongan harga, lebih lanjut arti dalamnya adlaah jumlah nominal yang konsumen bayarkan tersebut telah termasuk pajak di dalamnya.

2.      Dalam hal pembayaran menggunakan voucer atau bentuk lain yang sejenis yang memuat nilai rupiah atau mata uang lain, dasar pengenaan PBJT ditetapkan sebesar nilai rupiah atau mata uang lainnya tersebut.

3.      Dalam hal tidak terdapat pembayaran, dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

 

Perubahan dasar pengenaan pajak ini dapat memberikan dorongan finansial bagi pengusaha untuk lebih sering menawarkan diskon. Dengan dasar pengenaan yang lebih rendah, jumlah PBJT yang dipungut dan disetor akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi beban pajak efektif bagi bisnis. Di sisi lain, konsumen juga diuntungkan karena pajak yang mereka bayar akan ikut berkurang seiring dengan diskon yang mereka dapatkan. Kebijakan ini berpotensi mendorong lebih banyak promosi diskon di sektor kuliner, yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya beli konsumen dan menggerakkan roda ekonomi lokal, menciptakan situasi yang menguntungkan bagi semua pihak.

Dampak penting lainnya adalah penegasan sistem self-assessment dalam implementasi PBJT.5 Hal yang terpenting disini adalah Wajib Pajak bukan lagi hanya harus menyetorkan PBJT nya tetapi juga harus melaporkan nya secara mandiri.

 

b. Aturan Main PBJT Makanan dan Minuman di DKI Jakarta (Termasuk Batasan Omzet Rp 42 Juta!)

 

Untuk wilayah DKI Jakarta, ketentuan mengenai PBJT ini diatur secara spesifik dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.2 Perda ini secara resmi mencabut Perda sebelumnya, yaitu Perda Nomor 11 Tahun 2011, menandai babak baru dalam perpajakan daerah di ibu kota.3

Pada dasarnya, objek PBJT atas Makanan dan Minuman mencakup penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh beberapa jenis usaha. Ini termasuk restoran yang menyediakan layanan penyajian makanan dan/atau minuman lengkap dengan fasilitas seperti meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum.11 Selain itu, penyedia jasa boga atau katering juga termasuk objek PBJT, terutama jika mereka melakukan proses penyediaan bahan baku, pembuatan, penyimpanan, dan penyajian berdasarkan pesanan, termasuk penyajian di lokasi yang berbeda dari tempat pembuatan, baik dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.11

Ada kabar gembira yang sangat penting bagi para pengusaha kecil di DKI Jakarta! Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan batasan omzet yang tidak menjadi objek PBJT. Menurut Pasal 45 ayat (2) Perda Nomor 1 Tahun 2024, penjualan makanan atau minuman dikecualikan dari pengenaan PBJT apabila peredaran usaha kamu tidak lebih dari Rp 42 juta per bulan.2 Ini adalah bentuk perlindungan dan keringanan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sektor kuliner. Kebijakan ini memungkinkan mereka untuk tumbuh dan berkembang tanpa langsung terbebani kewajiban pajak yang mungkin terasa berat di tahap awal usaha.

Selain batasan omzet, ada juga pengecualian lain yang perlu diketahui. Makanan dan minuman yang dijual di toko swalayan dan sejenisnya yang tidak hanya menjual makanan dan minuman juga dikecualikan dari PBJT ini.11 Ini berarti warung kelontong atau minimarket biasa yang menjual berbagai macam barang, tidak serta-merta wajib memungut PBJT ini dari penjualan makanan dan minuman mereka.

Ambang batas omzet Rp 42 juta per bulan ini merupakan jumlah yang cukup signifikan untuk usaha mikro dan kecil. Kebijakan ini secara langsung meringankan beban pajak bagi UMKM, memberikan mereka ruang untuk bernapas dan berinvestasi kembali dalam bisnis mereka. Bagi usaha yang omzetnya mendekati atau sedikit di atas Rp 42 juta, batasan ini dapat menjadi dorongan untuk lebih formal dan terdaftar, karena ada batas yang jelas kapan mereka mulai dikenai pajak. Hal ini membantu pemerintah dalam mendata dan memantau pertumbuhan UMKM, serta mencerminkan prinsip keadilan pajak, di mana usaha yang lebih besar dan memiliki kapasitas lebih tinggi diharapkan memberikan kontribusi pajak yang lebih besar.

 

c. Berapa Sih Tarifnya? (Contoh Perhitungan yang Gampang Dimengerti)

 

Setelah memahami siapa saja yang kena PBJT dan berapa batasan omzetnya, sekarang mari kita bahas berapa sih tarif pajaknya dan bagaimana cara menghitungnya.

Tarif PBJT atas makanan dan minuman ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).9 Angka ini adalah tarif maksimal yang diizinkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Pasal 58 ayat 1, yang merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan tarif PBJT.9

Rumus dasar untuk menghitung PBJT sangat mudah:

PBJT = Tarif PBJT (10%) X Dasar Pengenaan PBJT

Ingat, dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen akhir, yaitu nilai transaksi setelah dikurangi diskon.13 Ini adalah perubahan penting yang telah kita bahas sebelumnya.

Sekarang, mari kita lihat contoh perhitungan yang seringkali membingungkan karena adanya diskon dan service charge. Contoh simulasi ini diambil dari penjelasan Bapenda Jakarta dan media massa.13

Kasus: Jaenab makan di restoran. Total pesanan makanan dan minuman Jaenab adalah Rp 100.000. Restoran memberikan diskon sebesar 20%. Selain itu, restoran juga mengenakan service charge sebesar 5%.

Penting: Pengenaan service charge ini sepenuhnya bergantung pada kebijakan masing-masing restoran. Ada dua cara perhitungan yang mungkin terjadi, tergantung bagaimana service charge itu dihitung:

Tabel: Contoh Perhitungan PBJT Makanan dan Minuman

Item / Perhitungan

Cara Perhitungan I (Service Charge dari Nilai Setelah Diskon)

Cara Perhitungan II (Service Charge dari Nilai Awal)

Keterangan

Pesanan Awal

Rp 100.000

Rp 100.000

Total harga makanan dan minuman sebelum diskon.

Diskon (20%)

Rp 20.000

Rp 20.000

Potongan harga yang diberikan restoran (20% dari Rp 100.000).

Nilai Setelah Diskon (Dasar Pengenaan PBJT)

Rp 80.000

Rp 80.000

Nilai yang menjadi dasar perhitungan PBJT (Rp 100.000 - Rp 20.000).

Service Charge (5%)

Rp 4.000 (5% dari Rp 80.000)

Rp 5.000 (5% dari Rp 100.000)

Tergantung kebijakan restoran, apakah dihitung dari nilai setelah diskon atau nilai awal.

Dasar Perhitungan PBJT (setelah Service Charge)

Rp 84.000 (Rp 80.000 + Rp 4.000)

Rp 85.000 (Rp 80.000 + Rp 5.000)

Total nilai yang akan dikenakan PBJT.

PBJT (10%)

Rp 8.400 (10% dari Rp 84.000)

Rp 8.500 (10% dari Rp 85.000)

Pajak yang harus dibayar Jaenab.

Total Tagihan Jaenab

Rp 92.400 (Rp 80.000 + Rp 4.000 + Rp 8.400)

Rp 93.500 (Rp 80.000 + Rp 5.000 + Rp 8.500)

Jumlah akhir yang harus dibayarkan konsumen.

Perbedaan dalam cara perhitungan service charge ini menunjukkan bahwa meskipun ada aturan yang jelas, penerapan praktisnya bisa bervariasi tergantung pada kebijakan internal restoran. Hal ini menekankan pentingnya bagi para pelaku usaha untuk memahami secara detail bagaimana kebijakan service charge mereka berinteraksi dengan perhitungan PBJT, agar tidak terjadi kesalahan dalam pemungutan dan penyetoran pajak.

 

d. Bagaimana Melakukan Pendaftaran dan Juga Pelaporan PBJT Makanan dan Minuman?

 

Sebagai pengusaha makanan dan minuman, setelah memahami apa itu PBJT dan bagaimana menghitungnya, langkah selanjutnya yang tak kalah penting adalah mengetahui cara mendaftarkan dan melaporkan PBJT. Ingat, sistem PBJT ini menganut prinsip self-assessment, yang berarti Anda sebagai wajib pajak memiliki tanggung jawab penuh untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak yang telah dipungut.5

1. Cara Pendaftaran PBJT Makanan dan Minuman:

Proses pendaftaran objek PBJT Makanan dan Minuman kini sangat mudah dan efisien karena bisa dilakukan secara online melalui website resmi pajakonline.jakarta.go.id.15 Ini memungkinkan pelaku usaha untuk mendaftar kapan saja dan dari mana saja, tanpa perlu datang langsung ke kantor pajak. Berikut adalah langkah-langkahnya:

     Akses Website: Kunjungi pajakonline.jakarta.go.id.15

     Masuk/Daftar: Jika sudah punya akun, silakan masuk. Jika belum, daftar terlebih dahulu.

     Pilih Jenis Pajak: Setelah masuk, pilih menu "Jenis Pajak" dan kemudian "PBJT Jasa Makanan Dan/Atau Minuman".

     Ajukan Permohonan: Klik "Tambah Permohonan Pelayanan" dan pilih kategori "Pendaftaran Objek Baru".

     Unduh dan Isi Template: Unduh template yang disediakan, lalu isi data objek pajak, data wajib pajak, dan data usaha dengan lengkap dan benar. Pastikan semua data akurat.

     Unggah Dokumen: Unggah template yang sudah diisi dalam format PDF, beserta dokumen pendukung lainnya yang diminta.

     Verifikasi dan Simpan: Centang pernyataan persetujuan dan klik "Simpan". Jika berhasil, akan ada konfirmasi bahwa data pendaftaran telah tersimpan.

2. Cara Pelaporan PBJT Makanan dan Minuman:

Selain membayar, wajib pajak daerah juga sekarang harus melakukan pelaporan. Masa pajak yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan PBJT yang telah dipungutnya secara umum adalah 1 bulan kalender.7 Namun, untuk kegiatan yang bersifat insidental (misalnya acara khusus atau

event), masa pajaknya akan disesuaikan dengan jangka waktu pelaksanaan acara tersebut.7

Pajak terutang terjadi pada saat pembayaran dilakukan oleh konsumen kepada pengusaha atas pelayanan makanan dan minuman.18 Setelah memungut pajak dari konsumen, pengusaha wajib menyetorkan PBJT yang terkumpul ke kas daerah.

Ada dua tanggal penting yang harus diingat setiap bulannya:

     Batas Waktu Pembayaran: Pembayaran PBJT harus dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Misalnya, PBJT untuk transaksi bulan Januari harus dibayar paling lambat tanggal 10 Februari.

     Batas Waktu Pelaporan: Pelaporan PBJT melalui Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) harus disampaikan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.19 Jika tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka batas waktu pelaporan akan jatuh pada hari kerja berikutnya.19

Pergeseran ke sistem self-assessment dan kemudahan pendaftaran serta pelaporan melalui platform online menunjukkan upaya pemerintah untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan. Ini memberikan kontrol langsung kepada wajib pajak atas kepatuhan mereka, namun sekaligus menempatkan tanggung jawab yang lebih besar pada mereka untuk memastikan akurasi dan ketepatan waktu dalam memenuhi kewajiban pajak.

 

e. Apakah Ada Sanksi Administrasi Baik Telat Lapor dan atau / Telat Bayar PBJT Makanan dan Minuman Ini?

 

Tentu saja ada! Seperti halnya kewajiban perpajakan lainnya, keterlambatan dalam pembayaran atau pelaporan PBJT Makanan dan Minuman dapat dikenai sanksi administrasi. Ini adalah mekanisme untuk memastikan kepatuhan wajib pajak dan keadilan dalam sistem perpajakan.

1. Sanksi Keterlambatan Pembayaran:

Pada pasal 59 Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2023, Dalam hal Wajib Pajak tidak membayar atau menyetor tepat pada waktunya, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar 1% (satu persen) per bulan dari Pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau disetor. Sanksi dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, untuk jangka waktu paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).

 

2. Sanksi Keterlambatan Pelaporan:

Pada pasal 70  Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2023, Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan SPTPD dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda. Sanksi administratif berupa denda ditetapkan dengan STPD dalam satuan rupiah untuk setiap SPIPD.  Sedangkan besaran denda terdaapt dalam pasal 103 Peraturan Daerah No 1 Tahun 2024,  yaitu sanksi administratif berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

 

 

Bab 3: Kesimpulan dan Saran

 

a. Kesimpulan

 

Transformasi Pajak Restoran menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Makanan dan Minuman merupakan langkah besar dalam reformasi perpajakan daerah di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. Perubahan ini didasari oleh Undang-Undang HKPD dan diimplementasikan melalui Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 yang berlaku sejak 5 Januari 2024.

PBJT adalah pajak konsumsi yang langsung dibayar oleh konsumen akhir dan hasilnya digunakan untuk pembangunan daerah. Ini berbeda fundamental dengan PPN yang merupakan pajak pusat dan dikenakan pada Pengusaha Kena Pajak. Perubahan paling signifikan bagi pengusaha adalah dasar pengenaan pajak kini dihitung dari nilai transaksi setelah diskon, yang memberikan insentif bagi bisnis dan keuntungan bagi konsumen. Selain itu, adanya batasan omzet Rp 42 juta per bulan di DKI Jakarta yang dikecualikan dari PBJT menunjukkan dukungan pemerintah terhadap UMKM.

Proses pendaftaran dan pelaporan PBJT kini dipermudah dengan sistem online dan menganut prinsip self-assessment, menuntut tanggung jawab penuh dari wajib pajak. Meskipun ada sanksi bunga 2% per bulan untuk keterlambatan pembayaran dan denda untuk keterlambatan pelaporan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan keringanan berupa penghapusan denda administratif hingga 31 Oktober 2024, sebagai masa transisi bagi wajib pajak untuk beradaptasi.

 

b. Lalu Saran dari saya untuk Setiap Pengusaha di Indonesia dan Juga Orang Pribadi di Indonesia Terkait Bab 1 dan 2 di Atas

 

Untuk Para Pengusaha Makanan dan Minuman di Seluruh Indonesia (khususnya DKI Jakarta):

1.    Pahami Aturan Mainnya: Jangan anggap remeh perubahan ini. Pelajari secara detail Perda di daerah Anda (khususnya Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2024 jika Anda di Jakarta). Pahami betul apa itu PBJT, siapa yang jadi objeknya, dan bagaimana dasar pengenaan pajaknya kini dihitung setelah diskon.

2.    Hitung dengan Akurat: Pastikan sistem kasir atau pencatatan Anda sudah menyesuaikan dengan perhitungan PBJT yang baru, terutama jika ada diskon atau service charge. Kesalahan kecil bisa berujung pada sanksi di kemudian hari.

3.    Manfaatkan Teknologi: Gunakan platform online yang disediakan pemerintah daerah untuk pendaftaran dan pelaporan PBJT. Ini akan sangat menghemat waktu dan tenaga Anda.

4.    Disiplin Pembayaran dan Pelaporan: Tandai kalender Anda! Bayar PBJT paling lambat tanggal 10 dan laporkan paling lambat tanggal 15 setiap bulannya. Disiplin adalah kunci untuk menghindari sanksi bunga atau denda.

5.    Formalisasi Usaha: Bagi UMKM yang omzetnya mendekati Rp 42 juta per bulan, ini adalah saat yang tepat untuk mulai memikirkan formalisasi dan kepatuhan pajak. Batasan omzet ini adalah sinyal bahwa pemerintah ingin Anda tumbuh dan berkontribusi, dan ada dukungan di awal.

Untuk Orang Pribadi (Konsumen) di Seluruh Indonesia:

1.    Pahami Apa yang Anda Bayar: Ketika Anda makan di restoran dan melihat ada tambahan biaya di struk, kini Anda tahu itu adalah PBJT (Pajak Barang dan Jasa Tertentu), bukan PPN. Ini adalah pajak daerah yang akan kembali ke daerah Anda dalam bentuk pembangunan.

2.    Kontribusi Anda Penting: Setiap rupiah PBJT yang Anda bayarkan adalah kontribusi langsung untuk pembangunan kota Anda. Jalan yang mulus, fasilitas umum yang baik, itu semua sebagian dananya dari pajak yang Anda bayar. Jadi, banggalah dengan kontribusi Anda!

3.    Cek Struk Pembayaran: Biasakan untuk memeriksa struk pembayaran Anda. Pastikan PBJT dihitung dengan benar, terutama jika Anda mendapatkan diskon.

Dengan memahami dan mematuhi peraturan PBJT ini, kita semua turut serta dalam menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih transparan, adil, dan mendukung pembangunan daerah kita tercinta.

 

Kata Penutup

Singkat jangan lupa untuk subscribe, share, dan komen. Dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih buat para penonton semuanya!

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.