Minggu, 12 Februari 2017

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
           DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
            9 September 2003

                 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
             NOMOR S - 344/PJ.43/2003

             TENTANG

           MASALAH PENGENAAN PPh PASAL 23 ATAS PENJUALAN SOFTWARE BERLISENSI

            DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 4 Juli 2003 perihal sebagaimana tersebut di atas, 
dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan sebagai berikut:
 a. PT ABC mendapatkan persetujuan sebagai Re-seller oleh XYZ untuk menjual, 
  mendistribusikan software produk jadi Microsoft. Dalam perjanjian seluruh media CD software 
  toolkit dan penerbitan sertifikat lisensi dilakukan oleh BCA.
 b. Dalam praktek sehari-hari sering terjadi perselisihan PT ABC dengan pihak customer karena  
  atas penjualan software computer ini dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 berupa royalti 
  sebesar 15% atau customer mengacu pada Keputusan Dirjen Nomor 170/PJ./2002 melakukan 
  pemotongan berupa jasa teknik sebesar 40% x 15% atau melakukan pemotongan berupa 
  jasa software computer sebesar 40% x 15%.
 c. Saudara mohon penegasan atas permasalahan:
  1) atas penjualan Software Komputer program umum tersebut bukan merupakan objek  
   pemotongan PPh Pasal 23, atau
  2) atas penjualan software computer produk jadi berlisensi (original copy) yang bersifat 
   umum terutang PPh Pasal 23 berupa royalti atau berupa jasa teknik/jasa software;
  3) atas pembayaran untuk pembelian software dari Microsoft tersebut dilakukan 
   pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif berdasarkan P3B berupa royalti atau tidak.

2. Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia - Amerika dan Protokol 
 Indonesia - Amerika, antara lain diatur sebagai berikut:
 a. Pasal 7 ayat (3):
  Royalti sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 ayat (3), sehubungan dengan penggunaan, 
  atau hak untuk menggunakan, barang atau hak-hak untuk menggunakan, barang atau hak-
  hak sebagaimana disebutkan dalam ayat tadi yang berada di suatu Negara Pihak pada 
  Perjanjian akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber di Negara Pihak pada 
  Perjanjian tersebut.

 b. Pasal 13
  (i) Ayat (1):
   Royalti yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh  
   penduduk Negara lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara  
   tersebut.
  (ii) Ayat (2):
   Tarif pajak yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atas royalti yang 
   bersumber di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki oleh Pihak yang  
   menikmati royalti tersebut yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada  
   Perjanjian tidak akan melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto royalti  
   sebagaimana dijelaskan dalam ayat (3).

3. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan 
 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 beserta penjelasan, 
 diatur bahwa yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan  
 ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari 
 luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang 
 bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk royalti.

 Dalam penjelasan Pasal tersebut antara lain dijelaskan bahwa pada dasarnya imbalan berupa royalti 
 terdiri dari tiga kelompok, yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan:
 a. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau 
  rahasia perusahaan;
 b. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu 
  pengetahuan;
 c. informasi, yaitu yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum 
  dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari 
  informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak 
  perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam 
  pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan publik, 
  ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh 
  setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.

4. Berdasarkan Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
 telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 antara lain diatur bahwa atas 
 penghasilan dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh 
 badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, 
 atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha 
 tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
 a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas royalti;
 b. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas jasa lain selain jasa 
  yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.

5. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan 
 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, diatur bahwa atas 
 penghasilan berupa royalti yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak 
 dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri 
 lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak 
 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.

6. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 
 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) 
 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir 
 dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000, antara lain diatur bahwa:
 a. Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa sehubungan dengan software komputer, 
  termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
 b. Besarnya perkiraan penghasilan neto sehubungan imbalan jasa tersebut adalah sebesar 40% 
  dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
 c. Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa 
  catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali  
  apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan 
  material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak.

7. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut:
 a. Pembelian software saja tidak termasuk objek pemotongan PPh Pasal 23 berdasarkan 
  Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- 
  undang Nomor 17 Tahun 2000.
 b. Apabila pembelian software komputer disertai dengan pemberian lisensi, maka termasuk 
  dalam pengertian royalti yang dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar  
  15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.
 c. Software maintenance termasuk jasa perawatan, pemeliharaan, perbaikan sehubungan 
  dengan software komputer dan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% x 40% atau 
  6% (enam persen) dari jumlah imbalan bruto tidak termasuk PPN.
 d. Atas royalti yang dibayarkan oleh PT ABC kepada XYZ (Perusahaan Amerika) dan mengingat 
  beneficial owner royalti tersebut adalah Microsoft Amerika, maka perlakuan Pajak Penghasilan 
  atas royalti tersebut adalah berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara 
  Indonesia - Amerika. Dengan demikian terhadap royalti yang dibayarkan oleh PT ABC kepada 
  XYZ dikenakan berdasarkan PPh Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto 
  berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Amerika 
  sebagaimana tercantum dalam angka 2 huruf b.
 e. Untuk penerapan ketentuan P3B sebagaimana tersebut pada huruf d, pihak XYZ wajib 
  menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diterbitkan dan ditandatangani oleh 
  pejabat Competent Authority di Amerika kepada PT ABC sebagai pihak yang membayarkan 
  penghasilan dan menyerahkan fotokopinya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat 
  PT ABC terdaftar.
 f. Apabila XYZ tidak dapat menyerahkan Surat Keterangan Domisili (SKD) dimaksud, maka atas 
  pembayaran imbalan royalti tersebut dikenakan pemotongan pajak di Indonesia dengan tarif 
  20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto sesuai ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-
  undang Pajak Penghasilan.

Demikian agar Saudara maklum.

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.