DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 9 September 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 344/PJ.43/2003 TENTANG MASALAH PENGENAAN PPh PASAL 23 ATAS PENJUALAN SOFTWARE BERLISENSI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 4 Juli 2003 perihal sebagaimana tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan sebagai berikut: a. PT ABC mendapatkan persetujuan sebagai Re-seller oleh XYZ untuk menjual, mendistribusikan software produk jadi Microsoft. Dalam perjanjian seluruh media CD software toolkit dan penerbitan sertifikat lisensi dilakukan oleh BCA. b. Dalam praktek sehari-hari sering terjadi perselisihan PT ABC dengan pihak customer karena atas penjualan software computer ini dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 berupa royalti sebesar 15% atau customer mengacu pada Keputusan Dirjen Nomor 170/PJ./2002 melakukan pemotongan berupa jasa teknik sebesar 40% x 15% atau melakukan pemotongan berupa jasa software computer sebesar 40% x 15%. c. Saudara mohon penegasan atas permasalahan: 1) atas penjualan Software Komputer program umum tersebut bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23, atau 2) atas penjualan software computer produk jadi berlisensi (original copy) yang bersifat umum terutang PPh Pasal 23 berupa royalti atau berupa jasa teknik/jasa software; 3) atas pembayaran untuk pembelian software dari Microsoft tersebut dilakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif berdasarkan P3B berupa royalti atau tidak. 2. Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia - Amerika dan Protokol Indonesia - Amerika, antara lain diatur sebagai berikut: a. Pasal 7 ayat (3): Royalti sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 ayat (3), sehubungan dengan penggunaan, atau hak untuk menggunakan, barang atau hak-hak untuk menggunakan, barang atau hak- hak sebagaimana disebutkan dalam ayat tadi yang berada di suatu Negara Pihak pada Perjanjian akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut. b. Pasal 13 (i) Ayat (1): Royalti yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara tersebut. (ii) Ayat (2): Tarif pajak yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atas royalti yang bersumber di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki oleh Pihak yang menikmati royalti tersebut yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto royalti sebagaimana dijelaskan dalam ayat (3). 3. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 beserta penjelasan, diatur bahwa yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk royalti. Dalam penjelasan Pasal tersebut antara lain dijelaskan bahwa pada dasarnya imbalan berupa royalti terdiri dari tiga kelompok, yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan: a. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan; b. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan; c. informasi, yaitu yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama. 4. Berdasarkan Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 antara lain diatur bahwa atas penghasilan dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan: a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas royalti; b. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. 5. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, diatur bahwa atas penghasilan berupa royalti yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan. 6. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000, antara lain diatur bahwa: a. Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan. b. Besarnya perkiraan penghasilan neto sehubungan imbalan jasa tersebut adalah sebesar 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. c. Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak. 7. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut: a. Pembelian software saja tidak termasuk objek pemotongan PPh Pasal 23 berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 17 Tahun 2000. b. Apabila pembelian software komputer disertai dengan pemberian lisensi, maka termasuk dalam pengertian royalti yang dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto. c. Software maintenance termasuk jasa perawatan, pemeliharaan, perbaikan sehubungan dengan software komputer dan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% x 40% atau 6% (enam persen) dari jumlah imbalan bruto tidak termasuk PPN. d. Atas royalti yang dibayarkan oleh PT ABC kepada XYZ (Perusahaan Amerika) dan mengingat beneficial owner royalti tersebut adalah Microsoft Amerika, maka perlakuan Pajak Penghasilan atas royalti tersebut adalah berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia - Amerika. Dengan demikian terhadap royalti yang dibayarkan oleh PT ABC kepada XYZ dikenakan berdasarkan PPh Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Amerika sebagaimana tercantum dalam angka 2 huruf b. e. Untuk penerapan ketentuan P3B sebagaimana tersebut pada huruf d, pihak XYZ wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diterbitkan dan ditandatangani oleh pejabat Competent Authority di Amerika kepada PT ABC sebagai pihak yang membayarkan penghasilan dan menyerahkan fotokopinya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PT ABC terdaftar. f. Apabila XYZ tidak dapat menyerahkan Surat Keterangan Domisili (SKD) dimaksud, maka atas pembayaran imbalan royalti tersebut dikenakan pemotongan pajak di Indonesia dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto sesuai ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang- undang Pajak Penghasilan. Demikian agar Saudara maklum.
Minggu, 12 Februari 2017
19.54.00
RAY889
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.