Pendahuluan: Memahami Aktiva dan Pajaknya
Setiap entitas bisnis, baik Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi, memiliki aktiva tetap yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional. Seiring berjalannya waktu, aktiva ini mungkin perlu diganti, dijual, atau dialihkan karena berbagai alasan, seperti modernisasi peralatan, penggantian kendaraan yang usang, atau perubahan strategi bisnis. Namun, penjualan aktiva, meskipun bukan kegiatan usaha utama, sering kali memicu kewajiban perpajakan yang kompleks. Memahami perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi ini sangat krusial bagi perusahaan untuk memastikan kepatuhan, menghindari sanksi, dan mengoptimalkan perencanaan pajak.
Dalam konteks perpajakan, aktiva tetap didefinisikan sebagai
aktiva berwujud atau tidak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu
tahun, digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, dan tidak dimaksudkan untuk
dijual kembali sebagai barang dagangan.1 Contoh aktiva berwujud meliputi tanah, bangunan, mesin, dan
kendaraan. Sementara itu, aktiva tidak berwujud mencakup hak paten, hak cipta,
merek dagang, dan lisensi.1 Penjualan aktiva semacam ini akan memicu dua jenis pajak utama:
PPN yang dikenakan atas penyerahan barang dan PPh yang dikenakan atas
keuntungan (laba) yang diperoleh dari transaksi tersebut. Laporan ini akan
mengulas secara mendalam ketentuan perpajakan tersebut, didukung dengan dasar
hukum, skema perhitungan, dan studi kasus praktis.
Bagian I: Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
atas Penjualan Aktiva
1.1. Dasar Hukum dan Prinsip Utama PPN atas
Penjualan Aktiva
Penjualan aktiva perusahaan yang semula tidak ditujukan untuk
diperjualbelikan memiliki perlakuan PPN yang spesifik, yang diatur dalam Pasal
16D Undang-Undang PPN. Regulasi ini menegaskan bahwa PPN dikenakan atas
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) berupa aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).3 Namun, terdapat satu
syarat krusial yang harus dipenuhi: pengenaan PPN ini hanya berlaku sepanjang
Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut dapat
dikreditkan.3
Kewajiban PPN ini secara eksklusif berlaku untuk PKP, yaitu
pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan
telah dikukuhkan sebagai PKP. Batasan omzet yang mewajibkan seorang pengusaha
untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah ketika peredaran brutonya dalam satu tahun
buku telah melebihi Rp4,8 miliar.5 Oleh karena itu, status PKP menjadi penentu utama apakah suatu
transaksi penjualan aktiva terutang PPN atau tidak.
1.2. Penjualan Aktiva yang Terutang PPN
Bagi PKP yang menjual aktiva yang memenuhi kriteria Pasal 16D,
terdapat ketentuan tarif dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang harus
diperhatikan. Saat ini, tarif PPN umum yang berlaku adalah 11%, efektif sejak 1
April 2022.4 Namun, sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (UU HPP), tarif PPN akan naik menjadi 12% per 1 Januari 2025. Perlu
dicermati bahwa kenaikan ini ditunda untuk barang dan jasa non-mewah, di mana
PPN tetap dikenakan secara efektif setara 11%.4
Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah memperkenalkan mekanisme
DPP "Nilai Lain" yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
131/2024. Dalam skema ini, perhitungan PPN untuk barang non-mewah dihitung
dengan mengalikan tarif PPN 12% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang
ditetapkan sebesar 11/12 dari harga jual.4 Dengan demikian, meskipun tarif nominal yang tertera adalah
12%, beban pajak yang sesungguhnya ditanggung oleh pembeli tetap setara dengan
11% dari harga jual. Ini merupakan upaya pemerintah untuk mematuhi amanat UU
HPP sambil memastikan bahwa beban pajak bagi masyarakat dan pengusaha tidak
meningkat secara drastis untuk barang-barang non-mewah.
Sebagai ilustrasi, berikut adalah perbandingan skema perhitungan
PPN untuk penjualan aktiva non-mewah sebelum dan setelah 1 Januari 2025.
Periode |
Tarif PPN |
DPP |
Contoh Perhitungan
(Harga Jual Rp100 Juta) |
PPN Terutang |
Hingga 31 Des 2024 |
11% |
Harga Jual |
11%×Rp100.000.000 |
Rp11.000.000 |
Mulai 1 Jan 2025 |
12% |
Nilai Lain (11/12 x
Harga Jual) |
12%×(11/12×Rp100.000.000) |
Rp11.000.000 |
1.3. Penjualan Aktiva yang Tidak Terutang PPN
(Pengecualian)
Berdasarkan prinsip PPN Pasal 16D, penjualan aktiva yang pada
saat perolehannya Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan tidak terutang PPN.3 Salah satu contoh
pengecualian yang paling relevan adalah penjualan kendaraan bermotor jenis
sedan atau
station wagon yang tidak digunakan sebagai barang dagangan atau disewakan.
Misalnya, sebuah perusahaan non-dealer yang menjual mobil sedan operasional
direksi tidak memiliki kewajiban PPN atas transaksi tersebut, karena Pajak
Masukan saat pembelian mobil tersebut tidak dapat dikreditkan.3
Namun, perlu dipahami perbedaan perlakuan ini dengan cermat.
Apabila perusahaan yang menjual sedan tersebut adalah perusahaan yang bergerak
di bidang penyewaan mobil (PKP), maka penjualan sedan operasionalnya akan tetap
terutang PPN. Ini karena kendaraan tersebut, meskipun berjenis sedan, digunakan
dalam kegiatan usaha utama (disewakan) dan Pajak Masukan atas perolehannya
dapat dikreditkan.8 Ketentuan ini membedakan secara jelas antara aktiva yang
digunakan untuk kegiatan operasional biasa (seperti mobil direksi) dan aktiva
yang merupakan bagian dari rantai produksi atau jasa utama perusahaan.
Selain itu, terdapat aturan khusus untuk PKP yang memang
bergerak di bidang penjualan kendaraan bermotor bekas (dealer). Pengenaan PPN
atas penjualan mobil bekas oleh dealer tidak menggunakan tarif umum, melainkan
menggunakan mekanisme PPN Besaran Tertentu dengan tarif efektif 1,1% dari harga
jual. Dalam skema ini, Pajak Masukan atas perolehan kendaraan bekas dianggap
sudah 'deemed' dan tidak dapat dikreditkan.9
1.4. Aspek Administrasi PPN
Ketika suatu penjualan aktiva terutang PPN, PKP penjual memiliki
kewajiban administrasi yang harus dipenuhi. Pertama, PKP wajib menerbitkan
Faktur Pajak atas transaksi tersebut.11 Untuk penyerahan aktiva sesuai Pasal 16D, Faktur Pajak yang
diterbitkan menggunakan kode faktur 09. Faktur Pajak ini berfungsi sebagai
bukti pemungutan PPN yang harus dilaporkan oleh PKP.
Selanjutnya, PKP wajib menyetor PPN yang telah dipungut ke kas
negara dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Batas waktu
penyetoran dan pelaporan adalah paling lambat pada akhir bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.4 Kepatuhan terhadap jadwal ini penting untuk menghindari sanksi
administratif berupa denda.
Bagian II: Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas
Penjualan Aktiva
2.1. Prinsip Dasar dan Perhitungan PPh atas
Penjualan Aktiva
Berbeda dengan PPN yang dikenakan atas nilai penyerahan barang,
PPh dikenakan atas keuntungan atau laba yang diperoleh dari penjualan aktiva.13 Keuntungan ini dihitung
dengan membandingkan harga jual aktiva dengan Nilai Sisa Buku Fiskal. Formula
dasarnya adalah:
Laba/Rugi Fiskal =
Harga Jual - Nilai Sisa Buku Fiskal 14
Nilai Sisa Buku Fiskal adalah nilai aktiva yang tersisa setelah
dikurangi akumulasi penyusutan berdasarkan ketentuan perpajakan. Sering kali,
nilai ini berbeda dengan nilai buku yang dicatat dalam laporan keuangan
komersial. Perbedaan ini muncul karena adanya perbedaan antara metode dan masa
manfaat penyusutan yang diakui dalam Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan yang
diatur dalam peraturan perpajakan.14 Selisih antara nilai buku komersial dan nilai sisa buku fiskal
inilah yang kemudian akan menjadi penyesuaian (koreksi fiskal) yang memengaruhi
penghitungan Pajak Penghasilan Badan terutang di akhir tahun.14
2.2. Perlakuan PPh untuk Aktiva Selain Tanah
dan/atau Bangunan
Keuntungan dari penjualan aktiva selain tanah dan/atau bangunan
(misalnya, mesin, kendaraan, atau peralatan) termasuk dalam kategori
penghasilan yang dikenai PPh berdasarkan tarif umum, sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang PPh.11 Laba atau rugi fiskal yang dihitung dari transaksi ini akan
digabungkan dengan penghasilan lain yang diterima perusahaan dalam satu tahun
pajak.
Untuk Wajib Pajak Badan, laba fiskal ini akan menambah
penghasilan kena pajak yang kemudian dikenai tarif PPh Badan. Sebaliknya, jika
timbul kerugian fiskal, kerugian tersebut dapat mengurangi penghasilan kena
pajak. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, laba fiskal dari penjualan aktiva akan
menambah penghasilan neto dan dikenai tarif PPh progresif sesuai ketentuan yang
berlaku.
2.3. Perlakuan PPh Final untuk Tanah dan/atau
Bangunan
Penjualan aktiva berupa tanah dan/atau bangunan memiliki
perlakuan PPh yang berbeda. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan dikenai PPh yang bersifat final, yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU
PPh dan diimplementasikan melalui Peraturan Pemerintah (misalnya, PP No. 34
Tahun 2016).15
Terdapat beberapa tarif PPh Final yang berlaku tergantung jenis
dan tujuan pengalihan:
●
0% dari jumlah bruto nilai
pengalihan, jika penyerahan dilakukan kepada pemerintah, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang mendapat penugasan khusus, atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) yang mendapat penugasan khusus.15
●
1% dari jumlah bruto nilai
pengalihan, untuk penjualan rumah sederhana atau rumah susun sederhana yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya adalah pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan.15
●
2,5% dari jumlah bruto nilai
pengalihan, untuk jenis transaksi lainnya.15
PPh Final ini wajib
disetor oleh pihak penjual sebelum akta pengalihan hak (misalnya, Akta Jual
Beli) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang (misalnya, Notaris atau PPAT).
Sementara itu, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah kewajiban
yang harus dibayar oleh pihak pembeli.15
2.4. Kasus Khusus: PPh atas Penjualan Aktiva oleh
Wajib Pajak UMKM
Bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, seperti
UMKM, terdapat skema PPh Final 0,5% yang diatur dalam PP 55 Tahun 2022. Selain
itu, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, terdapat fasilitas penghasilan tidak kena
pajak (PTKP) hingga Rp500 juta dalam satu tahun pajak.19
Penting untuk dipahami bahwa PPh Final 0,5% ini dikenakan atas
"peredaran bruto" dari kegiatan usaha pokok Wajib Pajak. Keuntungan
yang diperoleh dari penjualan aktiva yang tidak termasuk dalam kegiatan usaha
utama (misalnya, penjualan mesin produksi atau kendaraan operasional) tidak dianggap sebagai bagian dari
peredaran bruto tersebut. Dengan demikian, keuntungan dari penjualan aktiva
ini tidak dikenai PPh Final 0,5%, melainkan dihitung secara terpisah dan
dikenai tarif PPh umum sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU PPh, yaitu tarif
progresif bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Pemahaman ini sangat penting untuk
mencegah kekeliruan dalam menghitung dan menyetor PPh bagi para pelaku UMKM.
Bagian III: Studi Kasus Komprehensif
3.1. Studi Kasus 1: Penjualan Mesin Produksi (oleh
WP Badan PKP)
Skenario: PT Manufaktur, sebuah PKP, menjual mesin produksi lama seharga
Rp120.000.000 pada Agustus 2024. Nilai Sisa Buku Fiskal mesin tersebut adalah
Rp80.000.000.
Analisis PPN:
Karena PT
Manufaktur adalah PKP dan mesin produksi merupakan aktiva yang terkait langsung
dengan kegiatan usaha, penjualan ini terutang PPN. PPN yang terutang dihitung
dengan tarif 11% dari harga jual.
●
PPN Terutang =
11%×Rp120.000.000=Rp13.200.000
Apabila transaksi ini
terjadi pada Januari 2025, perhitungannya akan menggunakan mekanisme DPP Nilai
Lain.
●
DPP Nilai Lain =
11/12×Rp120.000.000=Rp110.000.000
●
PPN Terutang =
12%×Rp110.000.000=Rp13.200.000 4
Analisis PPh:
Laba fiskal dari
penjualan mesin ini akan dihitung dengan membandingkan harga jual dengan nilai
sisa buku fiskal.
●
Laba Fiskal = Harga Jual
- Nilai Sisa Buku Fiskal
●
Laba Fiskal =
Rp120.000.000−Rp80.000.000=Rp40.000.000
Laba sebesar Rp40.000.000 ini akan digabungkan dengan
penghasilan lain perusahaan dan dikenai PPh Badan di akhir tahun pajak.
3.2. Studi Kasus 2: Penjualan Kendaraan
Operasional (oleh WP Badan PKP)
Skenario: PT Konsultan, sebuah PKP, menjual mobil sedan yang digunakan
oleh direksi seharga Rp300.000.000. Nilai Sisa Buku Fiskal mobil tersebut
adalah Rp250.000.000.
Analisis PPN:
Penjualan ini tidak
terutang PPN. Hal ini didasarkan pada pengecualian Pasal 16D UU PPN yang
menyatakan bahwa penjualan sedan yang tidak digunakan sebagai barang dagangan
atau disewakan tidak dikenai PPN. Alasannya, Pajak Masukan atas perolehan mobil
ini tidak dapat dikreditkan pada saat pembelian.3
Analisis PPh:
Laba fiskal dari
penjualan mobil dihitung sebagai berikut:
●
Laba Fiskal = Harga Jual
- Nilai Sisa Buku Fiskal
●
Laba Fiskal =
Rp300.000.000−Rp250.000.000=Rp50.000.000
Laba sebesar Rp50.000.000 ini akan menambah penghasilan kena
pajak PT Konsultan dan akan dikenai PPh Badan di akhir tahun.
3.3. Studi Kasus 3: Penjualan Gudang Perusahaan
(oleh WP Badan PKP)
Skenario: PT Logistik, sebuah PKP, menjual gudang operasionalnya seharga
Rp10 miliar. Nilai Sisa Buku Fiskal gudang tersebut adalah Rp7 miliar.
Analisis PPN:
Karena PT Logistik
adalah PKP dan gudang adalah BKP, penjualan ini terutang PPN. PPN yang terutang
dihitung dengan tarif umum PPN yang berlaku saat transaksi.4
●
PPN Terutang =
11%×Rp10.000.000.000=Rp1.100.000.000
Analisis PPh:
Penjualan gudang
termasuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikenai PPh Final,
bukan PPh Umum.
●
PPh Final = Tarif PPh
Final × Jumlah Bruto Nilai Pengalihan
●
PPh Final =
2,5%×Rp10.000.000.000=Rp250.000.000
PPh Final ini wajib disetor oleh PT Logistik sebagai penjual
sebelum penandatanganan akta jual beli.15 Laba sebesar Rp3 miliar (Rp10 miliar
- Rp7 miliar) tidak akan digabungkan dengan penghasilan lainnya karena sudah
dikenai PPh Final.
Bagian IV: Aspek Pelaporan dan Rekomendasi Praktis
4.1. Pelaporan dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan
Transaksi penjualan aktiva yang terutang PPh harus dilaporkan
dengan benar dalam SPT Tahunan. Untuk Wajib Pajak Badan, laba atau rugi dari
penjualan aktiva non-tanah/bangunan akan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan
(Formulir 1771) sebagai bagian dari penghasilan dan biaya operasional lainnya.
Sementara itu, untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, keuntungan dari
penjualan aktiva yang bukan kegiatan usaha utama dilaporkan dalam SPT Tahunan
PPh Orang Pribadi (Formulir 1770), khususnya pada Lampiran-I Bagian D:
Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya.21
Sebuah aspek penting dalam pelaporan SPT Tahunan adalah
pengisian Daftar Harta yang ada di dalamnya. Tujuan pelaporan harta ini
bukanlah untuk menambah pajak yang harus dibayar, melainkan sebagai instrumen
bagi otoritas pajak untuk menilai kewajaran penghitungan pajak berdasarkan
jumlah penghasilan yang dilaporkan.24 Apabila aktiva yang dijual tidak pernah dilaporkan dalam Daftar
Harta pada tahun-tahun sebelumnya, DJP dapat mempertanyakan dari mana sumber
penghasilan untuk perolehan aktiva tersebut. Kepatuhan yang aman adalah dengan
melaporkan semua harta secara jujur dan konsisten, sehingga penghasilan dan
pembayaran pajak akan terbaca wajar di mata fiskus.24
4.2. Kesimpulan dan Checklist Kepatuhan
Penjualan aktiva perusahaan merupakan transaksi yang memiliki
konsekuensi perpajakan ganda, yaitu PPN dan PPh, yang masing-masing memiliki
prinsip dan perhitungan berbeda. PPN dikenakan atas penyerahan barang oleh PKP,
dengan syarat Pajak Masukan saat perolehan aktiva dapat dikreditkan. Sementara
PPh dikenakan atas laba fiskal dari penjualan, di mana perhitungannya bisa
menggunakan tarif umum (non-final) atau tarif final, tergantung jenis aktiva
yang dijual.
Untuk memastikan kepatuhan yang optimal, berikut adalah
checklist praktis yang dapat digunakan oleh perusahaan saat melakukan penjualan
aktiva:
1.
Tentukan Status Perusahaan:
Pastikan apakah perusahaan berstatus PKP atau non-PKP. Status ini adalah
penentu utama kewajiban PPN.
2.
Identifikasi Jenis Aktiva:
Bedakan antara aktiva berupa tanah/bangunan dengan aktiva lainnya. Ini
menentukan jenis PPh yang akan dikenakan (final atau non-final).
3.
Kaji Pajak Masukan: Periksa apakah Pajak
Masukan saat perolehan aktiva dapat dikreditkan. Hal ini menjadi kunci untuk
menentukan apakah penjualan aktiva non-tanah/bangunan terutang PPN.
4.
Hitung PPN (jika terutang):
Gunakan tarif dan DPP yang berlaku. Perhatikan skema DPP Nilai Lain jika
transaksi terjadi di tahun 2025.
5.
Hitung Laba/Rugi Fiskal: Bandingkan harga jual
dengan nilai sisa buku fiskal untuk menentukan laba/rugi yang akan dikenai PPh.
6.
Penuhi Kewajiban PPh Final: Jika
menjual tanah/bangunan, pastikan PPh Final 2,5% disetor sebelum akta
ditandatangani.
7.
Terbitkan Faktur Pajak: Jika penjualan terutang
PPN, buatlah Faktur Pajak dengan kode yang benar (09).
8.
Laporkan Transaksi: Pastikan semua
transaksi dilaporkan dengan benar dalam SPT Masa PPN dan SPT Tahunan PPh,
termasuk konsistensi data dalam Daftar Harta.
Dengan mengikuti panduan
ini, perusahaan dapat mengelola kewajiban perpajakan atas penjualan aktiva
secara akurat, terhindar dari risiko sanksi, dan menjalankan bisnis dengan
kepatuhan yang aman.
Karya yang dikutip
1.
Aktiva
Tetap: Pengertian, Jenis-jenis, Karakteristik, dan Cara Perolehannya -
Gramedia, diakses Agustus 12, 2025, https://www.gramedia.com/literasi/aktiva-tetap/
2.
BAB
II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva Tetap Aktiva tetap
merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan oleh, diakses Agustus 12, 2025, http://repository.uin-suska.ac.id/4789/3/BAB%20II.pdf
3.
Pasal
16D UU PPN: PPN Atas Penjualan Aktiva | OnlinePajak, diakses Agustus 12, 2025, https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pasal-16d-uu-ppn
4.
Pajak
Pertambahan Nilai dan Regulasi Tarif PPN Terbaru 2025, diakses Agustus 12,
2025, https://klikpajak.id/blog/pajak-pertambahan-nilai-ppn/
5.
Batasan
Omzet Pengusaha Kecil Wajib PPN Dinaikkan - Direktorat Jenderal Pajak, diakses
Agustus 12, 2025, https://www.pajak.go.id/en/node/8899
6.
Perhatikan
Konsekuensi Tak Ajukan PKP Jika Omzet Melebihi Rp4 ..., diakses Agustus 12,
2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1802620/perhatikan-konsekuensi-tak-ajukan-pkp-jika-omzet-melebihi-rp48-miliar
7.
PPN
2025: Kebijakan Baru, Beban Pajak Tetap Ringan untuk Masyarakat, diakses
Agustus 12, 2025, https://www.pajak.go.id/id/siaran-pers/ppn-2025-kebijakan-baru-beban-pajak-tetap-ringan-untuk-masyarakat
8.
PKP
menjual aktiva kepada OP tidak punya NPWP. - Forum Ortax, diakses Agustus 12,
2025, https://forum.ortax.org/forums/discussion/pkp-menjual-aktiva-kepada-op-tidak-punya-npwp/
9.
TENTANG
PPN ATAS PENYERAHAN ... - TM Consultant, diakses Agustus 12, 2025, https://tmconsultant.id/wp-content/uploads/2022/08/Newsletter-Juli-2022.pdf
10.
PKP
Jual Mobil Bekas, DJP: Pajak Masukannya Tidak Bisa ..., diakses Agustus 12,
2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/43158/pkp-jual-mobil-bekas-djp-pajak-masukannya-tidak-bisa-dikreditkan
11.
PPN
atas Penjualan Aset yang Menurut Tujuan Semula Tidak Diperjualbelikan |
Registered Tax Consultant - Konsultan Pajak Surabaya, diakses Agustus 12, 2025,
https://konsultanpajaksurabaya.com/ppn-atas-penjualan-aset-yang-menurut-tujuan-semula-tidak-diperjualbelikan
12.
PPN
atas Penyerahan Aktiva yang Menurut Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan -
Panduan Pajak Transaksi - Perpajakan DDTC, diakses Agustus 12, 2025, https://perpajakan.ddtc.co.id/panduan-pajak/pajak-transaksi/ppn-atas-penyerahan-aktiva-yang-menurut-semula-tidak-untuk-diperjualbelikan
13.
UU
PPh Konsolidasi setelah UU HPP - Perpajakan DDTC, diakses Agustus 12, 2025, https://perpajakan.ddtc.co.id/sumber-hukum/peraturan-pusat/konsolidasi/uu-pajak-penghasilan-pph-konsolidasi-setelah-uu-hpp
14.
Akuntansi
Pajak Atas Laba Penjualan Aset | PDF - Scribd, diakses Agustus 12, 2025, https://id.scribd.com/document/480436041/Akuntansi-Pajak-Atas-Laba-Penjualan-Aset-docx
15.
Pajak
jual beli tanah ditanggung oleh pihak penjual atau ... - Halo JPN, diakses
Agustus 12, 2025, https://halojpn.id/publik/d/permohonan/2025-G5JM
16.
PPh
Pasal 4 Ayat (2) - DJPb - Kementerian Keuangan, diakses Agustus 12, 2025, https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/bandaaceh/id/layanan/perpajakan/pph-pasal-4-ayat-2.html
17.
Info
Tarif Pajak Penghasilan PPh Pasal 4 Ayat 2 Sewa dan Lainnya - Klikpajak,
diakses Agustus 12, 2025, https://klikpajak.id/blog/pph-pasal-4-ayat-2/
18.
PT
menjual tanah dan bangunan - Forum Ortax, diakses Agustus 12, 2025, https://forum.ortax.org/forums/discussion/pt-menjual-tanah-dan-bangunan/
19.
Ketentuan
Terbaru PPh Final 0,5% dalam PP 55 Tahun 2022 ..., diakses Agustus 12, 2025, https://konsultanpajaksurabaya.com/ketentuan-terbaru-pph-final-05-dalam-pp-55-tahun-2022-wpop-terima-tambahan-fasilitas
20.
Penghitungan
Tarif PPh 0,5% bagi UMKM di Tahun 2024 - Konsultan Pajak Surabaya, diakses
Agustus 12, 2025, https://konsultanpajaksurabaya.com/penghitungan-tarif-pph-05-bagi-umkm-di-tahun-2024
21.
PETUNJUK
PENGISIAN FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUN - IKA FK UNPAD, diakses Agustus 12,
2025, https://ika-fkunpad.org/wp-content/uploads/2015/04/Petunjuk-Pengisian-SPT-1770-.pdf
22.
Petunjuk
Pengisian SPT 1770 - Direktorat Jenderal Pajak, diakses Agustus 12, 2025, https://www.pajak.go.id/sites/default/files/2019-03/Lampiran%20II%20PER%20-%2036.PJ_.2015.pdf
23.
SPT
TAHUNAN 1770 - Direktorat Jenderal Pajak, diakses Agustus 12, 2025, https://pajak.go.id/sites/default/files/2020-04/SKUP-01%20SPT%201770%20UMKM.pdf
24.
Begini
Cara Melaporkan Harta dalam SPT Tahunan agar ..., diakses Agustus 12, 2025, https://www.pajak.go.id/id/artikel/begini-cara-melaporkan-harta-dalam-spt-tahunan-agar-menguntungkan-dan-sesuai-ketentuan
25.
Panduan
Pelaporan SPT Tahunan Pribadi: Aset, Kewajiban, dan Era Baru Keterbukaan
Informasi Pajak, diakses Agustus 12, 2025, https://kanal.matasigma.com/panduan-pelaporan-spt-tahunan-pribadi-aset-kewajiban-dan-era-baru-keterbukaan-informasi-pajak/
0 komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.