Selasa, 12 Agustus 2025

Pendahuluan: Memahami Aktiva dan Pajaknya

Setiap entitas bisnis, baik Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi, memiliki aktiva tetap yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional. Seiring berjalannya waktu, aktiva ini mungkin perlu diganti, dijual, atau dialihkan karena berbagai alasan, seperti modernisasi peralatan, penggantian kendaraan yang usang, atau perubahan strategi bisnis. Namun, penjualan aktiva, meskipun bukan kegiatan usaha utama, sering kali memicu kewajiban perpajakan yang kompleks. Memahami perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi ini sangat krusial bagi perusahaan untuk memastikan kepatuhan, menghindari sanksi, dan mengoptimalkan perencanaan pajak.

Dalam konteks perpajakan, aktiva tetap didefinisikan sebagai aktiva berwujud atau tidak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali sebagai barang dagangan.1 Contoh aktiva berwujud meliputi tanah, bangunan, mesin, dan kendaraan. Sementara itu, aktiva tidak berwujud mencakup hak paten, hak cipta, merek dagang, dan lisensi.1 Penjualan aktiva semacam ini akan memicu dua jenis pajak utama: PPN yang dikenakan atas penyerahan barang dan PPh yang dikenakan atas keuntungan (laba) yang diperoleh dari transaksi tersebut. Laporan ini akan mengulas secara mendalam ketentuan perpajakan tersebut, didukung dengan dasar hukum, skema perhitungan, dan studi kasus praktis.

 

Bagian I: Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penjualan Aktiva

 

 

1.1. Dasar Hukum dan Prinsip Utama PPN atas Penjualan Aktiva

 

Penjualan aktiva perusahaan yang semula tidak ditujukan untuk diperjualbelikan memiliki perlakuan PPN yang spesifik, yang diatur dalam Pasal 16D Undang-Undang PPN. Regulasi ini menegaskan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).3 Namun, terdapat satu syarat krusial yang harus dipenuhi: pengenaan PPN ini hanya berlaku sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut dapat dikreditkan.3

Kewajiban PPN ini secara eksklusif berlaku untuk PKP, yaitu pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan telah dikukuhkan sebagai PKP. Batasan omzet yang mewajibkan seorang pengusaha untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah ketika peredaran brutonya dalam satu tahun buku telah melebihi Rp4,8 miliar.5 Oleh karena itu, status PKP menjadi penentu utama apakah suatu transaksi penjualan aktiva terutang PPN atau tidak.

 

1.2. Penjualan Aktiva yang Terutang PPN

 

Bagi PKP yang menjual aktiva yang memenuhi kriteria Pasal 16D, terdapat ketentuan tarif dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang harus diperhatikan. Saat ini, tarif PPN umum yang berlaku adalah 11%, efektif sejak 1 April 2022.4 Namun, sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif PPN akan naik menjadi 12% per 1 Januari 2025. Perlu dicermati bahwa kenaikan ini ditunda untuk barang dan jasa non-mewah, di mana PPN tetap dikenakan secara efektif setara 11%.4

Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah memperkenalkan mekanisme DPP "Nilai Lain" yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/2024. Dalam skema ini, perhitungan PPN untuk barang non-mewah dihitung dengan mengalikan tarif PPN 12% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang ditetapkan sebesar 11/12 dari harga jual.4 Dengan demikian, meskipun tarif nominal yang tertera adalah 12%, beban pajak yang sesungguhnya ditanggung oleh pembeli tetap setara dengan 11% dari harga jual. Ini merupakan upaya pemerintah untuk mematuhi amanat UU HPP sambil memastikan bahwa beban pajak bagi masyarakat dan pengusaha tidak meningkat secara drastis untuk barang-barang non-mewah.

Sebagai ilustrasi, berikut adalah perbandingan skema perhitungan PPN untuk penjualan aktiva non-mewah sebelum dan setelah 1 Januari 2025.

Periode

Tarif PPN

DPP

Contoh Perhitungan (Harga Jual Rp100 Juta)

PPN Terutang

Hingga 31 Des 2024

11%

Harga Jual

11%×Rp100.000.000

Rp11.000.000

Mulai 1 Jan 2025

12%

Nilai Lain (11/12 x Harga Jual)

12%×(11/12×Rp100.000.000)

Rp11.000.000

 

1.3. Penjualan Aktiva yang Tidak Terutang PPN (Pengecualian)

 

Berdasarkan prinsip PPN Pasal 16D, penjualan aktiva yang pada saat perolehannya Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan tidak terutang PPN.3 Salah satu contoh pengecualian yang paling relevan adalah penjualan kendaraan bermotor jenis sedan atau

station wagon yang tidak digunakan sebagai barang dagangan atau disewakan. Misalnya, sebuah perusahaan non-dealer yang menjual mobil sedan operasional direksi tidak memiliki kewajiban PPN atas transaksi tersebut, karena Pajak Masukan saat pembelian mobil tersebut tidak dapat dikreditkan.3

Namun, perlu dipahami perbedaan perlakuan ini dengan cermat. Apabila perusahaan yang menjual sedan tersebut adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyewaan mobil (PKP), maka penjualan sedan operasionalnya akan tetap terutang PPN. Ini karena kendaraan tersebut, meskipun berjenis sedan, digunakan dalam kegiatan usaha utama (disewakan) dan Pajak Masukan atas perolehannya dapat dikreditkan.8 Ketentuan ini membedakan secara jelas antara aktiva yang digunakan untuk kegiatan operasional biasa (seperti mobil direksi) dan aktiva yang merupakan bagian dari rantai produksi atau jasa utama perusahaan.

Selain itu, terdapat aturan khusus untuk PKP yang memang bergerak di bidang penjualan kendaraan bermotor bekas (dealer). Pengenaan PPN atas penjualan mobil bekas oleh dealer tidak menggunakan tarif umum, melainkan menggunakan mekanisme PPN Besaran Tertentu dengan tarif efektif 1,1% dari harga jual. Dalam skema ini, Pajak Masukan atas perolehan kendaraan bekas dianggap sudah 'deemed' dan tidak dapat dikreditkan.9

 

1.4. Aspek Administrasi PPN

 

Ketika suatu penjualan aktiva terutang PPN, PKP penjual memiliki kewajiban administrasi yang harus dipenuhi. Pertama, PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak atas transaksi tersebut.11 Untuk penyerahan aktiva sesuai Pasal 16D, Faktur Pajak yang diterbitkan menggunakan kode faktur 09. Faktur Pajak ini berfungsi sebagai bukti pemungutan PPN yang harus dilaporkan oleh PKP.

Selanjutnya, PKP wajib menyetor PPN yang telah dipungut ke kas negara dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Batas waktu penyetoran dan pelaporan adalah paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.4 Kepatuhan terhadap jadwal ini penting untuk menghindari sanksi administratif berupa denda.

 

Bagian II: Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas Penjualan Aktiva

 

 

2.1. Prinsip Dasar dan Perhitungan PPh atas Penjualan Aktiva

 

Berbeda dengan PPN yang dikenakan atas nilai penyerahan barang, PPh dikenakan atas keuntungan atau laba yang diperoleh dari penjualan aktiva.13 Keuntungan ini dihitung dengan membandingkan harga jual aktiva dengan Nilai Sisa Buku Fiskal. Formula dasarnya adalah:

 

Laba/Rugi Fiskal = Harga Jual - Nilai Sisa Buku Fiskal 14

Nilai Sisa Buku Fiskal adalah nilai aktiva yang tersisa setelah dikurangi akumulasi penyusutan berdasarkan ketentuan perpajakan. Sering kali, nilai ini berbeda dengan nilai buku yang dicatat dalam laporan keuangan komersial. Perbedaan ini muncul karena adanya perbedaan antara metode dan masa manfaat penyusutan yang diakui dalam Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan yang diatur dalam peraturan perpajakan.14 Selisih antara nilai buku komersial dan nilai sisa buku fiskal inilah yang kemudian akan menjadi penyesuaian (koreksi fiskal) yang memengaruhi penghitungan Pajak Penghasilan Badan terutang di akhir tahun.14

 

2.2. Perlakuan PPh untuk Aktiva Selain Tanah dan/atau Bangunan

 

Keuntungan dari penjualan aktiva selain tanah dan/atau bangunan (misalnya, mesin, kendaraan, atau peralatan) termasuk dalam kategori penghasilan yang dikenai PPh berdasarkan tarif umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang PPh.11 Laba atau rugi fiskal yang dihitung dari transaksi ini akan digabungkan dengan penghasilan lain yang diterima perusahaan dalam satu tahun pajak.

Untuk Wajib Pajak Badan, laba fiskal ini akan menambah penghasilan kena pajak yang kemudian dikenai tarif PPh Badan. Sebaliknya, jika timbul kerugian fiskal, kerugian tersebut dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, laba fiskal dari penjualan aktiva akan menambah penghasilan neto dan dikenai tarif PPh progresif sesuai ketentuan yang berlaku.

 

2.3. Perlakuan PPh Final untuk Tanah dan/atau Bangunan

 

Penjualan aktiva berupa tanah dan/atau bangunan memiliki perlakuan PPh yang berbeda. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai PPh yang bersifat final, yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh dan diimplementasikan melalui Peraturan Pemerintah (misalnya, PP No. 34 Tahun 2016).15

Terdapat beberapa tarif PPh Final yang berlaku tergantung jenis dan tujuan pengalihan:

     0% dari jumlah bruto nilai pengalihan, jika penyerahan dilakukan kepada pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapat penugasan khusus, atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mendapat penugasan khusus.15

     1% dari jumlah bruto nilai pengalihan, untuk penjualan rumah sederhana atau rumah susun sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.15

     2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan, untuk jenis transaksi lainnya.15

PPh Final ini wajib disetor oleh pihak penjual sebelum akta pengalihan hak (misalnya, Akta Jual Beli) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang (misalnya, Notaris atau PPAT). Sementara itu, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah kewajiban yang harus dibayar oleh pihak pembeli.15

 

2.4. Kasus Khusus: PPh atas Penjualan Aktiva oleh Wajib Pajak UMKM

 

Bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, seperti UMKM, terdapat skema PPh Final 0,5% yang diatur dalam PP 55 Tahun 2022. Selain itu, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, terdapat fasilitas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) hingga Rp500 juta dalam satu tahun pajak.19

Penting untuk dipahami bahwa PPh Final 0,5% ini dikenakan atas "peredaran bruto" dari kegiatan usaha pokok Wajib Pajak. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan aktiva yang tidak termasuk dalam kegiatan usaha utama (misalnya, penjualan mesin produksi atau kendaraan operasional) tidak dianggap sebagai bagian dari peredaran bruto tersebut. Dengan demikian, keuntungan dari penjualan aktiva ini tidak dikenai PPh Final 0,5%, melainkan dihitung secara terpisah dan dikenai tarif PPh umum sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU PPh, yaitu tarif progresif bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Pemahaman ini sangat penting untuk mencegah kekeliruan dalam menghitung dan menyetor PPh bagi para pelaku UMKM.

 

Bagian III: Studi Kasus Komprehensif

 

 

3.1. Studi Kasus 1: Penjualan Mesin Produksi (oleh WP Badan PKP)

 

Skenario: PT Manufaktur, sebuah PKP, menjual mesin produksi lama seharga Rp120.000.000 pada Agustus 2024. Nilai Sisa Buku Fiskal mesin tersebut adalah Rp80.000.000.

Analisis PPN:

Karena PT Manufaktur adalah PKP dan mesin produksi merupakan aktiva yang terkait langsung dengan kegiatan usaha, penjualan ini terutang PPN. PPN yang terutang dihitung dengan tarif 11% dari harga jual.

     PPN Terutang = 11%×Rp120.000.000=Rp13.200.000

Apabila transaksi ini terjadi pada Januari 2025, perhitungannya akan menggunakan mekanisme DPP Nilai Lain.

     DPP Nilai Lain = 11/12×Rp120.000.000=Rp110.000.000

     PPN Terutang = 12%×Rp110.000.000=Rp13.200.000 4

Analisis PPh:

Laba fiskal dari penjualan mesin ini akan dihitung dengan membandingkan harga jual dengan nilai sisa buku fiskal.

     Laba Fiskal = Harga Jual - Nilai Sisa Buku Fiskal

     Laba Fiskal = Rp120.000.000−Rp80.000.000=Rp40.000.000
Laba sebesar Rp40.000.000 ini akan digabungkan dengan penghasilan lain perusahaan dan dikenai PPh Badan di akhir tahun pajak.

 

3.2. Studi Kasus 2: Penjualan Kendaraan Operasional (oleh WP Badan PKP)

 

Skenario: PT Konsultan, sebuah PKP, menjual mobil sedan yang digunakan oleh direksi seharga Rp300.000.000. Nilai Sisa Buku Fiskal mobil tersebut adalah Rp250.000.000.

Analisis PPN:

Penjualan ini tidak terutang PPN. Hal ini didasarkan pada pengecualian Pasal 16D UU PPN yang menyatakan bahwa penjualan sedan yang tidak digunakan sebagai barang dagangan atau disewakan tidak dikenai PPN. Alasannya, Pajak Masukan atas perolehan mobil ini tidak dapat dikreditkan pada saat pembelian.3

Analisis PPh:

Laba fiskal dari penjualan mobil dihitung sebagai berikut:

     Laba Fiskal = Harga Jual - Nilai Sisa Buku Fiskal

     Laba Fiskal = Rp300.000.000−Rp250.000.000=Rp50.000.000
Laba sebesar Rp50.000.000 ini akan menambah penghasilan kena pajak PT Konsultan dan akan dikenai PPh Badan di akhir tahun.

 

3.3. Studi Kasus 3: Penjualan Gudang Perusahaan (oleh WP Badan PKP)

 

Skenario: PT Logistik, sebuah PKP, menjual gudang operasionalnya seharga Rp10 miliar. Nilai Sisa Buku Fiskal gudang tersebut adalah Rp7 miliar.

Analisis PPN:

Karena PT Logistik adalah PKP dan gudang adalah BKP, penjualan ini terutang PPN. PPN yang terutang dihitung dengan tarif umum PPN yang berlaku saat transaksi.4

     PPN Terutang = 11%×Rp10.000.000.000=Rp1.100.000.000

Analisis PPh:

Penjualan gudang termasuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikenai PPh Final, bukan PPh Umum.

     PPh Final = Tarif PPh Final × Jumlah Bruto Nilai Pengalihan

     PPh Final = 2,5%×Rp10.000.000.000=Rp250.000.000
PPh Final ini wajib disetor oleh PT Logistik sebagai penjual sebelum penandatanganan akta jual beli.15 Laba sebesar Rp3 miliar (Rp10 miliar - Rp7 miliar) tidak akan digabungkan dengan penghasilan lainnya karena sudah dikenai PPh Final.

 

Bagian IV: Aspek Pelaporan dan Rekomendasi Praktis

 

 

4.1. Pelaporan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

 

Transaksi penjualan aktiva yang terutang PPh harus dilaporkan dengan benar dalam SPT Tahunan. Untuk Wajib Pajak Badan, laba atau rugi dari penjualan aktiva non-tanah/bangunan akan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan (Formulir 1771) sebagai bagian dari penghasilan dan biaya operasional lainnya.

Sementara itu, untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, keuntungan dari penjualan aktiva yang bukan kegiatan usaha utama dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (Formulir 1770), khususnya pada Lampiran-I Bagian D: Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya.21

Sebuah aspek penting dalam pelaporan SPT Tahunan adalah pengisian Daftar Harta yang ada di dalamnya. Tujuan pelaporan harta ini bukanlah untuk menambah pajak yang harus dibayar, melainkan sebagai instrumen bagi otoritas pajak untuk menilai kewajaran penghitungan pajak berdasarkan jumlah penghasilan yang dilaporkan.24 Apabila aktiva yang dijual tidak pernah dilaporkan dalam Daftar Harta pada tahun-tahun sebelumnya, DJP dapat mempertanyakan dari mana sumber penghasilan untuk perolehan aktiva tersebut. Kepatuhan yang aman adalah dengan melaporkan semua harta secara jujur dan konsisten, sehingga penghasilan dan pembayaran pajak akan terbaca wajar di mata fiskus.24

 

4.2. Kesimpulan dan Checklist Kepatuhan

 

Penjualan aktiva perusahaan merupakan transaksi yang memiliki konsekuensi perpajakan ganda, yaitu PPN dan PPh, yang masing-masing memiliki prinsip dan perhitungan berbeda. PPN dikenakan atas penyerahan barang oleh PKP, dengan syarat Pajak Masukan saat perolehan aktiva dapat dikreditkan. Sementara PPh dikenakan atas laba fiskal dari penjualan, di mana perhitungannya bisa menggunakan tarif umum (non-final) atau tarif final, tergantung jenis aktiva yang dijual.

Untuk memastikan kepatuhan yang optimal, berikut adalah checklist praktis yang dapat digunakan oleh perusahaan saat melakukan penjualan aktiva:

1.    Tentukan Status Perusahaan: Pastikan apakah perusahaan berstatus PKP atau non-PKP. Status ini adalah penentu utama kewajiban PPN.

2.    Identifikasi Jenis Aktiva: Bedakan antara aktiva berupa tanah/bangunan dengan aktiva lainnya. Ini menentukan jenis PPh yang akan dikenakan (final atau non-final).

3.    Kaji Pajak Masukan: Periksa apakah Pajak Masukan saat perolehan aktiva dapat dikreditkan. Hal ini menjadi kunci untuk menentukan apakah penjualan aktiva non-tanah/bangunan terutang PPN.

4.    Hitung PPN (jika terutang): Gunakan tarif dan DPP yang berlaku. Perhatikan skema DPP Nilai Lain jika transaksi terjadi di tahun 2025.

5.    Hitung Laba/Rugi Fiskal: Bandingkan harga jual dengan nilai sisa buku fiskal untuk menentukan laba/rugi yang akan dikenai PPh.

6.    Penuhi Kewajiban PPh Final: Jika menjual tanah/bangunan, pastikan PPh Final 2,5% disetor sebelum akta ditandatangani.

7.    Terbitkan Faktur Pajak: Jika penjualan terutang PPN, buatlah Faktur Pajak dengan kode yang benar (09).

8.    Laporkan Transaksi: Pastikan semua transaksi dilaporkan dengan benar dalam SPT Masa PPN dan SPT Tahunan PPh, termasuk konsistensi data dalam Daftar Harta.

Dengan mengikuti panduan ini, perusahaan dapat mengelola kewajiban perpajakan atas penjualan aktiva secara akurat, terhindar dari risiko sanksi, dan menjalankan bisnis dengan kepatuhan yang aman.

Karya yang dikutip

1.    Aktiva Tetap: Pengertian, Jenis-jenis, Karakteristik, dan Cara Perolehannya - Gramedia, diakses Agustus 12, 2025, https://www.gramedia.com/literasi/aktiva-tetap/

2.    BAB II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva Tetap Aktiva tetap merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan oleh, diakses Agustus 12, 2025, http://repository.uin-suska.ac.id/4789/3/BAB%20II.pdf

3.    Pasal 16D UU PPN: PPN Atas Penjualan Aktiva | OnlinePajak, diakses Agustus 12, 2025, https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pasal-16d-uu-ppn

4.    Pajak Pertambahan Nilai dan Regulasi Tarif PPN Terbaru 2025, diakses Agustus 12, 2025, https://klikpajak.id/blog/pajak-pertambahan-nilai-ppn/

5.    Batasan Omzet Pengusaha Kecil Wajib PPN Dinaikkan - Direktorat Jenderal Pajak, diakses Agustus 12, 2025, https://www.pajak.go.id/en/node/8899

6.    Perhatikan Konsekuensi Tak Ajukan PKP Jika Omzet Melebihi Rp4 ..., diakses Agustus 12, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1802620/perhatikan-konsekuensi-tak-ajukan-pkp-jika-omzet-melebihi-rp48-miliar

7.    PPN 2025: Kebijakan Baru, Beban Pajak Tetap Ringan untuk Masyarakat, diakses Agustus 12, 2025, https://www.pajak.go.id/id/siaran-pers/ppn-2025-kebijakan-baru-beban-pajak-tetap-ringan-untuk-masyarakat

8.    PKP menjual aktiva kepada OP tidak punya NPWP. - Forum Ortax, diakses Agustus 12, 2025, https://forum.ortax.org/forums/discussion/pkp-menjual-aktiva-kepada-op-tidak-punya-npwp/

9.    TENTANG PPN ATAS PENYERAHAN ... - TM Consultant, diakses Agustus 12, 2025, https://tmconsultant.id/wp-content/uploads/2022/08/Newsletter-Juli-2022.pdf

10.  PKP Jual Mobil Bekas, DJP: Pajak Masukannya Tidak Bisa ..., diakses Agustus 12, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/43158/pkp-jual-mobil-bekas-djp-pajak-masukannya-tidak-bisa-dikreditkan

11.  PPN atas Penjualan Aset yang Menurut Tujuan Semula Tidak Diperjualbelikan | Registered Tax Consultant - Konsultan Pajak Surabaya, diakses Agustus 12, 2025, https://konsultanpajaksurabaya.com/ppn-atas-penjualan-aset-yang-menurut-tujuan-semula-tidak-diperjualbelikan

12.  PPN atas Penyerahan Aktiva yang Menurut Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan - Panduan Pajak Transaksi - Perpajakan DDTC, diakses Agustus 12, 2025, https://perpajakan.ddtc.co.id/panduan-pajak/pajak-transaksi/ppn-atas-penyerahan-aktiva-yang-menurut-semula-tidak-untuk-diperjualbelikan

13.  UU PPh Konsolidasi setelah UU HPP - Perpajakan DDTC, diakses Agustus 12, 2025, https://perpajakan.ddtc.co.id/sumber-hukum/peraturan-pusat/konsolidasi/uu-pajak-penghasilan-pph-konsolidasi-setelah-uu-hpp

14.  Akuntansi Pajak Atas Laba Penjualan Aset | PDF - Scribd, diakses Agustus 12, 2025, https://id.scribd.com/document/480436041/Akuntansi-Pajak-Atas-Laba-Penjualan-Aset-docx

15.  Pajak jual beli tanah ditanggung oleh pihak penjual atau ... - Halo JPN, diakses Agustus 12, 2025, https://halojpn.id/publik/d/permohonan/2025-G5JM

16.  PPh Pasal 4 Ayat (2) - DJPb - Kementerian Keuangan, diakses Agustus 12, 2025, https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/bandaaceh/id/layanan/perpajakan/pph-pasal-4-ayat-2.html

17.  Info Tarif Pajak Penghasilan PPh Pasal 4 Ayat 2 Sewa dan Lainnya - Klikpajak, diakses Agustus 12, 2025, https://klikpajak.id/blog/pph-pasal-4-ayat-2/

18.  PT menjual tanah dan bangunan - Forum Ortax, diakses Agustus 12, 2025, https://forum.ortax.org/forums/discussion/pt-menjual-tanah-dan-bangunan/

19.  Ketentuan Terbaru PPh Final 0,5% dalam PP 55 Tahun 2022 ..., diakses Agustus 12, 2025, https://konsultanpajaksurabaya.com/ketentuan-terbaru-pph-final-05-dalam-pp-55-tahun-2022-wpop-terima-tambahan-fasilitas

20.  Penghitungan Tarif PPh 0,5% bagi UMKM di Tahun 2024 - Konsultan Pajak Surabaya, diakses Agustus 12, 2025, https://konsultanpajaksurabaya.com/penghitungan-tarif-pph-05-bagi-umkm-di-tahun-2024

21.  PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUN - IKA FK UNPAD, diakses Agustus 12, 2025, https://ika-fkunpad.org/wp-content/uploads/2015/04/Petunjuk-Pengisian-SPT-1770-.pdf

22.  Petunjuk Pengisian SPT 1770 - Direktorat Jenderal Pajak, diakses Agustus 12, 2025, https://www.pajak.go.id/sites/default/files/2019-03/Lampiran%20II%20PER%20-%2036.PJ_.2015.pdf

23.  SPT TAHUNAN 1770 - Direktorat Jenderal Pajak, diakses Agustus 12, 2025, https://pajak.go.id/sites/default/files/2020-04/SKUP-01%20SPT%201770%20UMKM.pdf

24.  Begini Cara Melaporkan Harta dalam SPT Tahunan agar ..., diakses Agustus 12, 2025, https://www.pajak.go.id/id/artikel/begini-cara-melaporkan-harta-dalam-spt-tahunan-agar-menguntungkan-dan-sesuai-ketentuan

25.  Panduan Pelaporan SPT Tahunan Pribadi: Aset, Kewajiban, dan Era Baru Keterbukaan Informasi Pajak, diakses Agustus 12, 2025, https://kanal.matasigma.com/panduan-pelaporan-spt-tahunan-pribadi-aset-kewajiban-dan-era-baru-keterbukaan-informasi-pajak/


0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.