Kamis, 23 April 2015

Pasal 16B Undang-Undang PPN memberikan fasilitas di bidang Pajak Pertambahan Nilai. Fasilitas ini diberikan dalam dua bentuk, yaitu berupa pajak terutang "tidak dipungut" atau "dibebaskan" dari pengenaan pajak. Selanjutnya di ayat (2) dan ayat (3), Pasal 16B ini menyatakan bahwa Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak (JKP) yang atas penyerahannya Tidak Dipungut PPN dapat dikreditkan, sedangkan Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas penyerahannya Dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan. Namun apa yang menjadi perbedaan mendasar dari kedua fasilitas ini tidak dijelaskan lebih lanjut, bahkan pengertian dari masing-masing fasilitas ini pun tidak dijelaskan.

Tulisan ini akan coba mengulas apa yang menjadi perbedaan hakikat antara fasilitas PPN Tidak Dipungut dan fasilitas PPN Dibebaskan berdasarkan analisa dari pengalaman interaksi mengajar PPN di kelas. Tentu masing-masing punya keunikan tersendiri. Dengan mengetahui perbedaannya diharapkan akan membantu kita memahami latar belakang kenapa suatu jenis transaksi diberikan fasilitas PPN Tidak Dipungut sementara transaksi jenis lainnya diberikan fasilitas PPN Dibebaskan.
Kata kunci: fasilitas PPN, Tidak Dipungut, Dibebaskan.
Latar Belakang Pemberian Fasilitas
Undang-Undang PPN tidak membedakan latar belakang pemberian fasilitas Tidak Dipungut dan Dibebaskan. Latar belakang keduanya tidak dipisahkan namun dijelaskan secara sekaligus dan bersama-sama, antara lain, di Penjelasan Umum dan di penjelasan Pasal 16B Undang-Undang PPN. Utamanya latar belakang pemberian fasilitas ini adalah untuk:
• Meningkatkan perwujudan keadilan dalam pembebanan pajak
• Menunjang peningkatan penanaman modal
• Mendorong peningkatan ekspor
• Menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru
• Menunjang pelestarian lingkungan hidup
• Mendorong sektor-sektor ekonomi dengan prioritas tinggi dalam skala nasional
• Dan lain-lain
Terlihat dari latar belakang ini bahwa fasilitas diberikan untuk tujuan-tujuan yang memberikan dampak keuntungan secara nasional, bukan hanya untuk kepentingan sekelompok orang tertentu saja.
Ada satu prinsip yang harus dipegang teguh dalam pemberian fasilitas ini, yaitu harus selalu diupayakan agar terdapat perlakuan yang sama kepada Wajib Pajak atau transaksi yang pada hakekatnya sama. Artinya jangan sampai mencederai prinsip "netralitas"1 dalam PPN. Meskipun disadari - dengan kewaspadaan tinggi - bahwa setiap pemberian fasilitas sesungguhnya akan mencederai netralitas PPN. Pengecualian diberikan untuk – dan hanya untuk – mencapai tujuan-tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam latar belakang pemberian fasilitas ini. Setiap penyelewengan dari tujuan pemberian fasilitas yang telah ditentukan dalam Undang-Undang, akan mengakibatkan dua kali kerugian: prinsip keadilan dan prinsip netralitas PPN yang tercederai.
Bagaimanapun, latar belakang pemberian fasilitas ini tidak dapat menjelaskan apa sebenarnya perbedaan antara fasilitas PPN Tidak Dipungut dari fasilitas PPN Dibebaskan. Latar belakang keduanya dibahas dan dijelaskan secara bersamaan tanpa batasan, sehingga kita tidak bisa memisahkan, misalnya, bahwa fasilitas PPN Tidak Dipungut diberikan untuk tujuan tertentu sementara PPN Dibebaskan diberikan untuk tujuan yang lain. Atau bisakah? Kita akan coba lihat dalam pembahasan berikutnya.
Analisis Perbedaan fasilitas PPN Tidak Dipungut dan fasilitas PPN Dibebaskan
Undang-Undang PPN hanya memberi satu clue yang bisa dipakai sebagai petunjuk untuk membedakan antara fasilitas PPN Tidak Dipungut dari fasilitas PPN Dibebaskan. Petunjuk itu adalah perbedaan perlakuan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana disebutkan di atas. Coba perhatikan perbedaannya pada ilustrasi yang dialami oleh seorang PKP X berikut ini:
https://lh4.googleusercontent.com/-rLH_I3om83E/UkDz3k-FnjI/AAAAAAAAEKw/Mtes7S71rcM/s720/tabel%2520suhut4.jpg
Tabel 1 Ilustrasi Perbedaan Perlakuan Pengkreditan Pajak Masukan pada Fasilitas PPN Tidak Dipungut dan Fasilitas PPN Dibebaskan
Terlihat pada tabel 1 di atas bahwa dengan jumlah penyerahan dan Pajak Masukan yang sama pada kedua jenis fasilitas akan mengakibatkan perbedaan pada jumlah PPN yang terutang. Pada fasilitas PPN Tidak Dipungut terjadi lebih bayar sebesar Pajak Masukannya (Rp1.600.000,-), sedangkan pada fasilitas PPN Dibebaskan terjadi PPN terutang sebesar Nihil.
Sebenarnya apakah pajak masukan sebesar Rp1.600.000,- itu? Tidak lain dan tidak bukan itu adalah akumulasi nilai tambah (value added) dari semua mata rantai produksi dan distribusi sebelum sampai pada PKP X .2 Berarti semua PPN yang telah dipungut atas nilai tambah yang terjadi pada semua mata rantai sebelum PKP X dikembalikan. Hal yang berbeda terjadi pada fasilitas PPN Dibebaskan. PPN yang telah dipungut atas nilai tambah yang terjadi pada semua mata rantai sebelum PKP X tidak dikembalikan. Kalau begitu apa untungnya mendapat fasilitas PPN Dibebaskan? Kita akan lihat dengan membandingkannya pada penyerahan yang tidak mendapat fasilitas, pada ilustrasi berikut:
https://lh6.googleusercontent.com/-Q5ZN4NnH09U/UjvF5KzmbJI/AAAAAAAAEH0/d2ebe1GQ3gg/s1114/tabel%25202%2520suhut.jpg
Tabel 2 Nilai Tambah (PPN Disetor) pada Setiap Mata Rantai Produksi, Distribusi, dan Konsumsi dengan Skema Fasilitas PPN Tidak Dipungut dan Fasilitas PPN Dibebaskan
Ilustrasi pada Tabel 2 dengan jelas menunjukkan bahwa pada fasilitas PPN Tidak Dipungut, seluruh PPN yang telah disetor (seluruh nilai tambah yang telah tercipta) pada mata rantai produksi dan distribusi sebelumnya dikembalikan. Sedangkan pada fasilitas PPN Dibebaskan, hanya nilai tambah yang dihasilkan oleh PKP X saja yang tidak disetor. Seluruh nilai tambah yang dihasilkan pada mata rantai sebelumnya telah disetor dan terakumulasi di kas negara. Hal ini makin mudah dipahami jika kita membandingkan antara kolom 3 dengan kolom 4 pada Tabel 2 di atas. Selisih akumulasi PPN disetor ke kas negara - antara pada fasilitas PPN Dibebaskan dengan tanpa fasilitas - adalah sebesar Rp200.000,- yaitu sebesar nilai tambah yang dihasilkan oleh PKP X. Jadi sesungguhnya keuntungan konsumen/pembeli yang mendapat fasilitas PPN Dibebaskan tidaklah sebesar tarif dikali harga beli, namun hanya sebesar tarif dikali nilai tambah pada mata rantai terakhir, yaitu saat pemberian fasilitas tersebut. Konsumen tetap menanggung beban PPN sebesar tarif dikali nilai tambah pada proses produksi dan distribusi sebelumnya (dalam ilustrasi Tabel 2 adalah sebesar 1.600.000).
Sekarang coba kita lihat apa yang terjadi apabila pemberian fasilitas dilakukan pada level sebelum sampai dikonsumsi oleh PKP X, misalnya pada level Distributor Utama:
https://lh3.googleusercontent.com/-XLKhlxZnIpQ/UjvF5CbPkLI/AAAAAAAAEH8/z0IojYkur58/s1115/tabel%25203%2520suhut.jpg
Tabel 3 Simulasi Pemberian Fasilitas PPN Tidak Dipungut dan Fasilitas PPN Dibebaskan sebelum sampai level konsumsi
Ternyata akumulasi PPN disetor ke kas negara tidak berbeda antara pada penyerahan yang diberikan fasilitas Tidak Dipungut dengan Tanpa Fasilitas. Perbedaannya hanya pada pergeseran saat penyetoran PPN terutang, yaitu dari Distributor Utama kepada Retailer. Jumlah PPN yang dikembalikan pada level Distributor Utama akan terakumulasi kembali dalam pemungutan PPN pada level Retailer. Sedangkan pada fasilitas PPN Dibebaskan, akumulasi PPN disetor malah menjadi lebih besar daripada tanpa fasilitas. Kenaikan jumlah akumulasi PPN ini - sebesar 900.000 - adalah merupakan akibat dari terjadinya pemajakan berganda pada level Retailer .3
Dari penjelasan di atas, selanjutnya kita akan coba memahami hakikat dari fasilitas PPN Tidak Dipungut dan fasilitas PPN Dibebaskan:
Fasilitas PPN Tidak Dipungut
Fasilitas PPN Tidak Dipungut pada hakikatnya sama saja dengan pengenaan PPN dengan tarif 0%. Keduanya sama tidak memungut PPN dan dibolehkan mengkreditkan Pajak Masukan. Sehingga konsumen yang membeli barang atau jasa yang diberi fasilitas PPN Tidak Dipungut sama sekali tidak akan menanggung beban PPN.
Jika fasilitas PPN Tidak Dipungut diberikan sebelum pada level konsumsi akhir (yaitu pada bagian hulu dari mata rantai produksi dan distribusi), sejatinya tidak akan memberi manfaat sama sekali dari sisi beban pajak dan penanggung pajaknya. Konsumen akhir tetap akan menanggung PPN sebesar tarif dikali harga beli. Karena itu, fasilitas PPN Tidak Dipungut hanya akan efektif dan bermanfaat bila diberikan pada level konsumsi (pada bagian muara dari mata rantai produksi dan distribusi) atau pada jenis barang/jasa yang mempunyai karakter sebagai produk akhir (finished goods), bukan intermediary goods .4
Dari hakikat karakteristik ini, fasilitas PPN Tidak Dipungut paling cocok jika diberikan pada kegiatan ekonomi yang dianggap sebagai prioritas nasional tanpa merugikan sektor usaha yang menjadi konsumen dari sektor prioritas tersebut. Misalkan suatu ketika diputuskan bahwa industri dirgantara merupakan kegiatan ekonomi yang menjadi prioritas nasional, maka fasilitas PPN Tidak Dipungut dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan industri dirgantara, tanpa harus menyebabkan sektor penerbangan nasional – yang merupakan konsumen industri dirgantara – menanggung beban tambahan. Atau untuk pembangunan infrastruktur tertentu seperti pelabuhan, mass rapid transit, jembatan, gedung sekolah, perumahan rakyat, dll sepanjang digunakan bukan untuk proses produksi berikutnya sehingga prinsip netralitas tetap dapat terjaga .
Fasilitas PPN Tidak Dipungut juga cocok diberikan untuk barang/jasa tertentu yang dianggap merupakan kebutuhan hidup orang banyak namun berada pada bagian muara dari mata rantai produksi dan distribusi. Misalnya adalah pakaian seragam sekolah, susu anak, obat anti tetanus, dll.5Barang-barang ini cocok diberikan fasilitas PPN Tidak Dipungut jika dianggap sangat penting bagi kemajuan bangsa sambil tetap dapat menjaga prinsip netralitas tidak tercederai karena tidak digunakan sebagai bagian dari proses produksi berikutnya.
Fasilitas PPN Dibebaskan6
Pada hakikatnya barang/jasa yang diberikan fasilitas PPN Dibebaskan sama dengan Non BKP/Non JKP. Pembeli/konsumen tetap menanggung beban PPN, yaitu yang telah terutang pada mata rantai produksi dan distribusi sebelumnya. Beban PPN ini akhirnya menjadi tanggungan pembeli karena digeser secara bertahap dalam tiap mata rantai produksi dan distribusi. Keuntungan dari fasilitas PPN Dibebaskan yang diterima hanya sebesar PPN atas nilai tambah pada level pemberian fasilitas itu saja. Sedangkan PPN atas nilai tambah mata rantai sebelumnya tetap menjadi tanggungan pembeli. Semakin panjang rantai produksi dan distribusi sebelum mendapat fasilitas PPN Dibebaskan, semakin besar pula pajak yang ditanggung (atau semakin kecil pula efek keuntungan yang diperoleh dari pemberian fasilitas ini).
Fasilitas PPN Dibebaskan berpotensi besar akan menyebabkan distorsi pada netralitas PPN. Jika fasilitas PPN Dibebaskan diberikan sebelum sampai pada level konsumsi akhir, secara keseluruhan bukan hanya tidak memberi manfaat, yang terjadi justru adanya pemajakan berganda. Sektor ekonomi yang mendapat fasilitas PPN Dibebaskan memang mendapat (sedikit) keringanan, tetapi itu diperoleh dengan mengorbankan sektor ekonomi yang menjadi konsumennya. Konsumen akhir akan menanggung beban pajak lebih besar daripada tanpa pemberian fasilitas. Karena itu, fasilitas PPN Dibebaskan hanya boleh diberikan pada barang/jasa yang mempunyai karakteristik sebagai produk akhir (finished goods), bukan intermediary goods.
Dari hakikat karakteristik ini, fasilitas PPN Dibebaskan cocok jika diberikan pada pembelian barang/jasa yang akan digunakan untuk konsumsi, bukan sebagai bahan baku atau alat produksi. Khususnya jika produksi barang/jasa yang sama masih harus diimpor karena belum bisa dihasilkan di dalam negeri. Fasilitas ini juga cocok diberikan untuk tujuan meningkatkan keadilan dalam pembebanan pajak. Misalnya untuk komoditas –seperti air dan listrik- yang dianggap merupakan kebutuhan hidup orang banyak, sepanjang komoditas ini tidak digunakan untuk alat produksi.7Utamanya jika komoditas ini dihasilkan pada bagian hulu dari mata rantai produksi dan distribusi –misalnya barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan.
Fasilitas PPN Dibebaskan juga cocok diberlakukan pada transaksi yang tidak menginginkan adanya kerumitan administrasi. Misalkan pembelian BKP/JKP oleh perwakilan negara asing dan organisasi internasional, yang diberikan untuk mengakomodir kelaziman pergaulan internasional. Atau atas barang bawaan penumpang lintas negara.8
Penutup
Fasilitas PPN Tidak Dipungut dan fasilitas PPN Dibebaskan mempunyai keunikan karakteristik sendiri-sendiri. Sehingga akan lebih optimal bila penggunaannya disesuaikan antara tujuan dengan karakteristiknya. Fasilitas PPN Tidak Dipungut dapat diberikan pada suatu sektor ekonomi tanpa menimbulkan beban tambahan pada sektor ekonomi yang menjadi konsumennya. Sementara Fasilitas PPN Dibebaskan punya potensi besar akan menimbulkan distorsi pada netralitas PPN karena adanya efek pemajakan berganda.
Umumnya fasilitas PPN Tidak Dipungut cocok diberikan pada kegiatan ekonomi yang dianggap sebagai prioritas nasional. Juga untuk barang/jasa tertentu yang dianggap merupakan kebutuhan hidup orang banyak namun berada pada bagian muara dari mata rantai produksi dan distribusi. Sementara fasilitas PPN Dibebaskan, secara umum, cocok diberikan pada barang konsumsi yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan nasional namun belum mampu dihasilkan di dalam negeri. Fasilitas ini juga cocok diberikan untuk tujuan meningkatkan keadilan dalam pembebanan pajak, utamanya untuk barang yang dihasilkan pada bagian hulu dari mata rantai produksi dan distribusi.
Tentu masih dimungkinkan penggunaan kedua fasilitas ini untuk tujuan yang sama. Misalnya jika sulit untuk menentukan posisi pada mata rantai produksi dan distribusi. Namun secara umum penggunaan kedua fasilitas ini harus dibedakan, sehingga baiknya dikaji dahulu dengan seksama fasilitas mana yang cocok diberikan untuk suatu kegiatan/transaksi tertentu supaya tidak sampai tertukar.
Pertanyaan lanjutan seperti apakah fasilitas PPN Tidak Dipungut bermanfaat diberikan untuk produk yang berorientasi ekspor? Apakah, misalnya, barang modal cocok diberikan fasilitas PPN Dibebaskan? Bagaimana pemberian fasilitas PPN Tidak Dipungut / Dibebaskan mempengaruhi daya saing industri dalam negeri? Sejauh mana kita sudah menggunakan fasilitas ini untuk meningkatkan keadilan dalam pembebanan pajak? Dan lain-lain akan coba dibahas dalam tulisan berikutnya.
Sumber:

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.