Rabu, 24 Agustus 2016


DILIHAT DARI SISI HUKUM

HIBAH DILIHAT DARI SISI HUKUM
Hibah menurut Pasal 1666 Kitab UU Hukum Perdata (“BW”) bahwa hibah merupakan pemberian oleh seseorang kepada orang lainnya secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, atas barang-barang bergerak (dengan akta Notaris) maupun barang tidak bergerak (dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah – “PPAT”) pada saat pemberi hibah masih hidup.

Untuk mencegah terjadinya tuntutan di kemudian hari, dalam praktik selalu disyaratkan adalah Surat Persetujuan dari anak(-anak) kandung Pemberi Hibah. Dengan demikian, pemberian hibah harus memperhatikan persetujuan dari para ahli waris dan jangan melanggar hak mutlak mereka. Hak mutlak adalah bagian warisan yang telah di tetapkan oleh undang-undang untuk masing-masing ahli waris (lihat Pasal 913 BW).

Khusus untuk Untuk non muslim, akan tunduk pada aturan yang ada di Pasal 881 ayat (2) BW, yang mengatakan bahwa “dengan sesuatu pengangkatan waris atau hibah yang demikian, si yang mewariskan (dan menghibahkan-red) tak boleh merugikan para ahli warisnya yang berhak atas sesuatu bagian mutlak”.

Untuk muslim tunduk pada Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam, penegasan SKB MA dan Menteri Agama No. 07/KMA/1985 dan Qs Al-Ahzab (33): 4-5, bahwa pemberian hibah harus taat pada ketentuan batas maksimum sebesar 1/3 dari seluruh harta pemberi hibah.
Kesimpulannya, jika dapat dibuktikan bahwa pemberian hibah tersebut tidak melebihi 1/3 harta peninggalan pewaris (dalam sistem kewarisan Islam) atau tidak melanggar legitieme portie dari ahli waris (dalam sistem kewarisan perdata Barat), maka hibah terhadap anak angkat tetap dapat dilaksanakan.

WARIS DILIHAT DARI HUKUM
Waris dalam bahasa Indonesia disebut pusaka, yaitu harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
Tanpa ada kepastian bahwa pewaris meninggal dunia, warisan tidak boleh dibagi-bagikan kepada ahli waris.

DILIHAT DARI SISI PERPAJAKAN

SURAT EDARAN DIRJEN NOMOR SE-20/PJ/2015 - PEMBERIAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KARENA WARISAN.

Pengalihan Hak Tanah dan Bangunan Karena Warisan Dikecualikan Dari Kewajiban Pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan diberikan hanya dengan penerbitan SKB PPh atas pengalihan hak tanah dana tau bangunan.

Pengajuan SKB dibagi menjadi :
a.       Dikarenakan Warisan.
·         SKB diberikan kepada Orang Pribadi Atau Badan
·         Pengecualian dilakukan hanya dengan dasar penerbitan SKB
·         Permohonan SKB diajukan kepada KPP tempat OP atau Badan Terdaftar.
·         Pengajuan permohonan SKB PPh diajukan oleh ahli waris ke KPP Tempat Terdaftar.
b.       Dikarenakan APHB (Akta Pembagian Hak Bersama)
·         APHB adalah Harta Warisan yang dibagikan secara persentase tertentu.
·         JIka diberikan :
                                                                           i.      Keluarga Sedarah Dalam Garis Keturunan Lurus Satu Derajat maka dapat diberikan SKB.
                                                                         ii.      Non Keluarga Sedarah / Bukan Garis Keturunal Lurus Satu Derajat maka SKB tidak dapat diberikan.
Syaratnya adalah baik A dan B => SKB Hanya dapat diberikan jika Tanah / Bangunan telah dilaporkan di dalam SPT Tahunan si Pewaris KECUALI si Pewaris memiliki penghasilan dibawah PTKP.

Sehingga jika ditarik kesimpulan maka :
1.       SKB diberikan jika si pewaris dan yang mewarisi berada dalam garis keturunan lurus satu derajat ataupun kepada Badan dengan syarat tidak ada hubungan usaha / ekonomi.
2.       Permohonan SKB diajukan kepada KPP terdaftar si Pewaris melalui yang mewarisi.
3.       Harta yang diwariskan sudah harus dilaporkan didalam SPT Tahunan Pewaris kecuali jika si Pewaris memiliki penghasilan dibawah PTKP.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA - NOMOR 34 TAHUN 2016, TENTANG : PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA.

Tarif Pasal 2 ayat 1 adalah sebagai berikut :
·         2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
·         1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;atau
·         0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Didalam Pasal 6 disebutkan bahwa : Yang Dikecualikan dari tariff Pasal 2 ayat 1 (2.5%, 1%, 0%) adalah :
·         OP yang penghasilannya dibawah PTKP dengan nilai pengalihan kurang dari RP. 60 Juta.
·         OP yang mengalihkan dengan cara hibah kepada :
o   Keluarga Sedarah dalam 1 Garis Keturunan Lurus Satu Derajat.
o   Badan Keagamaan
o   Badan Pendidikan
o   Badan Sosial
o   Atau kepada orang pribadi yang menjalankan Usaha Mikro dan Kecil.
Sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, penguasaan kepemilikan.
·         Pengalihan tanah dan bangunan karena waris. Disetbutkan didalam Lampiran Penjelasannya adalah sebagai berikut :
o   Pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan, bukan merupakan objek pajak.
o   Pada prinsipnya yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini adalah pihak yang melakukan pengalihan. Dalam hal waris, pihak yang melakukan pengalihan (pewaris) sudah meninggal dunia, sehingga dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pengecualian tersebut diberikan karena kewajiban subjektif dari pewaris sudah berakhir sejak pewaris meninggal dunia.

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA - NOMOR 13 TAHUN 2016, TENTANG PROSEDUR PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.

Besaran NPOPTKP ditetapkan sebagai berikut :
·    Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak; dan
·    Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) untuk Waris dan Hibah Wasiat


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK - NOMOR 30/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGECUALIAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN.

Siapa Saja Yang Berhak Mengajukan SKB ?
·OP dengan penghasilan dibawah PTKP dengan Nilai Pengalihan dibawah Rp. 60 Juta. => Perlu SKB
·OP atau Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah . bangunan kepada pemerintah. => Diberikan Secara Langsung Tanpa SKB
·OP yang melakukan pengalihan hak tanah dana tau bangunan dengan cara hibah kepada
o   keluarga sedarah dalam 1 garis keturunan lurus.
o   Badan Keagamaan
o   Badan Pendidikan
o   Badan Sosial
o   Sepanjang tidak ada hubungannya dengan :
§  Usaha
§  Pekerjaan
§  Kepemilikan
§  Penguasaan
o   => Perlu SKB
·Badan yang mengalihkan dengan cara hibah kepada :
o   Badan Keagamaan
o   Badan Pendidikan
o   Badan Sosial
o   OP yang menjalankan usaha mikro dan kecil
o   => Perlu SKB
· Pengalihan hak karena warisan. => Perlu SKB
· Pengalihan dilakukan oleh yang bukan subjek pajak (Warga Luar Negeri atau orang yang telah meninggal) => Perlu SKB

Syarat Pengajuan :
· Permohonan diajukan secara tertulis oleh OP / badan yang melakukan pengalihan ke KPP Tempat OP yang terdaftar.
·Khusus untuk Warisan maka diajukan oleh OP Penerima Warisan ke KPP Tempat Pewaris Terdaftar.
·Beberapa syarat tambahan :
o   Untuk OP dengan Penghasilan dibawah PTKP :
§  Surat Pernyataan Berpenghasilan di Bawah PTKP & Jumlah Bruto Pengalihan Hak dibawah RP. 60 Juta.
§  Fotokopi Kartu Keluarga
§  Fotokopi SPT PBB Yang Bersangkutan.
o   Untuk Yang Melakukan Hibah Harus DIlampiri Dengan Surat Pernyataan Hibah – Lamiran III
o   Untuk Yang Melakukan Warisan Harus Dilampiri Dengan Surat Pernyataan Pembagian Waris - Format Sesuai Dengan Lampiran IV
·         DIberikan persetujuan atau tidak dalam jangka waktu 3 Hari Kerja sejak tanggal SKB diajukan secara lengkap.
Contoh Lampiran :






UU PPH No. 36 Tahun 2008
Pada prinsipnya penghasilan yang diterima ahli waris itu seharusnya merupakan objek pajak penghasilan. Sehingga ketika Anda mendapat tambahan penghasilan dari warisan, berarti di saat yang sama harus membayar pajak juga, begitukah?

Coba kita tengok Pasal 4 ayat (3) huruf b UU PPh Tahun 1983.  Di katakan bahwa: yang dikecualikan dari objek pajak adalah warisan. Jadi meskipun warisan itu merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi ahli waris, namun dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan. Sederhananya bukan objek pajak saja.

Warisan di sini meliputi semua jenis harta. Apakah itu harta bergerak seperti: perhiasan, logam mulia, mobil, bahkan surat berharga. Atau harta tidak bergerak seperti tanah atau bangunan.

Bahkan untuk tanah atau bangunan yang diterima, ahli waris dapat minta fasilitas Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan (SKB PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut

DILIHAT DARI SISI TAX AMNESTY
·         Seperti yang sudah dikatakan didalam  SURAT EDARAN DIRJEN NOMOR SE-20/PJ/2015, maka yang jika si penerima warisan mau dibebaskan dari Pajak Penghasilan maka syarat yang harus dipenuhi adalah harta tersebut telah dilaporkan di SPT Pewaris.
·         Bagaimana jika tidak ada ? maka SKB jelas tidak bias di ajukan. Dan akhirnya terhutang PPH Final sesuai Per 34 tahun 2016.

Oleh  : KKP Raymond Hadisubrata

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.