Jumat, 02 November 2018

pph_dokterPendahuluan
Pada dasarnya Dokter berasal dari bahasa latin tang berarti guru, yaitu merupakan seseorang yang karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit. Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran. Dengan keilmuannya dan keahliannya dalam menyembuhkan orang-orang yang sakit, dari keahliannya tersebut seorang dokter mempunyai beberapa sumber penghasilan. Penghasilan yang diterima dokter tersebut merupakan objek pajak penghasilan, maka seorang dokter wajib membayar atau melunasi pajak penghasilan termasuk penghasilan yang diterima dari penghasilan lainnya.

Sumber Penghasilan Dokter
Pada umumnya dokter memiliki beberapa sumber penghasilan yaitu:
  1. Penghasilan yang bersumber dari keuangan rumah sakit atau bendaharawan rumah sakit sebagai pegawai tetap PNS atau karyawan rumah sakit berupa gaji, tunjangan-tunjangan, honorarium, dan imbalan lainnya.
  2. Penghasilan yang diterima sebagai tenaga ahli atau tenaga profesional berupa fee, komisi, dan imbalan lainnya.
  3. Penghasilan yang diterima sebagai anggota atau peserta kegiatan yang mendapatkan imbalan berupa uang saku atau uang rapat
  4. Penghasilan yang diterima berupa penghargaan atau hadiah atas hasil membuat obat-obatan atau alat kesehatan.
  5. Penghasilan yang diterima dari buka praktik sendiri.
  6. Penghasilan lain yang diterima diluar pekerjaan yang terkait dengan kedokterannya, seperti penghasilan dari bunga deposito, penjualan tanah, sewa mesin, hadiah, deviden dll.
Tarif PPh Pasal 21 khusus untuk dokter
Dalam menghitung pajak penghasilan, perlu diketahui tarif pajak yang berlaku yang sesuai dengan ketentuannya. Ada beberapa tarif yang digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21 khusus untuk dokter yaitu sebagai berikut:
PPh dokter
1.    Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, bahwa tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000
5%
diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000
15%
diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000
25%
diatas Rp 500.000.000
30%
2.    Tarif Pasal 4 PP No.80 Tahun 2010
Sesuai dengan Pasal 4 PP No. 80 Tahun 2010 tentang  Tarif Pemotongan dan Pengenaan  Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, bahwa Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.  Pajak Penghasilan pasal 21 yang dimaksud yaitu bersifat final dengan tarif:
  • Sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;
  • Sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan  III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya;
  • Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat perwira Menengah dan perwira Tinggi, dan Pensiunannya.
Contoh Kasus Penghitungan PPh 21 untuk Dokter

1.    Penghitungan PPh Pasal 21 atas dokter yang bekerja di Rumah Sakit sebagai Pegawai Tetap

Contoh :
Dokter Ricki adalah pegawai tetap di RS ABC dengan gaji dan tunjangan per bulan sebesar Rp15.000.000, Dokter Ricki belum menikah dan mempunyai 4 tanggungan yaitu ibu yang tidak punya penghasilan, tante dan dua adik kandung. Berapakah PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh RS ABC?
PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh RS ABC:
Gaji dan tunjangan setahun (15.000.000 x 12)Rp180.000.000,-
Pengurang:
Biaya jabatan (5%x jumlah bruto penghasilan setahun,
maksimal Rp6.000.000)Rp    6.000.000,-
PTKP Sendiri (TK/1) Rp  26.325.000,-
Rp  32.325.000,-
Penghasilan Kena Pajak  Rp147.675.000,-
PPh Pasal 21 terhutang :
5% x Rp 50.000.000,-                       = Rp  2.500.000,-
15% x Rp 97.625.000,-                     = Rp 14.643.750,-
Rp  17.143.750
Catatan:
Rumah Sakit ABC wajib memberikan bukti potong PPh pasal 21 untuk Dokter Ricki.


2.    Penghitungan PPh 21 atas dokter (PNS) yang menerima penghasilan berupa Honorarium, komisi atau fee, uang saku, uang presentasi, uang rapat yang dananya berasal dari APBN/APBD

Contoh :
Dokter Daniel (PNS Golongan IV) menerima honorarium yang dananya dari APBN/APBD sebesar Rp9.500.000. Berapa PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja?
Jawab:
15% xRp9.500.000 = Rp1.425.000,-

Catatan:
Pada Kasus ini Pemotongan PPh Pasal 21 bersifat final, oleh karena itu tidak diperhitungkan lagi dengan penghasilanlainnya, namun tetap dilaporkan dalam SPT Tahunan OP dengan melampirkan bukti potong PPh Pasal 21 tersebut.

3.    Penghitungan PPh 21 atas dokter (Swasta) yang menerima penghasilan berupa Honorarium, komisi atau fee, uang saku, uang presentasi, uang rapat yang dananya berasal dari APBN/APBD


Contoh :
Dokter Sandi (Pegawai swasta) menerima uang komisi yang berasal dari DEPKES sebesar Rp16.000.000,-. Berapa PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja?
Jawab:
5% x (50% x Rp16.000.000,-) = Rp400.000,-

Catatan:
Pada kasus ini Dokter Sandi wajib menerima bukti potong PPh Pasal 21 dari DEPKES dan wajib menghitung kembali penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya.

4.    Penghitungan PPh 21 atas dokter (PNS/Swasta) yang membuka praktik di rumah sakit dan/atau klinik 
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah kumulatif dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada Bukan Pegawai.

Contoh :
Dokter Indro melakukan kerjasama dengan RS TBC untuk membuka praktik dokter setiap hari Senin – Jumat mulai pukul 19.00 – 21.00 WIB. Perjanjian kerjasama berupa bagi hasil sebelum pajak sebesar 60:40 untuk Dokter Indro dan RS TBC mulai berlaku bulan Februari 2014. Pada bulan Februari 2014, jumlah pasien yang berobat sebanyak 300 pasien dengan jumlah pembayaran sebesar Rp. 60.000.000,-. Sesuai dengan kesepakatan bahwa Dokter Indro akan menerima  penghasilan sebelum pajak sebesar 60% X Rp. 60.000.000 = Rp. 36.000.000. Berapa PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja?

Jawab:
5% x (50% x Rp60.000.000,-) = Rp1.500.000.-
Maka penghasilan bersih setelah pajak yang diterima oleh Dokter Indro adalah Rp. 36.000.000 – Rp. 1.500.000,- = Rp. 34.500.000,-

Catatan:
Besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

5.    Penghitungan atas dokter yang menerima penghasilan dengan membuka praktik sendiri.
Penghasilan yang diterima dokter baik dari pekerjaan bebas sebagai tenaga ahli atau pegawai tetap di rumah sakit atau klinik kesehatan, maupun laba usaha dari membuka praktik sendiri dikenakan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh setelah terlebih dahulu dikurangi dengan PTKP setahun.

Perhitungan dibawah digunakan dengan asumsi Dokter tidak mengajukan permohonan penggunaan pencatatan sehingga Dokter tsb diharuskan melakukan pembukuan. 

Jika Telah mengajukan permohonan maka seharusnya perhitungna dokter menggunakan Norma. Hal ini lah yang banyak para awam lalai. Sehingga Para Pemeriksa pajak menggunakan hal tersebut sebagai temuan pemeriksaan pajak.

Contoh :
Dokter Sigit menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung besarnya PPh yang terutang selama satu tahun, yaitu:
Peredaran bruto
Pengurang:
Biaya operasional (gaji pegawai, peralatan, Obat, listrik, dll)
Penghasilan neto 
Rp400.000.000,-

Rp300.000.000,-
Rp100.000.000,-
Selain itu, Dokter Sigit mendapatkan penghasilan neto sebagai pegawai tetap di rumah sakit kasih sayang sebesar Rp200.000.000,- setahun. Maka perhitungan PPh terutang adalah:
Penghasilan neto (Rp100.000.000+Rp200.000.000)
Pengurang:
PTKP (TK/-)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 300.000.000,-

Rp   24.300.000,-
Rp 275.700.000,-
PPh Pasal 21 terhutang :

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh x PKP   
5% x Rp50.000.000,-   
15% x Rp225.700.000,-      



= Rp     2.500.000,-
= Rp   33.855.000,-



Rp  36.355.000,-
Penutup
Tidak hanya seorang administrasi perpajakan saja yang dapat menghitung pajak penghasilan, ada baiknya seorang dokterpun mengetahui cara perhitungan pajak penghasilannya sendiri. Dari uraian yang sudah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa seorang dokter merupakan tenaga ahli yang dikenakan tarif 50% dari bruto sebelum dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, namun jika penghasilan seorang dokter PNS bersumber dari APBN/APBD maka dikenakan pajak penghasilan bersifat final yang tarifnya disesuaikan dengan tingkat golongannya.

Referensi:
  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2010 tentang  Tarif Pemotongan dan Pengenaan  Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

SUMBER : 

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.