Kata Pengantar
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79 Tahun 2024 tentang Perlakuan Perpajakan dalam Kerja Sama Operasi telah diterbitkan untuk menggantikan ketentuan sebelumnya dan menyediakan kerangka perpajakan yang lebih komprehensif serta terstruktur bagi Kerja Sama Operasi (KSO) atau Joint Operation (JO). Sebelumnya, ketentuan mengenai KSO tersebar di berbagai peraturan, termasuk PMK 740/1989, Surat Dirjen Pajak No. S-323/PJ.42/1989, Surat Dirjen Pajak No. S-823/PJ.312/2002, dan PER-04/PJ./2020. Kondisi ini menyebabkan kerancuan, terutama dalam penentuan status KSO sebagai subjek pajak atau bukan, serta kewajiban perpajakan yang melingkupinya, karena tidak ada ketentuan perpajakan khusus yang mengatur KSO secara komprehensif. PMK 79/2024, yang berlaku efektif mulai 18 Oktober 2024, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi, dan kesederhanaan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan KSO.
Bab 1: KSO Secara Umum
Kerja Sama Operasi (KSO) adalah badan yang berbentuk pengaturan bersama antar-anggota KSO yang mengatur bahwa anggota KSO memiliki pengendalian bersama atau memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Anggota KSO sendiri didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan, termasuk bentuk usaha tetap (BUT), yang melakukan perjanjian kerja sama KSO.
Pengertian KSO juga dapat ditemukan dalam berbagai konteks:
• Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020, KSO adalah pengaturan bersama antarpihak yang mengatur bahwa pihak-pihak yang disebut operator bersama memiliki pengendalian bersama atau memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas, yang melakukan penyerahan dan/atau memperoleh barang dan/atau jasa atas nama KSO.
• Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 111 (sebelumnya PSAK 66) tentang Pengaturan Bersama, pengaturan bersama adalah pengaturan di mana dua atau lebih pihak memiliki pengendalian bersama. PSAK 111 membagi pengendalian bersama menjadi dua bentuk: operasi bersama dan ventura bersama. Pengertian operasi bersama dalam PSAK 111 serupa dengan pengertian KSO yang dimuat dalam PMK 79/2024. Operasi bersama adalah pengaturan di mana pihak-pihak yang memiliki pengendalian bersama atas pengaturan tersebut memiliki hak atas aset dan kewajiban terhadap liabilitas terkait dengan pengaturan tersebut.
• Istilah KSO juga kerap ditemukan dalam praktik pengadaan barang dan jasa, terutama terkait dengan jasa konstruksi yang seringkali melibatkan dana atau modal yang besar sehingga membutuhkan kerja sama. Peraturan Pemerintah (PP) 22/2020 s.t.d.d PP 14/2021 tentang Jasa Konstruksi mendefinisikan KSO sebagai kerja sama usaha antar pelaku usaha yang masing-masing mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang jelas berdasarkan perjanjian tertulis.
• Selain itu, istilah KSO juga sering disamakan dengan konsorsium. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsorsium adalah himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha bersama atau kumpulan pedagang dan industriawan atau perkongsian.
Tujuan utama pembentukan KSO umumnya adalah untuk memperluas wilayah usaha, meningkatkan kualitas produk, atau menggarap proyek-proyek besar yang tidak mampu ditangani sendiri oleh satu investor atau perusahaan.
Bab 2: Pembahasan Inti Tema KSO
PMK 79/2024 secara tegas mengatur perlakuan perpajakan KSO dengan membedakan KSO yang wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan yang tidak wajib.
Status Subjek Pajak KSO KSO wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai wajib pajak badan dalam hal perjanjian kerja sama atau pelaksanaan kerja samanya memenuhi salah satu kriteria berikut:
1. Melakukan penyerahan barang dan/atau jasa atas nama KSO.
2. Menerima atau memperoleh penghasilan atas nama KSO.
3. Mengeluarkan biaya atau membayarkan penghasilan kepada pihak lain atas nama KSO.
Jika transaksi dilakukan oleh para anggota KSO untuk dan atas nama masing-masing anggota sendiri, maka KSO yang terbentuk tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai wajib pajak badan. Dalam kasus ini, kewajiban perpajakan dilaksanakan oleh masing-masing anggota KSO.
Sebelum PMK 79/2024, Peraturan Dirjen Pajak PER-04/PJ/2020 telah mendefinisikan KSO sebagai bagian dari entitas badan yang merupakan subjek PPh. Namun, PMK 79/2024 meluruskan interpretasi yang menganggap semua KSO adalah subjek pajak badan. KSO yang memenuhi kriteria di atas dianggap sebagai subjek PPh badan dan wajib melaporkan SPT Tahunan PPh badan.
Kewajiban Pendaftaran NPWP dan PKP
• Tempat Pendaftaran NPWP: KSO harus mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan KSO. Tempat kedudukan ini adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan salah satu Anggota yang berada di wilayah Indonesia dan ditunjuk untuk mewakili KSO (disebut leadfirm) dalam perjanjian kerja sama atau surat penunjukan. Jika KSO telah memiliki NPWP sebelum PMK 79/2024 berlaku namun tempat kedudukannya tidak sesuai, KSO perlu mengajukan pemindahan tempat terdaftar.
• Pengukuhan PKP: KSO wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) jika:
1. Perpindahan brutonya telah melebihi batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (saat ini Rp 4,8 miliar); dan/atau
2. Satu atau lebih Anggota KSO telah dikukuhkan sebagai PKP.
Perlakuan Perpajakan KSO
A. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
• Prinsip Umum: Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh anggota kepada KSO, dan oleh KSO kepada Pelanggan, dikenai PPN atau PPN dan PPnBM sesuai ketentuan yang berlaku.
• Saat Terutang: PPN atau PPnBM terutang pada saat terjadinya penyerahan BKP dan/atau JKP oleh KSO kepada Pelanggan.
• Dasar Pengenaan Pajak (DPP):
◦ Penyerahan Anggota kepada KSO: Menggunakan nilai lain berupa nilai kontribusi yang disepakati oleh setiap Anggota dan dirinci dalam perjanjian kerja sama atau dokumen kesepakatan berdasarkan jenis BKP/JKP yang diserahkan.
◦ Penyerahan KSO kepada Pelanggan: Menggunakan DPP sesuai ketentuan perpajakan pada umumnya (misalnya, harga jual/penggantian).
• Faktur Pajak:
◦ KSO yang merupakan PKP wajib membuat Faktur Pajak kepada Pelanggan.
◦ Anggota yang merupakan PKP wajib membuat Faktur Pajak kepada KSO paling lambat pada saat KSO membuat Faktur Pajak atas penyerahan kepada Pelanggan.
• Pengkreditan Pajak Masukan: Pajak masukan atas perolehan BKP/JKP dapat dikreditkan oleh Anggota atau KSO sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan.
• PPnBM: Dikenakan satu kali pada saat penyerahan dari KSO kepada Pelanggan.
B. Pajak Penghasilan (PPh) Badan
• Kewajiban PPh Badan: KSO yang memenuhi kriteria wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan PPh Badan sejak tahun pajak 2025.
• Penghasilan KSO: Penghasilan yang diterima KSO dari Pelanggan adalah penghasilan bagi KSO. Jenis penghasilan bisa bersifat tidak final atau bersifat final.
• Penentuan Penghasilan Kena Pajak (Untuk PPh tidak final): Penghasilan dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (biaya 3M).
◦ Biaya 3M ini meliputi biaya yang dikeluarkan dan dibebankan sebagai biaya oleh KSO, termasuk biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi Anggota kepada KSO.
◦ Kontribusi Anggota sebagai Penghasilan Anggota: Biaya kontribusi yang dikeluarkan anggota dan dibebankan oleh KSO merupakan penghasilan bagi Anggota. Penghasilan ini diakui saat KSO menerima penghasilan dari Pelanggan dan/atau mengakui pembebanan biaya kontribusi dari Anggota. Penghasilan ini dikenai PPh berdasarkan UU PPh umum bagi subjek pajak dalam negeri, atau PPh Pasal 26 bagi subjek pajak luar negeri.
• Penentuan PPh Final: Jika penghasilan KSO bersifat final (misalnya, jasa konstruksi), biaya 3M (termasuk kontribusi anggota) tidak dapat dibebankan sebagai biaya oleh KSO. Untuk penghasilan dari jasa konstruksi, pemotongan atau penyetoran sendiri PPh dilakukan dengan tarif PPh yang paling tinggi dari Anggota KSO.
• Pembagian Laba/Sisa Hasil Usaha KSO: Laba KSO setelah dikurangi PPh, atau sisa hasil usaha, yang dibagikan kepada Anggota yang merupakan subjek pajak dalam negeri atau BUT, bukan merupakan objek PPh. Namun, wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan sebagai penghasilan non-objek pajak. Bagi Anggota subjek pajak luar negeri, ini merupakan objek pemotongan PPh Pasal 26.
• Kerugian Fiskal: Kerugian fiskal KSO hanya dapat dikompensasikan oleh KSO dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan Anggota.
C. Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh
• KSO yang memenuhi kriteria wajib melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan saat menerima penghasilan, melakukan pembelian atau impor, dan/atau melakukan ekspor yang merupakan objek PPh.
• PPh yang dipotong/dipungut atau dibayar/disetor sendiri oleh KSO merupakan kredit pajak bagi KSO (untuk PPh tidak final) atau pelunasan PPh final bagi KSO (untuk PPh final).
• Penting dicatat bahwa penghasilan Anggota dari kontribusi mereka tidak dipotong dan/atau dipungut PPh oleh KSO, melainkan dikenai PPh berdasarkan UU PPh atau disetor sendiri oleh Anggota jika bersifat final.
D. Kewajiban Pembukuan dan Pelaporan
• KSO wajib menyelenggarakan pembukuan dan pelaporan pajak secara terpisah dari para anggotanya.
• KSO wajib menyampaikan SPT Masa dan SPT Tahunan PPh Badan sebagai entitas tersendiri. SPT Tahunan KSO pertama wajib disampaikan untuk tahun pajak 2025.
• Jika KSO berakhir atau dibubarkan, pelaporan pajak tetap harus dilakukan hingga seluruh kewajiban perpajakan selesai.
Bab 3: Pembahasan Kasus
Contoh 1: KSO Wajib NPWP dan PKP (Proyek Konstruksi Kondominium)
• PTK dan PTL membentuk KSO untuk membangun 10 unit kondominium. KSO telah terdaftar NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP.
• PTK berkontribusi tanah (disepakati 200 miliar), PTL berkontribusi jasa konstruksi (disepakati 100 miliar).
• KSO berhasil menjual 2 unit kondominium kepada Tuan M seharga 40 miliar per unit.
• Perlakuan PPN:
◦ KSO kepada Tuan M: PPN terutang 9,6 miliar (2 unit x 12% x 40 miliar) dan PPnBM terutang 16 miliar (2 unit x 20% x 40 miliar). KSO membuat Faktur Pajak kepada Tuan M.
◦ PTK kepada KSO (Kontribusi Tanah): DPP dihitung dari proporsi penjualan (2/10 unit) dikali nilai kontribusi tanah (200 miliar) = 40 miliar. PPN terutang 4,8 miliar (12% x 40 miliar). PTK membuat Faktur Pajak kepada KSO. PPnBM tidak dikenakan lagi.
◦ PTL kepada KSO (Kontribusi Jasa Konstruksi): DPP dihitung dari proporsi penjualan (2/10 unit) dikali nilai kontribusi jasa konstruksi (100 miliar) = 20 miliar. PPN terutang 2,4 miliar (12% x 20 miliar). PTL membuat Faktur Pajak kepada KSO.
◦ Faktur Pajak dari Anggota ke KSO paling lambat dibuat saat KSO membuat Faktur Pajak ke Pelanggan (tanggal 1 Juli 2025).
• Perlakuan PPh:
◦ Penghasilan KSO dari penjualan kondominium dikenakan PPh Final (2,5% atas penjualan properti). Dalam kasus PPh Final, biaya (termasuk kontribusi anggota) tidak dapat dibebankan oleh KSO.
◦ Kontribusi tanah dan jasa konstruksi merupakan penghasilan bagi PTK dan PTL, diakui saat KSO menerima penghasilan dari pelanggan. PPh final atas penghasilan ini disetor sendiri oleh Anggota.
Contoh 2: KSO Tidak Wajib NPWP dan PKP (Koordinasi EPC)
• PT I dan PT J membentuk KSO hanya sebagai alat koordinasi untuk pekerjaan engineering, procurement, and construction (EPC) dari PT H.
• PT I dan PT J membuat tagihan langsung kepada PT H, dan penghasilan diakui serta pembayaran diterima oleh masing-masing perusahaan secara terpisah.
• Hasil: KSO tidak wajib mendaftarkan diri untuk NPWP dan PKP. Kewajiban perpajakan (PPN dan PPh) tetap melekat pada masing-masing anggota (PT I dan PT J) sesuai dengan proporsi kesepakatan dalam perjanjian KSO. Jika PT I adalah PKP, maka ia wajib menerbitkan Faktur Pajak saat menagih ke PT H. Jika PT J bukan PKP, ia tidak perlu menerbitkan Faktur Pajak.
Bab 4: Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan PMK 79/2024 merupakan langkah positif dalam reformasi perpajakan di Indonesia, khususnya dalam pengaturan entitas non-badan hukum seperti KSO. Peraturan ini tidak hanya memperjelas posisi hukum dan fiskal KSO, tetapi juga memberikan kerangka kerja yang lebih sistematis dengan menyederhanakan dan memperjelas perlakuan pajak KSO. KSO kini secara eksplisit didefinisikan sebagai badan untuk tujuan perpajakan dan diwajibkan untuk memiliki NPWP tersendiri, melakukan pembukuan terpisah, serta memenuhi kewajiban perpajakan sebagai entitas mandiri jika memenuhi kriteria tertentu. Pengaturan ini menciptakan keadilan fiskal serta mempermudah pengawasan dan kepatuhan perpajakan.
Saran
• Bagi Pelaku Usaha: Sangat penting untuk memahami PMK 79/2024 agar dapat menyesuaikan strategi perpajakan dan administrasi bisnis mereka. Desain kontrak KSO sejak awal harus memperhatikan detail transaksi yang dilakukan untuk mencegah potensi multitafsir peraturan dan mengantisipasi isu-isu perpajakan yang mungkin timbul.
• Bagi KSO yang Sudah Ada:
◦ Jika telah memiliki NPWP sebelum PMK 79/2024 berlaku dan memenuhi kriteria: wajib mengajukan pemindahan tempat KSO terdaftar jika belum sesuai, melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP jika belum, melakukan pemungutan PPN/PPnBM sejak masa pajak November 2024, melakukan pemotongan/pemungutan PPh sejak masa pajak Januari 2025, serta menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan PPh sesuai ketentuan PMK 79/2024 sejak tahun pajak 2025.
◦ Jika telah memiliki NPWP sebelum PMK 79/2024 berlaku tetapi tidak memenuhi kriteria: harus mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan pencabutan pengukuhan PKP (jika ada).
• Bagi Pemerintah/Otoritas Pajak: Diharapkan aktif dalam memberikan sosialisasi dan bimbingan teknis agar implementasi PMK ini tidak menimbulkan multitafsir di lapangan. Kantor Pelayanan Pajak juga perlu melakukan penelitian mendalam untuk menentukan apakah suatu KSO merupakan subjek PPh badan atau bukan berdasarkan kontrak, proses bisnis, dan fakta yang sesungguhnya terjadi di lapangan.
Bab 4 Contoh Sesuai PMK 79 Tahun 2024
Berikut adalah contoh-contoh yang mudah dimengerti mengenai perlakuan perpajakan KSO berdasarkan PMK 79/2024, termasuk yang disebutkan dalam lampirannya:
1. KSO yang Wajib Mendaftarkan Diri untuk Memperoleh NPWP dan Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Sebuah KSO wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai Wajib Pajak Badan dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) jika perjanjian kerja sama atau pelaksanaan kerja samanya memenuhi salah satu kriteria berikut:
• Melakukan penyerahan barang dan/atau jasa atas nama KSO.
• Menerima atau memperoleh penghasilan atas nama KSO.
• Mengeluarkan biaya atau membayarkan penghasilan kepada pihak lain atas nama KSO.
Contoh (Berdasarkan Lampiran PMK 79/2024 dan Penjelasan): Misalnya, KSO dibentuk oleh PT A (berlokasi di Kota Mataram, terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar 1) dan PT B (berlokasi di Surabaya Mulyorejo) serta CLTD (perusahaan dari Singapura) untuk melakukan pekerjaan konstruksi di Kota Mataram.
Dalam perjanjian, PTA ditunjuk sebagai leadfirm (pihak yang mewakili KSO). KSO ini akan melakukan penyerahan jasa konstruksi atas nama KSO, menerima penghasilan atas nama KSO, dan/atau mengeluarkan biaya atas nama KSO.
Perlakuan Perpajakan:
• Pendaftaran NPWP: KSO ini wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan leadfirm (dalam hal ini, KPP Jakarta jika leadfirm PTA di Jakarta). Jika pekerjaan dilakukan di lokasi lain (misalnya Jogja), maka KSO juga perlu membuat NPWP cabang (sekarang disebut Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha/NITKU) di lokasi proyek tersebut.
• Pengukuhan PKP: KSO juga wajib dikukuhkan sebagai PKP jika omsetnya telah melebihi batasan pengusaha kecil (Rp4,8 miliar) atau jika salah satu atau lebih anggota KSO (PT A, PT B, CLTD) telah dikukuhkan sebagai PKP.
• Pajak Pertambahan Nilai (PPN):
◦ Saat KSO menyerahkan hasil pekerjaan (misalnya bendungan irigasi) kepada pelanggan, KSO wajib membuat Faktur Pajak atas nama KSO.
◦ Anggota KSO (PT A, PT B, CLTD) yang berkontribusi barang atau jasa kepada KSO juga wajib membuat Faktur Pajak kepada KSO. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan adalah nilai kontribusi yang disepakati. Pembuatan faktur pajak oleh anggota ini dilakukan paling lambat saat KSO membuat faktur pajak kepada pelanggan.
◦ PPN yang dipungut oleh anggota kepada KSO dapat dikreditkan oleh KSO, sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan.
• Pajak Penghasilan (PPh):
◦ Penghasilan yang diterima KSO dari pelanggan dianggap sebagai penghasilan KSO. KSO wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan PPh badan sesuai ketentuan PMK 79/2024 mulai tahun pajak 2025.
◦ KSO wajib menyelenggarakan pembukuan dan menyiapkan laporan keuangan terpisah dari anggotanya.
◦ KSO juga wajib memotong atau memungut PPh (misalnya PPh Pasal 21, Pasal 23) saat melakukan pembayaran kepada pihak lain.
◦ Jika KSO memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, PPh finalnya dihitung dengan tarif PPh tertinggi dari anggota KSO yang terlibat.
◦ Contoh PPh untuk KSO retail: Jika KSO untuk usaha perdagangan (misalnya KSO antara PT M dan PT N) memperoleh omset Rp75 miliar dan biaya Rp63,75 miliar, maka laba KSO adalah Rp11,25 miliar. KSO akan dikenakan PPh badan 22% dari laba ini. Jika ada PPh yang sudah dipungut (misalnya PPh Pasal 22 oleh instansi pemerintah), maka dapat menjadi kredit pajak bagi KSO.
2. KSO yang Tidak Wajib Mendaftarkan Diri untuk Memperoleh NPWP
Jika KSO hanya berfungsi sebagai alat koordinasi dan tidak memenuhi kriteria di atas (yaitu tidak melakukan penyerahan barang/jasa, tidak menerima penghasilan, dan tidak mengeluarkan biaya atas nama KSO), maka KSO tersebut tidak diwajibkan untuk memiliki NPWP atau dikukuhkan sebagai PKP.
Contoh (Berdasarkan Lampiran PMK 79/2024 dan Penjelasan): Misalnya, PT H membuka lowongan untuk pekerjaan engineering, procurement, dan construction. PT I (bidang engineering) dan PT J (bidang construction) bekerja sama membentuk KSO hanya sebagai alat koordinasi. Mereka tidak melakukan transaksi atas nama KSO.
• PT I dan PT J membuat tagihan langsung kepada PT H (pelanggan).
• Penghasilan diakui dan pembayaran diterima masing-masing oleh PT I dan PT J.
• Biaya dikeluarkan masing-masing oleh PT I dan PT J.
Perlakuan Perpajakan:
• NPWP dan PKP: KSO ini tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
• Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Perlakuan PPN mengikuti ketentuan umum sesuai masing-masing anggota. Jika PT I adalah PKP, maka PT I wajib menerbitkan Faktur Pajak saat menagih kepada PT H. Jika PT J bukan PKP, maka PT J tidak perlu menerbitkan Faktur Pajak.
• Pajak Penghasilan (PPh): Penghasilan dan biaya yang terkait dengan kegiatan KSO dihitung, diperhitungkan, dibayar, dan dilaporkan oleh tiap anggota KSO (PT I dan PT J) sesuai dengan proporsi yang disepakati dalam perjanjian kerja sama KSO. Kewajiban pemotongan/pemungutan PPh juga dilaksanakan oleh masing-masing anggota. KSO sendiri tidak perlu melaporkan SPT Tahunan PPh Badan.
Dengan adanya PMK 79/2024, diharapkan tidak ada lagi kerancuan dalam penentuan status subjek pajak KSO dan kewajiban perpajakan yang melingkupinya, sehingga menciptakan keadilan fiskal dan mempermudah pengawasan serta kepatuhan perpajakan.
Kata Penutup
Dengan adanya PMK 79/2024, diharapkan tercipta kepastian hukum yang lebih kuat serta sistem perpajakan yang lebih efektif dan efisien dalam mengatur KSO. Penerapan peraturan ini memerlukan kesiapan teknis dan pemahaman menyeluruh dari pelaku usaha dan aparat pajak untuk memastikan kepatuhan yang optimal dan mendukung iklim bisnis yang kondusif.
0 komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.