Minggu, 24 Agustus 2014

Melemahnya perekonomian kita secara nasional membuat kinerja penerimaan pajak merosot. Untuk dapat mengejar target penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan subtitusi strategi mengalihkan fokus penerimaan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Industri ke pajak penghasilan (PPh) orang pribadi non karyawan.

Data Direktorat Jenderal Pajak menyatakan per tanggal 20 Juni 2014, penerimaan pajak dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan hanya Rp7,96 triliun, tumbuh minus 4,02% dari periode yang sama 2013. Sedangkan, penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan penggalian hanya Rp29,45 triliun atau merosot 1,02% dari periode yang sama tahun lalu.
Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rachmanv menjelaskan bahwa DJP tak bisa lagi mengandalkan penerimaan pajak dari sektor-sektor tersebut, karena kinerjanya tengah melesuh, maka dialihkanlah ke sektor lain.

Mereka yang dikelompokan dalam Wajib Pajak bukan pegawai atau non karyawan ialah tenaga ahli, seperti Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, Aktuaris, Pemain Musik, Pembawa Acara, Penyanyi, Pelawak, Bintang Film, Bintang Sinetron, Bintang Iklan, Sutradara, Foto Model, Peragawan, Pemain Drama, Penari, Pemahat, Pelukis dan Seniman lainnya.
Juga ada Olahragawan, Penasehat dan Pengajar, Pelatih dan Penceramah, Penyuluh dan Moderator, Pengarang, Peneliti, dan Penerjemah, Pembawa Pesanan atau yang menjadi Perantara, Petugas Penjaga Barang Dagangan, Distributor Multilevel Marketing atau Direct Selling maupun kegiatan sejenisnya.
Kajian teoritis memaparkan sebagai berikut, dikarenakan koneksi yuridiksi pemajakan WPDN adalah bersifat personal atau subjektif (baik formal maupun subtansif/ekonomis). Sesuai kebiasaan yang dilakukan kebiasaan internasional mereka dikenakan kewajiban pajak penuh (unlimited tax liability) atas penghasilan secara menyeluruh yang di dapat Wajib Pajak. Semuanya dilakukan secara azas keadilan dengan adanya pengurang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan dengan tarif progresif dalam rangka merealisasikan keadilan vertikal. Sementara itu, karena koneksi yurisdiksi pemajakan Wajib Pajak Luar Negeri adalah sumber penghasilan, maka sesuai kelaziman international mereka dikenakan kewajiban pajak terbatas (limited tax liability) atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia.

Penulis ingin menjelaskan lebih jauh sehubungan dengan pemajakan yang akan di genjot di sektor PPh Bukan Pegawai dan PPh Tenaga Ahli, agar dapat mencerahkan para pembaca majalah ITR.
Bukan Pegawai
Berdasarkan Pasal 1 angka 12 PER-31/PJ/2012 menyatakan bahwa penerimaan penghasilan Bukan Pegawai adalah Orang Pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh 21 atau PPh pasal 26 sebagai imbalan atas jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Pasal 3 (C) PER-31/PJ/2012 menyebut bahwa penerima penghasilan dari jasa bukan pegawai meliputi.
  1. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris.
  2. Pemain Musik, Pembawa Acara, Penyanyi, Pelawak, Bintang Film, Bintang Sinetron, Bintang Iklan, Sutradara, Kru Film, Foto Model, Peragawan/ Pragawati, Pemain Drama, Penari, Pemahat, Pelukis dan Seniman lainnya.
  3. Olahragawan.
  4. Penasehat, Pengajar, Pelatih, Penceramah, Penyuluh, dan Moderator.
  5. Pengarang, Peneliti dan Penterjemah.
  6. Pemberi Jasa dalam segala bidang termasuk Teknik, komputer dan Sistem Aplikasinya, Telekomonikasi, Elektronika, Fotografi, Ekonomi dan Sosial serta Pemberi Kerja kepada suatu Kepanitiaan.
  7. Agen Iklan.
  8. Pengawas atau Pengelola Proyek.
  9. Pembawa pesanan atau yang menemukan lengganan atau yang menjadi perantara.
  10. Petugas penjaja barang dagangan.
  11. Petugas dinas luar asuransi.
  12. Distributor perusahaan Multilevel Marketing atau Direct Selling dan kegiatan sejenisnya.

Berdasarkan PER-31/PJ/2012 pengenaan PPh pasal 21 atas bukan pegawai di bedakan menjadi dua, yaitu:
  1. Tenaga Ahli 
    Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, terdiri dari: Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris. PPh Pasal 21 atas Tenaga Ahli: Dokter yang praktik di RS atau Klinik ( PER 31/PJ 2012). 
    Contoh: 
    Dr Kuswanto merupakan Dokter Spesialis Mata di Rumah Sakit Permata, dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa Dokter yang dibayar pasien dipotong 20% sebagai bagian dari penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dibayarkan kepadanya tiap akhir bulan
    Dalam semester pertama tahun 2013, Jasa Dokter yang dibayarkan atas tindakan Dr Kuswanto pada tabel diatas 
    Apabila Dr Kuswanto belum memiliki NPWP maka PPh 21 terutangnya adalah sebesar 120% dari PPh 21. (Lebih tinggi 20% dari yang memiliki NPWP).
     
Contoh: 1
Bulan
Jasa Dokter dari Pasien

Januari


 Januari
Rp30.000.000,00

Februari
   Rp30.000.000,00

Maret
Rp25.000.000,00

April
Rp40.000.000,00

Mei
Rp30.000.000,00

Juni
Rp25.000.000,00

Jumlah
Rp 180.000.000




(1)
(2)
3= 50%x (2)
(4)
 (5)
(6)


50% x Jasa
Kumulatif
Tarif
PPh 21
Bulan
Jasa Dokter dari Pasien
DPP Ps 21
DPP Ps 21
PPh
Terutang
Januari
Rp30.000.000,00
Rpl 5.000.000,00
Rpl 5.000.000,00
5%
Rp750.000,00
Febuari
Rp30.000.000,00
Rp15.000.000,00
Rp30.000.000,00
5%
Rp750.000,00
Maret
Rp25.000.000,00
Rp12.500.000,00
Rp42.500.000,00
5%
Rp625.000,00
April
Rp40.000.000,00
Rp7.500.000,00
Rp50.000.000,00
5%
Rp375.000,00


Rp 12.500.000,00
Rp62.500.000,00
15%
Rp 1.875.000,00
Mei
Rp30.000.000,00
Rpl 5.000.000,00
Rp77.500.000,00
15%
Rp2.250.000,00
Juni
Rp25.000.000,00
Rp12.500.000,00
Rp90.000.000,00
15%
Rpl.875.000,00
Jumlah
Rp180.000.000,00
Rp90.000.000,00

Rp8.500.000,00


  1. Selain Tenaga Ahli 
    Dengan diberlakukannya PPh 21 bagi bukan pegawai selain Tenaga Ahli (berdasarkan PER-31) 
    Penghasilan Berkesinambungan yang diterima oleh bukan pegawai dari pemotong PPh 21 secara berkesinambungan dalam 1 tahun kalender. PPh 21 bukan pegawai (selain tenaga ahli) sebagaimana tersebut di atas yang memenuhi syarat yaitu: telah mempunyai NPWP, hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong Pajak, dan tak memperoleh penghasilan lainnya. Tarif Pasal 17 1 UU PPh berlaku atas jumlah kumulatif PKP sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP yang dihitung secara bulanan. Apabila bukan pegawai selain tenaga ahli tersebut memiliki NPWP tidak memenuhi syarat: Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong pajak dan tidak memperoleh penghasilan lainnya. PPh 21 dikenakan berdasarkan tariff PPh pasal 17 ayat 1 (A), UU PPh dikalikan jumlah kumulatif bruto (tanpa pengurangan PTKP. Jika bukan pegawai penerima penghasilan tersebut tidak memiliki NPWP maka tarif pemotong lebih tinggi 20% dari tarif normal. Untuk dapat memperoleh pengurang PTKP, penerima penghasilan bukan pegawai harus menyerahkan foto copy kartu NPWP dan bagi wanita kawin harus menyerahkan foto copy kartu NPWP suami serta foto copy Surat Nikah dan Kartu Keluarga.
    Apabila bukan pegawai selain Tenaga Ahli (memiliki NPWP) menerima penghasilan sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang menumpuknya tidak bersifat berkesinambungan:
    PPh 21 dikenakan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat 1 UU PPh atas jumlah penghasilan bruto (tanpa pengurang PTKP). Jika bukan pegawai penerima penghasilan tidak memiliki NPWP maka tarif pemotongan lebih tinggi 20% dari tarif normal.
    Yanuardi, SE, M,Si, BKP, adalah seorang pembicara pajak yang memberikan pelatihan perpajakan pada suatu seminar sehari yang diselenggarakan oleh Yayasan LPAM Trisakti. Honorarium yang dibayar sebesar Rp2.500.000 per hari.
    PPh 21 yang terutang= Rp2.500.000 x 5% = Rpl 25.000.
    Ketentuan pengenaan PPh 21 atas bukan pegawai selanjutnya diubah berdarkan PER 57/PJ/2009 tentang perubahan PER 31/PJ/2009 tentang perubahan PER 31/PJ/2009. Dengan diadakannya PER-57, perlakuan PPh pasal 21 untuk tenaga ahli perlakuan pajaknya dipersamakan, kesimpulannya sebagaimana tabel disamping ini.
    Tabel: 1
    Sifat Penerima Imbalan
    Perlakuan PPh 21 Berdasarkan PER 57 yang Mengubah PER 31
    Berkesinambungan
    Berkesinambungan tidak memenuhi syarat pasal 13(1) dan (2) PER-31.
    Tidak berkesinambungan
    Kumulatif 50% imblan bruto PTKP Perbulan (**).
    Kumulatif 50% imblan bruto.
    50% imbalan bruto

    lainnya (Pasal 13 ayat 1 PER-31). • Menyerahkan copy NPWP, sedangkan bagi wanita kawin harus menyerahkan copy NPWP suami, surat nikah serta kartu keluarga.
    Semoga fokus terhadap penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dari sektor non karyawan tetap dapat menaikan dan mengejar target penerimaan pajak yang sudah dicanangkan pemerintah.
    Sebagaimana yang telahkita pahami bahwa sejatinya penerimaan pajak tujuan akhir dari pembangunan ekonomi suatu negara adalah tercapainya kesejahteraan hidup masyarakat yang meningkat dari waktu ke waktu (welfaresustainable). Tujuan di capainya dengan segenap pemanfaatan sumber daya keuangan negara yang ada dan diimbangi dengan kebijakan pemerintah yang relevan dalam hal ini kebijakan perpajakan tentunya.
    Bagi Bangsa Indonesia, kesejahteraan hidup bangsa sudah dituangkan dan diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini, konsep kesejahteraan Indonesia berdasarkan pada paham demokrasi Indonesia, dimana kemakmuran individu. Bagi Indonesia kesejahteraan sosial menempati posisi sentral dalam kemerdekaan Indonesia.
    Dalam UUD 1945 yang bejudul kesejahteraan sosial, maka dalam konteks ini semua aktivitas maupun kebijakan pemerintah hendaknya bertujuan untuk kesejahteraan sosial. Demikian pula dengan kebijakan perpajakan, dalam hal ini PPh atas non Karyawan. Semoga demikian adanya
Oleh:
Irwan Wisanggeni,SE, M.Si, BKP,
Dosen STIETRISAKTI
Indonesian Tax Review - Volume VII/Edisi 16/2014

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.