Selasa, 27 Oktober 2015



Kasus :
Perusahaan kami sedang melakukan pembangunan sebuah gedung untuk perkantoran dengan jasa arsitek dari singapore, dimana membutuhkan waktu kurang lebih 4 tahun untuk pembangunannya.

Dalam hal ini fee yang ditagihkan berdasarkan progres penyelesaian.

Selama ini kami kenakan pph pasal 26 dengan tarif 0% (Karena memiliki COD) seluruh pekerjaan disain dilakukan di sangpore dan setiap 2 minggu sekali mereka meeting di jakarta untuk membahas hal teknis dengan time test 90 hari / tahun sehingga tidak termasuk menjadi BUT.

PPN Jasa Luar Negeri selalu dibayarkan. Akan tetapi dengan profress konstruksi yang sedang berjalan memasuki tahun kedua, perusahaan kami membutuhkan supervise salah satu orang dari mereka, sehingga diputuskan salah satu dari mereka akan stay di indonesia kurang lebih 183 hari.

Mereka akan menchage kita salar orang tersebut.

Daam hal ini proses perijinan kerja diatas namakan perusahaan kami dikarenakan mereka tidak memeiliki kantor di indonesia.

Pertanyaan saya :
Atas tagihan salary apakah akan langsung dikenakan tarif PPH Pasal 21 sebesar 20% atau digolongkan sebagai tenaga ahli sehingga dianggap subjek pajak dalam negeri dengan tarif 50% x DPP x Tarif Progresive atau perhitungannya seperti karyawan biasa karena kaan tinggal kurang dari 183 hari ?

Apakah ada implikasi PPN JLN ?

SOLUSI :
Dalam kasus yang saudara ajukan mengandung dua poko permasalahan :
1. Perlakuan pajak atas perusahaan yang memerbikan jasa disain
2. Perlakukan atas gaji dari karyawan tersebut.

Pada saat salah satu karyawan perusahana asing berada di indonesia lebihd ari 90 hari dalam masa 12 bulan maka perusahaan dimaksudn dianggap memiliki BUT. BUT Dikenai PPH sesuai tarif pasal 17 a dan 6 UU PPH. Disamping itu atas laba setelah pajak dikenai PPh sebesar 15% sesuai dengan ketentuan dalam protocol paragraph 3 dari P3B antara indonesia dan singapura.

Perlakuan pajak atas gaji karyawn nya tergantung statusnya. Apakah sebagai subjek pajak dalam negeri atau luar negeri ?
Bialyang bersangkutan berada di indonesia seperti yang disebutkan maka dikenakan sebagai subjek pajak dalam negeri.

Namun harus diingat bahwa sebelum berada din indonesia dia adalah Sinjek Pajaka Dalam Negeri Singapura, sehingga timbul masalah dual Residence, yang berdasarkan P3B Indonesia singapura harus dipecahakan melalui mekanisme pasal 4 ayat 2 dari P3B

Bila dalam penerapan ketentuan Pasal 4 Ayat 2 ditetapkan bahwa dia adalah subjek pajak luar negeri maka gajinya dipotong PPH Pasal 26 sebesar 20%


Diringkas dari ITR - Volume VIII/Edisi 17/2015

0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.