RESTITUSI
DASAR HUKUM
- Undang-undang PPN Nomor 42 Tahun 2009
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pengembalian Kelebihan PPN/PPnBM
PKP HANYA DAPAT MENGAJUKAN
PERMOHONAN PENGEMBALIAN (RESTITUSI) PADA AKHIR TAHUN BUKU
- Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke Masa
Pajak berikutnya.
- PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian
atas kelebihan Pajak (restitusi) pada akhir tahun buku. Bagi PKP Orang Pribadi yang dikecualikan
dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah
tahun kalender.
PEMERIKSAAN DAN SKP
- Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak
yang diajukan oleh PKP selain:
- PKP Kriteria tertentu (Pasal 17 C UU KUP),
- PKP yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 17 D UU KUP),
- PKP Resiko rendah (Pasal 9 ayat 4C UU PPN).
- Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan Pajak harus menerbitkan SKP paling lama 12 bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan Pajak
diterima. Jangka
waktu 12 bulan ini tidak berlaku dalam hal terhadap PKP sedang
dilakukanpemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
- Apabila setelah melampaui jangka waktu 12
bulan tersebut Direktur Jenderal
Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan paling
lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.;
LINGKUP PEMERIKSAAN
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi :
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi :
1.
Pemeriksaan lapangan, Pemeriksaan
Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat
diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal
Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
2.
Pemeriksaan kantor. Dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib
Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai
dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
HASIL PEMERIKSAAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi :
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi :
·
kurang bayar,
·
lebih bayar,
·
atau nihil.
PEMBEBASAN PPN IMPORT DAN PPH IMPORT DAN PPH PENJUALAN
Surat Keterangan Bebas (SKB) dari
Pemotongan Pajak
Surat
Keterangan Bebas (SKB) diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas
pemotongan dan/atau pemungutan baik untuk jenis PPh maupun PPN. Dalam
pembahasan selanjutnya, penulis hanya akan membahas mengenai SKB atas PPh,
sedangkan SKB PPN akan dibahas di lain kesempatan.
SKB
dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Wajib Pajak dapat diajukan oleh Wajib
Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang
Pajak Penghasilan karena:
a. Mengalami kerugian fiskal;
b. Berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
c. Pajak Penghasilan yang telah dan akan
dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang;
d. Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya
dikenakan pajak bersifat final,
Jenis-Jenis SKB dari Pemotongan PPh
SKB
dari Pemotongan PPh dapat diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas
permohonan dari Wajib Pajak untuk mendapatkan pembebasan dari Pemotongan
dan/atau Pemungutan PPh atas jenis pajak:
1. Pemotongan PPh Pasal 21
2. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh:
·
Bendahara
·
Pedagang Pengumpul dan Untuk Industri
Tertentu
·
Impor
3. Pemotongan PPh Pasal 23
4. Pemotongan PPh Final, atas:
·
Bunga Deposito dan Tabungan serta
Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan.
·
Penghasilan dari pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan bagi Wajib Pajak
yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan. Wajib Pajak yang Berhak Mendapatkan SKB dari Pemotongan PPh
SKB Atas PP No. 46 Tahun 2013
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 mengatur mengenai tata cara
pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang
berlaku secara umum. Sedangkan
Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013 adalah tata cara pengajuan
permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang
berlaku khusus untuk Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang dikenakan
PPh final sebesar 1% atas peredaran bruto, sesuai dengan ketentuan PP Nomor 46
Tahun 2013.
Tata Cara Pengajuan SKB dari Pemotongan
PPh Bagi Wajib Pajak Yang Dikenakan PPh Sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013
Bagi
Wajib Pajak yang memiliki penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final sesuai
dengan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013, tata cara pengajuan permohonon
pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPhnya diatur dalam ketentuan
Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013.
Permohonan
pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh bagi Wajib Pajak yang
dikenakan PPh Final sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 harus diajukan secara tertulis
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT
Tahunan PPh dengan syarat:
1. Telah
menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan
permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada tahun pajak sebelum
tahun pajak diajukannya SKB.
2. Menyerahkan
surat pernyataan yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau
diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenakan PPh bersifat final dan bagi
Wajib Pajak yang terdaftar pada tahun pajak yang sama dengan tahun pajak
diajukannya SKB harus disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan
sampai bulan sebelum diajukannya SKB.
3. Menyerahkan
dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat
Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung
sejenis lainnya.
4.
Permohonan ini diajukan untuk setiap
pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22
impor, dan/atau Pasal 23 dan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak
atau apabila ditandatangani oleh Kuasa sesuai ketentuan Pasal 32 UU KUP, harus
dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Jangka Waktu Penerbitan SKB dari
Pemotongan PPh oleh Kantor Pelayanan Pajak
Atas
permohonon pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang diajukan
oleh Wajib Pajak ini harus diterbitkan keputusan (baik berupa Surat Keterangan
Bebas atau surat penolakan) oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka
waktu paling lama 5 hari kerja sejak
permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu 5 hari
ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak masih belum memberikan keputusan, maka
permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan dalam 2 hari kerja harus sudah
diterbitkan SKB-nya.
Legalisasi Fotokopi SKB
Untuk
mendapatkan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan ketika Wajib Pajak
melakukan transaksi dengan pihak Pemotong dan/atau Pemungut Pajak, maka Wajib
Pajak yang telah mendapatkan SKB PPh ini harus menyerahkan kepada Pemotong
dan/atau Pemungut Pajak fotokopi SKB PPh yang telah dilegalisasi oleh Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunannya.
Untuk
mendapatkan legalisasi atas fotokopi SKB ini, Wajib Pajak harus mengajukan
secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan syarat:
1.
Menunjukkan SKB PPh yang telah
diperoleh dari KPP;
2.
Menyerahkan bukti penyetoran PPh yang
bersifat final sesuai ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk setiap transaksi
yang akan dilakukan dengan pemotong dan/atau pemungut berupa SSP lembar ke-3
yang telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Penyerahan
bukti penyetoran PPh yang bersifat final ini tidak diperlukan untuk transaksi
yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 atas:
·
Impor;
·
Pembelian bahan bakar minyak, bahan
bakar gas, dan pelumas;
·
Pembelian hasil produksi industri
semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;
·
Pembelian kendaraan bermotor di dalam
negeri.
3.
Mengisi identitas Wajib Pajak pemotong
dan/atau pemungut PPh dan nilai transaksi pada kolom yang tercantum dalam SKB
(di ketentuan ini tidak disebutkan apakah diisi pada SKB yang asli atas
fotokopi, namun prakteknya adalah pada SKB yang telah difotokopi).
4.
Fotokopi SKB ini diajukan dalam rangkap
3 (tiga), yang peruntukkannya adalah untuk KPP tempat Wajib Pajak menyampaikan
SPT Tahunan PPh, untuk diserahkan kepada Wajib Pajak Pemotong/Pemungut Pajak,
dan untuk diserahkan kepada KPP tempat pemotong dan/atau pemungut terdaftar.
5.
Jangka waktu proses legalisasi fotokopi SKB
ini dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) hari
kerja sejak permohonan legalisasi diterima lengkap.
PEMBAYARAN KEPADA AGENT SEBAGAI WAKIL DR LN
Bentuk
Usaha Tetap Sebagai Subjek Penghasilan
A.
Istilah Bentuk Usaha Tetap
Sebelumnya istilah yang digunakan bukan bentuk
usaha tetap, tetapi pendirian tetap. Alasan diubah yaitu karena istilah
pendirian tetap lebih berkonotasi kepada pendapat atau pemikiran bukan kepada
bentuk usaha.
B.
Ketentuan Perpajakan yang Bertalian dengan Bentuk Usaha Tetap
• UU No. 6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 16 Tahun
2000. Ketentuan yang menyangkut antara lain tentang Kewajiban pendaftaran,
prosedur pembayaran dan penyetoran pajak, prosedur pengisian dan penyampaian
surat pemberitahuan (SPT), prosedur keberatan, dan lainya.
• UU No. 7 tahun 1983 diubah dengan UU No. 17 Tahun
2000. Berisi tentang pengertian bentuk usaha tetap, objek pajak bentuk usaha
tetap, biaya-biaya yang boleh dikurangkan, alokasi biaya kantor pusat dan
pembayaran kantor puat yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya, wajib pajak
pribadi orang dalam negeri, dan lainya.
• Peraturan pelaksana lainya.
C.
Pengertian dan Tipe Bentuk Usaha Tetap
Yaitu bentuk usaha:
· yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
· atau
oleh badan yang tidak didirikan atau berkedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia. Tempat usaha tersebut haruslah permanen.
Syarat-syarat bentuk usaha tetap:
· Adanya
tempat usaha;
· Usaha
yang dilakukan harus permanen;
· Adanya
sifat ketergantungan.
Bentuk tipe usaha tetap:
· Tipe
Aset, berupa gedung kantor, bengkel, pabrik, tanah pertanian, peternakan,
pertambangan, dan sumber alam.
· Tipe
Aktivitas, berupa proyek konstruksi, proyek instalasi, dan pemberian jasa.
· Tipe
Agen, berupa orang pribadi atau badan yang bertindak sebagai agen dari
perusahaan luar negeri yang kedudukanya tidak bebas.
· Tipe
Asuransi, berupa agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di suatu negara yang menerima premi
asuransi atau menanggung resiko di negar itu.
D.
Kewajiban Perpajakan Bentuk Usaha Tetap
•
Alasan bentuk usaha tetap sebagai
subjek pajak adalah untuk menggantikan subjek pajak luar negeri yang punya
bentuk usaha tetap agar memudahkan pemungutan pajak terhadap subjek pajak luar
negeri yang bersangkutan. Jadi bentuk
usaha tetap adalah subjek pajak substitusi atau disebut sebagai subjek pajak
palsu.
•
Alternatif untuk menjadi bentuk usaha
tetap yang tidak sebagai subjek pajak yaitu subjek pajak luar negeri yang
melakukan usaha di Indonesia melalui bentuk usaha tetap menyampaikan surat
pemberitahuan tahunan.
•
Dikenakan wajib pajak pada saat orang
pribadi atau badan luar negeri punya hubungan ekonomis dengan Indonesia melalui
bentuk usaha tetap, yaitu menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber
penghasilan di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.