Rabu, 18 Mei 2016

RESTITUSI
DASAR HUKUM
  1. Undang-undang PPN Nomor 42 Tahun 2009
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan PPN/PPnBM
PKP HANYA DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN (RESTITUSI) PADA AKHIR TAHUN BUKU
  1. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
  2. PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak (restitusi) pada akhir tahun buku. Bagi PKP Orang Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender.
PEMERIKSAAN DAN SKP
  1. Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh PKP selain:
    1. PKP Kriteria tertentu (Pasal 17 C UU KUP),
    2. PKP yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 17 D UU KUP),
    3. PKP Resiko rendah (Pasal 9 ayat 4C UU PPN).
  2. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak harus menerbitkan SKP paling lama 12 bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan Pajak diterima. Jangka waktu 12 bulan ini tidak berlaku dalam hal terhadap PKP sedang dilakukanpemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
  3. Apabila setelah melampaui jangka waktu 12 bulan tersebut Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.;
LINGKUP PEMERIKSAAN
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi
:
1.       Pemeriksaan lapangan, Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
2.       Pemeriksaan kantor. Dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
HASIL PEMERIKSAAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi :
·         kurang bayar,
·         lebih bayar,
·         atau nihil.



PEMBEBASAN PPN IMPORT DAN PPH IMPORT DAN PPH PENJUALAN
Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Pemotongan Pajak
Surat Keterangan Bebas (SKB) diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pemotongan dan/atau pemungutan baik untuk jenis PPh maupun PPN. Dalam pembahasan selanjutnya, penulis hanya akan membahas mengenai SKB atas PPh, sedangkan SKB PPN akan dibahas di lain kesempatan.
SKB dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Wajib Pajak dapat diajukan oleh Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena:
a.   Mengalami kerugian fiskal;
b.   Berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
c.   Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang;
d.    Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final,

Jenis-Jenis SKB dari Pemotongan PPh
SKB dari Pemotongan PPh dapat diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas permohonan dari Wajib Pajak untuk mendapatkan pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh atas jenis pajak:
1.    Pemotongan PPh Pasal 21
2.    Pemungutan PPh Pasal 22 oleh:
·         Bendahara
·         Pedagang Pengumpul dan Untuk Industri Tertentu
·         Impor
3.    Pemotongan PPh Pasal 23
4.    Pemotongan PPh Final, atas:
·         Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
·         Penghasilan dari pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan bagi Wajib Pajak  yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Wajib Pajak yang Berhak Mendapatkan SKB dari Pemotongan PPh

SKB Atas PP No. 46 Tahun 2013
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang berlaku secara umum. Sedangkan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013 adalah tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang berlaku khusus untuk Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang dikenakan PPh final sebesar 1% atas peredaran bruto, sesuai dengan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013.

Tata Cara Pengajuan SKB dari Pemotongan PPh Bagi Wajib Pajak Yang Dikenakan PPh Sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013
Bagi Wajib Pajak yang memiliki penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final sesuai dengan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013, tata cara pengajuan permohonon pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPhnya diatur dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013.
Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh bagi Wajib Pajak yang dikenakan PPh Final sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 harus diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan syarat:
1.       Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada tahun pajak sebelum tahun pajak diajukannya SKB.
2.       Menyerahkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenakan PPh bersifat final dan bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada tahun pajak yang sama dengan tahun pajak diajukannya SKB harus disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai bulan sebelum diajukannya SKB.
3.       Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.
4.       Permohonan ini diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau apabila ditandatangani oleh Kuasa sesuai ketentuan Pasal 32 UU KUP, harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.

Jangka Waktu Penerbitan SKB dari Pemotongan PPh oleh Kantor Pelayanan Pajak
Atas permohonon pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang diajukan oleh Wajib Pajak ini harus diterbitkan keputusan (baik berupa Surat Keterangan Bebas atau surat penolakan) oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu 5 hari ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak masih belum memberikan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan dalam 2 hari kerja harus sudah diterbitkan SKB-nya.

Legalisasi Fotokopi SKB
Untuk mendapatkan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan ketika Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak Pemotong dan/atau Pemungut Pajak, maka Wajib Pajak yang telah mendapatkan SKB PPh ini harus menyerahkan kepada Pemotong dan/atau Pemungut Pajak fotokopi SKB PPh yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunannya.
Untuk mendapatkan legalisasi atas fotokopi SKB ini, Wajib Pajak harus mengajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan syarat:
1.       Menunjukkan SKB PPh yang telah diperoleh dari KPP;
2.       Menyerahkan bukti penyetoran PPh yang bersifat final sesuai ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk setiap transaksi yang akan dilakukan dengan pemotong dan/atau pemungut berupa SSP lembar ke-3 yang telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Penyerahan bukti penyetoran PPh yang bersifat final ini tidak diperlukan untuk transaksi yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 atas:
·         Impor;
·         Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
·         Pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;
·         Pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri.
3.       Mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut PPh dan nilai transaksi pada kolom yang tercantum dalam SKB (di ketentuan ini tidak disebutkan apakah diisi pada SKB yang asli atas fotokopi, namun prakteknya adalah pada SKB yang telah difotokopi).
4.       Fotokopi SKB ini diajukan dalam rangkap 3 (tiga), yang peruntukkannya adalah untuk KPP tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, untuk diserahkan kepada Wajib Pajak Pemotong/Pemungut Pajak, dan untuk diserahkan kepada KPP tempat pemotong dan/atau pemungut terdaftar.
5.        Jangka waktu proses legalisasi fotokopi SKB ini dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja sejak permohonan legalisasi diterima lengkap.



PEMBAYARAN KEPADA AGENT SEBAGAI WAKIL DR LN

Bentuk Usaha Tetap Sebagai Subjek Penghasilan
A. Istilah Bentuk Usaha Tetap
Sebelumnya istilah yang digunakan bukan bentuk usaha tetap, tetapi pendirian tetap. Alasan diubah yaitu karena istilah pendirian tetap lebih berkonotasi kepada pendapat atau pemikiran bukan kepada bentuk usaha.

B. Ketentuan Perpajakan yang Bertalian dengan Bentuk Usaha Tetap
• UU No. 6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000. Ketentuan yang menyangkut antara lain tentang Kewajiban pendaftaran, prosedur pembayaran dan penyetoran pajak, prosedur pengisian dan penyampaian surat pemberitahuan (SPT), prosedur keberatan, dan lainya.
• UU No. 7 tahun 1983 diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000. Berisi tentang pengertian bentuk usaha tetap, objek pajak bentuk usaha tetap, biaya-biaya yang boleh dikurangkan, alokasi biaya kantor pusat dan pembayaran kantor puat yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya, wajib pajak pribadi orang dalam negeri, dan lainya.
• Peraturan pelaksana lainya.

C. Pengertian dan Tipe Bentuk Usaha Tetap
Yaitu bentuk usaha:
·   yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
·   atau oleh badan yang tidak didirikan atau berkedudukan di Indonesia untuk  menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Tempat usaha tersebut haruslah permanen.
Syarat-syarat bentuk usaha tetap:
·   Adanya tempat usaha;
·   Usaha yang dilakukan harus permanen;
·   Adanya sifat ketergantungan.
Bentuk tipe usaha tetap:
·   Tipe Aset, berupa gedung kantor, bengkel, pabrik, tanah pertanian, peternakan, pertambangan, dan sumber alam.
·   Tipe Aktivitas, berupa proyek konstruksi, proyek instalasi, dan pemberian jasa.
·   Tipe Agen, berupa orang pribadi atau badan yang bertindak sebagai agen dari perusahaan luar negeri yang kedudukanya tidak bebas.
·   Tipe Asuransi, berupa agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di suatu negara yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di negar itu.

D. Kewajiban Perpajakan Bentuk Usaha Tetap
         Alasan bentuk usaha tetap sebagai subjek pajak adalah untuk menggantikan subjek pajak luar negeri yang punya bentuk usaha tetap agar memudahkan pemungutan pajak terhadap subjek pajak luar negeri yang bersangkutan.  Jadi bentuk usaha tetap adalah subjek pajak substitusi atau disebut sebagai subjek pajak palsu.
         Alternatif untuk menjadi bentuk usaha tetap yang tidak sebagai subjek pajak yaitu subjek pajak luar negeri yang melakukan usaha di Indonesia melalui bentuk usaha tetap menyampaikan surat pemberitahuan tahunan.
         Dikenakan wajib pajak pada saat orang pribadi atau badan luar negeri punya hubungan ekonomis dengan Indonesia melalui bentuk usaha tetap, yaitu menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber penghasilan di Indonesia.



0 komentar:

Posting Komentar

Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.