I. RINGKASAN EKSEKUTIF DAN FOKUS STRATEGIS
Laporan ini ditujukan untuk memberikan jalan keluar yang spesifik dan berbasis hukum bagi ahli waris yang tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta potensi tunggakan Pajak Penghasilan (PPh) Pewaris, agar proses balik nama aset warisan (tanah dan bangunan) dapat dilakukan.
Strategi yang direkomendasikan berfokus pada dua pilar utama yang harus dijalankan secara paralel:
Pilar I: Pembebasan BPHTB (Pajak Daerah): Mencapai pembebasan BPHTB secara penuh (100%) melalui pemanfaatan kebijakan khusus pemerintah daerah (Perda/Pergub) atau melalui permohonan pengurangan pajak karena keterbatasan sosial-ekonomi (kondisi tidak mampu). BPHTB harus menjadi prioritas karena merupakan prasyarat mutlak untuk proses balik nama di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Pilar II: Mitigasi PPh (Pajak Pusat): Melindungi ahli waris dari kewajiban tunggakan PPh Pewaris dengan memanfaatkan prinsip Kedaluwarsa Penetapan Pajak yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Ahli waris harus memprioritaskan penyelesaian BPHTB di tingkat Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) sebelum mengajukan proses administrasi PPh di KPP Pratama.
II. PENDALAMAN PRINSIP DASAR HUKUM PERPAJAKAN WARISAN
Untuk memahami strategi pembebasan, perlu dipastikan status hukum warisan dalam dua jenis pajak yang relevan: PPh (Pajak Pusat) dan BPHTB (Pajak Daerah).
A. Status Warisan dalam Pajak Penghasilan (PPh)
Secara umum, harta warisan yang diterima oleh ahli waris adalah bukan objek PPh. Namun, pengecualian ini memiliki syarat yang ketat, yang kemudian menjadi masalah inti dalam dua skenario yang diajukan oleh klien.
Dasar Pengecualian PPh: Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2, harta yang diterima oleh ahli waris bukan merupakan objek PPh.
1 Kewajiban Pewaris: Pengecualian tersebut hanya berlaku jika harta yang diwariskan tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pewaris dan pajak yang terutang (jika ada) telah dilunasi.
1 Jika syarat ini tidak terpenuhi, risiko kewajiban PPh Pewaris akan jatuh kepada ahli waris sebagai entitas yang menerima harta.
B. Status Warisan dalam Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perbuatan hukum perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. BPHTB diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Warisan Sebagai Objek Pajak: Warisan secara tegas merupakan objek BPHTB. Hal ini diatur dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a angka 6 UU HKPD, yang menyebutkan bahwa perolehan hak karena waris termasuk dalam objek BPHTB.
3 Kewajiban Ahli Waris: BPHTB terutang oleh ahli waris pada saat pendaftaran pewarisan hak di Kantor Pertanahan. Oleh karena itu, ahli waris wajib membayar BPHTB sebelum proses balik nama (sertifikasi) dapat diselesaikan. Kegagalan melunasi BPHTB akan menghambat total proses balik nama, terlepas dari kondisi finansial ahli waris.
III. JALAN KELUAR TUNTAS BPHTB: MENGAMANKAN PEMBEBASAN PENUH
Untuk mencapai pembebasan penuh BPHTB, ahli waris harus mengoptimalkan tiga tingkatan keringanan yang tersedia dalam peraturan perpajakan daerah, dengan fokus pada kondisi ketidakmampuan finansial.
A. Strategi 1: Memaksimalkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Warisan
NPOPTKP adalah batas nilai yang tidak dikenakan BPHTB. UU HKPD memberikan NPOPTKP yang lebih tinggi untuk warisan dibandingkan transaksi jual beli biasa.
Dasar Hukum: Berdasarkan Pasal 44 ayat (4) UU HKPD, NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris ditetapkan paling sedikit Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
3 Implikasi: NPOPTKP ini jauh lebih besar daripada NPOPTKP umum (yang minimal Rp80.000.000).
3 Jika Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) properti tersebut Rp300 Juta atau kurang, BPHTB yang terutang otomatis menjadi nol. Jika NPOP melebihi batas ini, BPHTB terutang dihitung dari selisihnya: $5\% \times (\text{NPOP} - \text{NPOPTKP})$.4
B. Strategi 2: Mengajukan Pembebasan 100% Berdasarkan Kebijakan Khusus Kepala Daerah
Ini adalah solusi terbaik untuk mencapai pembebasan penuh sesuai permintaan. Kewenangan ini didasarkan pada otonomi daerah untuk memberikan keringanan pajak demi tujuan sosial-ekonomi.
Kewenangan Daerah: Kepala Daerah (Gubernur/Walikota) berhak memberikan pembebasan pajak daerah, termasuk BPHTB, berdasarkan kebijakan publik atau alasan sosial.
5 Model Kebijakan Pembebasan (Contoh DKI Jakarta): Ahli waris harus mengecek regulasi daerah properti berada. Sebagai contoh yang ideal, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 23 Tahun 2023 memberikan Pembebasan BPHTB sebesar 100% bagi Wajib Pajak orang pribadi atas Perolehan Hak Pertama Kali (termasuk waris) dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (Dua Miliar Rupiah).
6 Langkah Kritis: Jika properti terletak di daerah dengan peraturan serupa, ahli waris harus segera mengajukan permohonan pembebasan 100% tersebut ke Bapenda setempat.
C. Strategi 3: Permohonan Pengurangan BPHTB Karena Keterbatasan Finansial
Jika NPOP properti melebihi batas kebijakan 100% daerah (misalnya di atas Rp2 Miliar), atau jika daerah tidak memiliki kebijakan pembebasan 100% sama sekali, ahli waris harus mengajukan permohonan Pengurangan BPHTB. Pengurangan ini dapat mencapai persentase tinggi karena alasan keterbatasan sosial-ekonomi Wajib Pajak.
Landasan Administratif: Prosedur ini diatur oleh Peraturan Kepala Daerah atau Keputusan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Bapenda) setempat.
8 Kunci Pembuktian (The Leverage): Kekuatan permohonan pengurangan terletak pada bukti kesulitan ekonomi ahli waris. Dokumen krusial yang harus dilampirkan adalah Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang sah dari Lurah atau Kepala Desa.
9 SKTM berfungsi sebagai bukti hukum yang memaksa Kepala Daerah untuk mempertimbangkan diskresi pengurangan pajak berdasarkan kondisi kemanusiaan.Prosedur Pengurangan: Ahli waris harus mengajukan Surat Pengajuan Pengurangan BPHTB kepada Kepala Bapenda, melampirkan SKTM dan salinan Surat Ketetapan BPHTB (SKP BPHTB) awal yang telah diterbitkan.
8 Bapenda akan menelaah dan menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan BPHTB yang menetapkan besarnya pengurangan yang disetujui (misalnya 75%, 90%, atau mendekati 100%).8
IV. ANALISIS RISIKO PPh PEWARIS DAN PERISAI KEDALUWARSA PAJAK
Permintaan klien menekankan bahwa ahli waris tidak mampu membayar PPh. Risiko PPh di sini muncul dari potensi tunggakan kewajiban PPh Pewaris yang harus dilunasi ahli waris sebelum proses administrasi warisan dapat diselesaikan.
A. Prinsip Kedaluwarsa Penetapan Pajak (Perisai Hukum)
Perlindungan hukum utama bagi ahli waris adalah jangka waktu kedaluwarsa hak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menetapkan PPh.
Jangka Waktu Penetapan: Berdasarkan Pasal 13 UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), hak DJP untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kedaluwarsa setelah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
10 Fungsi Kedaluwarsa: Jika Pewaris memiliki tunggakan PPh dari Tahun Pajak 2018 ke belakang, maka DJP pada tahun 2024 tidak lagi memiliki hak untuk menetapkan PPh tersebut, asalkan tidak ada tindakan hukum yang menangguhkan kedaluwarsa.
B. Posisi 1: Pewaris Belum Pernah Melaporkan Harta Tersebut di SPT
1. Masalah yang Dihadapi Ahli Waris
Ahli waris dalam posisi ini akan menghadapi risiko pajak paling tinggi. Jika harta (tanah dan bangunan) tidak pernah dilaporkan oleh Pewaris dalam SPT Tahunan, DJP dapat berasumsi bahwa harta tersebut diperoleh dari penghasilan yang belum dikenai PPh.
2. Jalan Keluar (Memanfaatkan Kedaluwarsa)
Karena ahli waris tidak memiliki dana untuk membayar, solusi yang paling mungkin adalah mengandalkan Kedaluwarsa Penetapan Pajak:
Pemeriksaan Tahun Perolehan: Ahli waris harus membuktikan kapan harta tersebut diperoleh oleh Pewaris. Jika perolehan harta terjadi lebih dari 5 tahun sebelum tanggal kematian Pewaris, hak DJP untuk menagih PPh atas sumber dana perolehan tersebut kemungkinan besar sudah gugur, merujuk pada Pasal 13 UU KUP.
10 Verifikasi Penangguhan: Risiko tersembunyi adalah adanya penangguhan kedaluwarsa. Hak penagihan dapat tertangguh jika DJP telah menerbitkan Surat Teguran atau Surat Paksa kepada Pewaris di masa lampau.
11 Ahli waris harus proaktif meminta riwayat administrasi pajak Pewaris di KPP untuk memastikan tidak ada penangguhan yang terjadi.
C. Posisi 2: Pewaris Telah Melaporkan Harta, Tetapi 5 Tahun Terakhir Tidak Melaporkan Lagi
1. Masalah yang Dihadapi Ahli Waris
Risiko PPh di posisi ini lebih terkendali. Karena harta sudah pernah dilaporkan, masalah PPh atas sumber dana perolehan harta sudah selesai. Masalah yang tersisa adalah potensi tunggakan PPh tahunan (misalnya, PPh sewa jika properti disewakan, atau PPh Pribadi lainnya) yang tidak dilaporkan dalam 5 tahun terakhir.
2. Jalan Keluar (Memanfaatkan Kedaluwarsa Secara Selektif)
Ahli waris dapat menggunakan dalil Kedaluwarsa untuk membatasi kewajiban hanya pada tahun-tahun pajak yang masih dalam jangka waktu 5 tahun terakhir:
Penetapan Terbatas: Jika Pewaris terakhir kali melapor pada Tahun Pajak 2018 (dan meninggal di 2024), maka Tahun Pajak 2018 dan sebelumnya sudah kedaluwarsa dari segi penetapan. DJP hanya dapat menuntut PPh untuk Tahun Pajak 2019 hingga 2023.
Pengajuan SKB PPh: Ahli waris dapat mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Warisan. Jika ditemukan tunggakan, ahli waris harus fokus bernegosiasi hanya untuk tahun-tahun yang belum kedaluwarsa.
V. LANGKAH AKSI DAN URUTAN PROSEDURAL AHLI WARIS
Langkah-langkah berikut harus diambil secara terstruktur untuk memastikan balik nama dapat berjalan tanpa pembayaran BPHTB yang membebani.
Langkah Aksi | Fokus Utama | Dasar Hukum & Dokumen Kunci |
1. Verifikasi Regulasi Daerah (BPHTB) | Mencari kebijakan Pembebasan 100%. | Peraturan Gubernur/Perda BPHTB setempat. |
2. Ajukan Pembebasan/Pengurangan BPHTB | Menghilangkan kewajiban BPHTB. | SKTM Lurah/Kepala Desa |
3. Cek Riwayat PPh Pewaris | Menilai risiko tunggakan dan kedaluwarsa. | Konsultasi KPP Pratama dan UU KUP Pasal 13. |
4. Ajukan SKB PPh Warisan | Mendapatkan izin administrasi untuk balik nama. | Bukti bahwa harta sudah dilaporkan (atau argumen Kedaluwarsa PPh). |
5. Balik Nama di BPN | Penyelesaian akhir. | Bukti Lunas/Pembebasan BPHTB & SKB PPh. |
A. Prioritas Tinggi: Mengamankan Pengurangan/Pembebasan BPHTB
Karena kondisi finansial yang memprihatinkan, ahli waris harus mengambil langkah-langkah yang menunjukkan kesulitan ekonomi secara legal:
Dapatkan SKTM: Ahli waris harus mendapatkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Lurah/Kepala Desa.
9 Permohonan kepada Bapenda: Jika Pembebasan 100% (Strategi 2) tidak tersedia, SKTM ini harus dilampirkan dalam Surat Pengajuan Pengurangan BPHTB. Bukti ketidakmampuan ini memberikan dasar yang kuat bagi Kepala Bapenda untuk menggunakan diskresi dan memberikan pengurangan maksimal, bahkan jika itu harus melebihi persentase standar, demi alasan kemanusiaan.
8
B. Penyelesaian Administrasi PPh (Mitigasi Risiko)
Proses balik nama di BPN tidak akan berjalan jika Notaris/PPAT tidak dapat memverifikasi bahwa kewajiban PPh Pewaris telah beres (yaitu dengan penerbitan SKB PPh).
Pembuktian Kedaluwarsa: Ahli waris harus menggunakan dalil Kedaluwarsa 5 tahun untuk menutup kemungkinan munculnya SKPKB dari tahun-tahun pajak yang telah lama berlalu, terutama pada Posisi 1 (Harta belum dilaporkan).
Langkah Alternatif Jika Ditemukan Tunggakan: Apabila tunggakan PPh ditemukan pada tahun-tahun yang belum kedaluwarsa, dan ahli waris benar-benar tidak mampu membayar, ahli waris dapat mengajukan permohonan penundaan atau angsuran pembayaran PPh atas nama Pewaris (sebelum pelunasan, SKB PPh tidak akan terbit). Pengajuan permohonan penundaan/angsuran secara tidak langsung merupakan pengakuan utang pajak, namun ini diperlukan untuk membuka dialog dengan DJP mengenai penyelesaian utang tersebut.
11
VI. REKAPITULASI DASAR HUKUM
Jalan keluar untuk pembebasan BPHTB penuh bagi ahli waris yang tidak mampu hanya dapat dijamin melalui kewenangan diskresi pajak daerah, didukung oleh bukti kesulitan finansial. Sementara itu, risiko PPh harus dimitigasi melalui aturan waktu yang tegas dalam UU KUP.
Tabel 1: Dasar Hukum dan Strategi Pembebasan Pajak Warisan
Isu Pajak | Mekanisme Solusi | Dasar Hukum Utama | Pasal/Ayat Kunci |
BPHTB (Keringanan Otomatis) | NPOPTKP Khusus Warisan | UU No. 1/2022 (UU HKPD) | Pasal 44 ayat (4): NPOPTKP minimal Rp300.000.000 |
BPHTB (Pembebasan Penuh) | Kebijakan Kepala Daerah | Peraturan Gubernur/Perda BPHTB (contoh: Pergub DKI No. 23/2023) | Pembebasan 100% untuk warisan s.d. NPOP tertentu |
BPHTB (Kondisi Tidak Mampu) | Pengurangan Pajak | Perda/Keputusan Kepala Bapenda | Permohonan Pengurangan berdasarkan SKTM |
PPh Pewaris (Perlindungan) | Kedaluwarsa Penetapan | UU No. 28/2007 (UU KUP) | Pasal 13: Kedaluwarsa SKPKB 5 tahun |
PPh Warisan (Status) | Bukan Objek Pajak | UU No. 36/2008 (UU PPh) | Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2: Pengecualian bersyarat |
VII. PENELAAHAN MENDALAM ATAS RISIKO DAN INTERKONEKSI
Permasalahan ahli waris yang tidak memiliki uang memerlukan pendekatan yang mengintegrasikan hukum perpajakan pusat dan daerah, serta memahami bagaimana proses administrasi di lapangan bekerja.
A. Pemanfaatan SKTM sebagai Kekuatan Hukum BPHTB
Meskipun perolehan karena waris secara hukum adalah objek BPHTB
B. Batasan Kedaluwarsa dan Perlunya Verifikasi Riwayat Pajak
Menerapkan Pasal 13 UU KUP tentang Kedaluwarsa Penetapan 5 tahun sebagai perisai hukum adalah langkah yang cerdas, terutama pada Posisi 1 dan 2. Namun, prinsip ini memiliki pengecualian yang harus diwaspadai ahli waris. Jangka waktu 5 tahun penetapan pajak dapat tertangguh apabila DJP pernah melakukan tindakan penagihan yang formal (misalnya, menerbitkan Surat Paksa) kepada Pewaris, meskipun tindakan tersebut tidak diketahui oleh ahli waris.
Oleh karena itu, ahli waris tidak cukup hanya menghitung 5 tahun mundur, melainkan wajib memverifikasi secara cermat riwayat administrasi pajak Pewaris di KPP untuk memastikan tidak ada dokumen penangguhan (seperti Surat Paksa atau pengakuan utang) yang membuat tahun-tahun pajak lampau kembali terbuka untuk penetapan SKPKB.
C. Keterikatan Administratif PPh dan BPHTB dalam Proses Balik Nama
Kendala terbesar yang akan dihadapi ahli waris adalah bahwa proses balik nama sertifikat di BPN memerlukan dua dokumen clearance pajak yang berbeda:
Bukti lunas BPHTB (atau Surat Keputusan Pembebasan/Pengurangan dari Bapenda).
Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Warisan dari DJP.
1
Jika PPh Pewaris bermasalah (terutama pada Posisi 1), DJP tidak akan menerbitkan SKB PPh, meskipun ahli waris telah mendapatkan Pembebasan BPHTB 100%. Dengan demikian, upaya pembebasan BPHTB (Pajak Daerah) dan mitigasi risiko PPh (Pajak Pusat) harus diselesaikan secara terpisah namun terkoordinasi. Kelancaran balik nama sangat bergantung pada keberhasilan ahli waris membuktikan bahwa tunggakan PPh Pewaris telah kedaluwarsa atau tidak terutang.
0 komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.