Beberapa Point didalam Pemeriksaan :
- Di dalam level pengawasan , AR telah membuat perbandingan Rasio baik di sisi neraca maupun laba rugi. dan menyatakan apa yang menjadi pertimbangan didalam hal tsb. Contoh Investasi Jangka Panjang di tahun 20x3 adalah Rp. 95 tetapi di tahun 20x2 adalah 177 sehingga penurunanya adlaah 82 atau penurunan sebesar 46.5%. Nah perbedaan itu dikarenakan apa ? Contoh pelepasan investasi jangka panjang dikarenakan untuk pembayaran utang dsb. Lau disitu bisa dilihat impikasi ke pajak penghasilan dsb.
- Analsisi angka juga bisa dilakukan vertikal. Contoh vertikal adalah membandingkan Kewajiban Lancar dengan total persentase dari total kewajiban itu sendiri. Lalu dibandingkan dengan analisa Horizontal untuk melihat perubahan dr tahun sebelumnya.
Hal ini dilakukan dari dua laporan keuangan baik laporan laba rugi dan neraca. Intinya adalah setiap peurbahan yang signifikan harus ditelurusi kenapa perubahan tersebut, Contoh HPP naik 27 persen sedangkan Penjualan naik hanya 24 persen.
- Catatan didalam Pasal 26 A ayat4 :
Wajib apjaak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data , informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yangpada saat pemeriksaan belum diperoleh wajibn pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya. Maksudnya disini adalah berikan data yang hanya dibutuhkan bukan semuanya
Contoh yang dibutuhkan adalah a-d lalu yang diberikan adalah a-z sehingga hal ini menjadi bermasalah.
- Berdasarkan PMK 17 tahun 2013 maka Jika petugas memiunta data melalui faksimili, Dimana biasanya yang menerima adalah resepsionis lalu tidak diterima oleh yang berkepentingan. Hal yang harus diingat adalah SPHP dan lain sebagainya bisa dikirimkan melalui FAX , bakan tanggapan juga bisa melalui FAX. Undangan untuk hadir juga bisa melalui FAX.
Sehingga apa yang akan terjadi bila data tidak diterima nya data karena fax tersebut. Sehingga Pejabat pemeriksa bisa dilakukan perhitungan secara jabatan, artinya adalah seluruh biaya dibuang dan dihitung penghasilan 100% kecuali biaya biaya yang telah dilaporkan didalam SPT lainnya dan juga kredit pajak sebagai pengurang pajak penghasilan.
Hal yang harus dirubah adalah semua direktur utamanya harus bisa diskusi dnegna baik. intinya adalah jika diminta datang ya datang. Dan disinilah yang paling baik yaitu menjaga komunikasi antara pemeriksa dan terperiksa.
- Contoh kasus ada wajib pajak yang menbuat laporan komersial khususnya untuk biaya dimana biaya lainnya dimana jika tidak ada bukti pendukung maka hal tersebut bisa dihilangkan dan dianggap menjadi nol. Sehingga jelas pajak penghasilan kurang bayar yang dihasilkan dari pemeriksaan pajak menjadi sangat besar.
- Pemeriksaan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi => harap diperhatikan SPT PPH OP
Penghasilan = Konsumsi + Tambahan harta kekayaan
Income / Penghasilan => berasal dari SPT PPH OP
Consumption / Konsumsi => analsisi biaya hidup rata rata sebulan disetahunkan, dimana sumber data bisa didapatkan berasal dari :
Kuesioner analisis biaya hidup
Informasi dari sosial media.
Sedangkan saving bisa didapat berasal dari => data pembanding pihak ketiga, seperti kartu kredit, tabungan / deposito, asuransi., dan atau data dari ILAP.
Sehingga khusus untuk pemeriksaan wajib pajak orang pribadi gunakan hal tersebut diatas.
Contoh :
Penghasilan => 400 Juta
Analisis Biaya Hidup => 20 Juta x 12 bulan => Rp. 400 juta
Selisih => Rp. 160 Juta
Tambahan Harta (Mobil) => 200 Juta
Sehingga selisih adalah sebesar Rp => 40 Juta
- Masuk Ke Kertas Kerja Pemeriksaan :
- B1 => Apa saja yang biasa diuji didalam pemeriksaan penjualan / peredaran usaha, teknik yang biasa dipakai adalah
- Pengujian arus uang dan piutang (SE-65 Lihat Beserta Lampiran lampiran nya khususnya Lampiran I), biasanya penjualan terbagi menjadi
- Penjualan Kredit (Termasuk PPN) => Piutang Awal (31/12/2015) - Piutang Akhir (31/12/2016) + Penerimaan Pelanggan
Critical Pointnya adalah mutasi sisi CR Rekening koran karena tidak semua uang yang masuk kedalam perusahaan adalah berasal dari piutang , sehingga itu lah yang harus dijabarkan mana saja yang bukan dan mana yang merupakan pendapatan => Seperti Overbooking, Penerimaan Uang Muka, Pencairan Pinjaman dari Bank. Sehingga harus dijabarkan transaksinya per tanggal berapa.
- Penjualan Tunai
- Ekualisasi antarar peredaran usaha menurut SPT 17771 dan SPT 1111
- Contoh :
- Opsi 1
Peredaran usaha 2015 :
Menurut 1771 => Rp. 100
Menurut 1111 => Rp. 100
Kesimpulan => Tidak ada resiko
- Opsi 2
Peredaran usaha 2015 :
Menurut 1771 => Rp. 100
Menurut 1111 => Rp. 120
Kesimpulan =>
1. Resiko PPH Sebesar 25% x Rp. 20
2. Sanksi admin bunga 2% per bulan sesuai Pasal 13 ayat 2 UU KUP.
3. Angsuran PPH Pasal 25 tahun berikutnya setelah tahun pajak yang telah diterbitkan SKP diatas akan meningkat.
- Opsi 3
Peredaran usaha 2015 :
Menurut 1771 => Rp. 110
Menurut 1111 => Rp. 100
Kesimpulan :
1. Resiko PPN Kurang Bayar sebesar 10% x DPP
2. Reskio sanksi :
2.1 Bunga 2% per bulan sesuai Pasal 13 ayat 2
2.2
Opsi Nomor 3 Bisa terjadi dikarenan :
A. Penerimaan Uang Muka, PPN Sudah Dicatat, tapi belum ada penjualan
Jurnal AKuntansinya adlaah :
Dr. Bank => 110
Kr. Uang Muka Penjualan => 100
Kr. PPN Keluaran => 10
B. Penjualan Konsinyasi. Dimana PPN dicatat dan dibayarkan ketika barang di titipkan ke consignor tetapi consignor belum mencatat transaksi tersebut sebagai penjualan.
Dr. Persediaan Konsinyasi => 110
Kr. Persediaan => 100
Kr. PPN Keluaran => 10
C. Penyerahan Ke cabang ketika perusahaan belum melakukan pemusatan PPN .
Dengan jurnal sebagai berikut :
Dr. RAK (Rekening Antar Kantor) => Rp. 110
Kr. Persediaan Kantor Pusat => Rp. 100
Kr. PPN Keluaran => Rp. 10
D. Pemakaian sendiri non produktif dan pemberian cuma cuma.
Dengan Jurnal sebagai berikut :
Dr. Biaya / Aset Tetap (JIka contohnya AC) => Rp. 100
Dr. Biaya PPN Masukan => Rp. 10
Kr. Persediaan => Rp. 100
Kr. PPN Keluaran => Rp. 10
E. Realisasi Uang Muka Penjualan
Dengan Jurnal Sebagai Berikut :
Dr. Bank / Kas => Rp. 100
Cr. Uang Muka Penjualan => Rp. 100
Pada hari berikutnya penjualan telah dilakukan 100% sehingga :
Dr. Uang Muka Penjualan => Rp. 100
Dr. Piutang usaha => Rp. 440
Kr. Penjualan => Rp. 500
Kr. PPN Keluaran => Rp. 40
Contoh :
PT. TV Station melakuakan perjanjian tayang iklan selama satu bulan dari PT. SABUN dimana iklan tersebut akan ditagihkan setelah ada log proof. Dimana iklan tersebut dibuatkan oleh PT. IKLAN AGENCY. NIlai tayang iklan tersebut adalah Rp. 1 M.
Ingat ! Tagihan TV Station baru dibuat pada Bulan Januari karena harus dibuatkan log proof terlebih dahulu.
Tagihan dikirimkan ke PT. IKLAN AGENCY , selanjutnya PT. IKLAN AGENCY akan mengirimkan tagihan ke PT. SABUN dengan asumsi seluruh bukti lampiran invoice telah lengkap. Asumsi PT. SABUN baru akan membayar di bulan FEBRUARI thn berikutnya.
Pertanyaan:
Kapan PPN dan pengakuan pendapatan diakui oleh PT. TV STATION dan PT. AGENCY. (PSAK 23 = Substance Over Form) dan untuk Perpajakan dilihat di SE-50/PJ/2011 (PENEGASAN SAAT PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA
PAJAK SEBAGAI DASAR SAAT TERUTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN
SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK ) => Disebutkan bahwa Maksimal pembuatan faktur pajak adalah 1 bulan setelah penyerahan barang / jasa.
TV. STATION :
Des 15 =>
Dr. Piutang => 1 M
Kr. Pendapatan =? 1 M
Jan 16 =>
Dr. Piutang => 100 Juta
Kr. PPN Keluaran => 100 Juta
- Sanksi Administrasi ditentukan berdasarkan kertas kerja nya
- Bunga pasal 13 ayat 2 KUP
- Kenaikan pasal 13 ayat 3 KUP => kenaikan karena pembukuan tidak memadai sehingga dihitung secara jabatan
- Bunga Pasal 13 ayat 5 KUP =>
- Kenaikan pasal 13 A KUP =>
- Kenaikan Pasal 17C Ayat 5 KUP => Restitusi
- Kenaikan Pasal 17D Ayat 5 KUP
- Kenaikan Pasal 18 Ayat 4 UU PP
- Kenaikan Pasal 18 Ayat 3 UU PP
- Kertas Kerja C = PPH 21
- Contoh :
- Opsi 2 :
- SPT PPH 21 => Rp. 100
- Buku Besar => Rp. 120
Selisih => Rp. 20
Hal ini bisa terjadi karena :
Provisi Imbalan Kerja
Provisi Bonus
Benefit In Kind
Pembayaran JHT
Pembayaran Asuransi
Pembayaran Iuran Pensiun
Jurnal :
Dr. Biaya Imbalan Kerja => Rp. 100
Cr. Provisi Imbalan Kerja => Rp. 100
Ingat ! Terutang PPH 21 adalah saat dibayarkan.
SEhingga pada saat dibayarkannya pesangon akan dijurnal sbb :
Dr. Provisi Imbalan Kerja => Rp. 100
Cr. Bank => Rp. 95
Kr. Uang PPh 21 => 5
Pembayaran JHT
Karena didalam pembayaran JHT , jht sendiri bukan termasuk objek PPH
Pembayaran Iuran Pensiun
- Opsi 3 :
SPT PPH 21 => Rp. 110
Buku Besar => Rp. 100
Selisih => Rp. 20
Hal ini bisa terjadidikarenakan :
1. Uang Muka Tenaga Ahli
2. Realisasi Pesangon
Dr. Provisi Imbalan Kerja =? Rp. 100
Cr. Bank => Rp. 95
Cr. Utang PPH 21 => 5
3. Kapitalisasi Biaya Karyawan terkait dengan aset tetap swakelola
Dr. Aset Tetap => Rp. 100
Cr. Bank => Rp. 95
Cr. Utang PPH 21 => Rp. 5
4. Pembayaran Service Charge untuk pegawai restoran hotel dsb :
Saat terima dari pelanggan atau tamu :
Dr. Bank / Kas => Rp. 121
Cr. Pendapatan Jasa => Rp. 100
Cr. Utang Service Charge / Uang Titipan => Rp. 10
Cr. Pajak Hotel / Restoran => (Rp. 100 + Rp 10) x 10% => Rp. 11
Saat bayar service charge ke pegawai :
Dr. Utang service charge / uang tititpan => Rp. 10
Cr. Bank / Kas => Rp. 9.5
Cr. Utang PPH 21 => Rp, 0.5
- Untuk mengantisipasi BEPS terkait dengan pembebanan imbalan bunga, KEMENKEU telah menerbitkan PERMENKEU no. 169/PMK.03/2015 yang mulai berlaku 2016 dengan komposisi DER sebesar 4:1 Angka 4 untuk utang/liabilitas dan angka 1 untuk ekuitas.
LAMPIRAN :
- Untuk Mengetahui SAK lainnya dapat dipelajari di : IAI GLOBAL
- Slide Menyusun Kertas Kerja Pemeriksaan Pajak :
- Lampiran Menyusun Kertas Kerja Pemeriksaan Pajak -
- SE 50/PJ/2011
0 komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar yang sesuai jika tidak, maka akan dianggap spam.